M. Sewang, Ahmad
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Tradisi Messawe To Tamma’ di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar (Studi Budaya Islam) Zulkiram, Ahmad; M. Sewang, Ahmad; G, Wahyuddin
El-Fata: Journal of Sharia Economics and Islamic Education Vol. 2 No. 2: OKTOBER 2023
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Cokroaminoto Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61169/el-fata.v2i2.65

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Tradisi Messawe to Tamma’ di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar (Studi Budaya Islam). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskripsikan dan menganalisis sejarah tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, 2) mendeskripsikan dan menganalisis prosesi tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, 3) mendeskripsikan dan menganalisis relasi Islam dengan tradisi lokal dalam tradisi Messawe to Tamma di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui field research (penelitian lapangan) yaitu meneliti peristiwa-peristiwa yang ada di lapangan sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis, antropologi, dan agama. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu melalui tahapan observasi, wawancara dan dokumentasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, tradisi messawe to tamma’ bermula pada masa raja ke IV Balanipa yaitu Tandi Bella I Kakanna Pattang yang diberi gelar Daeta Tommuwane. Kedua, Pada tradisi messawe to tamma’ terdapat tiga tahap dalam kegiatan ini yaitu pra pelaksanaan, dimana masyarakat membentuk kepanitiaan. kemudian pelaksanaan messawe to tamma. Pelaksanaan acara diawali di masjid seperti massikir dan marratas baca pada pagi harinya, kemudian pasca pelaksanaan. Setelah selesai acara messawe to tamma, maka masyarakat Mandar yang melaksanakan maupun menyaksikan acara messawe to tamma kembali kerumah masing-masing dan memberikan sebuah jamuan kepada tamu yang datang. Ketiga, dalam acara messawe to tamma terdapat pengamalan nilai-nilai sosial yang dimana sebelum pelaksanaanya masyarakat Desa Pambusuang bersama pengurus dan imam mesjid melakukan suatu kesepakatan atau bermusyawarah, untuk membuat atau membentuk suatu kepanitiaan. Pada aspek kultur Sebagaimana dalam tradisi adat Mandar dalam melakukan prosesi messawe to tamma seorang anak laki-laki memakai pakaian busana orang Arab, dengan jubah panjang dan memakai tutup kepala sama halnya dengan Nabi Muhammad Saw,.Pada kegiatan messawe to tamma’ juga memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Implikasi penelitian ini adalah Bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi messawe to tamma’ diharapkan dapat melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam tradisi messawe to tamma’, sehingga tradisi ini tetap eksis untuk dijadikan sebagai sarana dakwah dan memotivasi generasi muda untuk menamatkan al-quran
Historitas Masjid Tua Al-Hilal Katangka di Kabupaten Gowa (Studi Sejarah Peradaban dan Pendidikan Islam) Nur Ali, St. Maisyah; M. Sewang, Ahmad; Santalia, Indo
El-Fata: Journal of Sharia Economics and Islamic Education Vol. 2 No. 2: OKTOBER 2023
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Cokroaminoto Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61169/el-fata.v2i2.67

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang Masjid Tua Al-Hilal Katangka sebagai simbol peradaban Islam di Gowa. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) menganalisis latar belakang berdirinya Masjid Tua Al-Hilal Katangka dan 2) menganalisis unsur-unsur peradaban Islam pada Masjid Tua Al-Hilal Katangka. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui field research (penelitian lapangan), yaitu menggunakan data dari hasil wawancara lapangan dari narasumber. Penelitian ini menggunakan pendekatan teologis, arkeologi, dan antropologi. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini, yaitu melalui tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, latar belakang berdirinya Masjid Tua Al-Hilal Katangka atas inisiatif Raja Gowa XIV I Mangngrangi Daeng Manrabbia pada tahun 1603. Beliau mendirikan masjid sebagai fasilitas ibadah tamu kerajaan yang beragama Islam. Peristiwa ini dilatarbelakangi ketika syekh dari Yaman beserta rombongannya melaksanakan salat Jumat di bawah pohon katangka. Kedua, inskripsi yang terdapat di beberapa bagian masjid seperti tiga pintu dan mimbar masjid menggambarkan bentuk perkembangan pembangunan masjid dari bebarapa Raja Gowa pada masanya hingga pemerintah setempat dan masyarakat
Abbasid Power Under Abu Ja’far Al-Mansur Through Ibn Khaldun’s Ashabiyah Concept H, Sopyan; M. Sewang, Ahmad; Hasaruddin, Hasaruddin; Zanilha, Muflihah
Rihlah : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Vol 13 No 02 (2025): History and Culture
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Abbasid dynasty, one of the most successful in Islamic history, emerged from a revolution that overthrew the Umayyad Caliphate. This study examines the role of Abu Ja'far al-Mansur, the second Abbasid caliph, in establishing power and upholding the dynasty's stability and legitimacy. Using a qualitative methodology rooted in historical research, a comprehensive literature review analyzes the historical context of the Abbasid revolution, al-Mansur's contributions, and Ibn Khaldun's concept of ashabiyah. The findings demonstrate that al-Mansur's diverse strategies, including urban development, economic reform, military organization, and ideological governance, were crucial in strengthening Abbasid power. The establishment of Baghdad as the capital, the integration of various ethnic groups, and the promotion of religious legitimacy through alliances with the ulama were key factors in enhancing the dynasty's resilience. The Umayyad dynasty served as a common enemy, fostering solidarity (asabiyyah) among various factions and facilitating the rise of the Abbasids. Al-Mansur's inclusive policies strengthened loyalty and resolved divisions within the empire. This study concludes that al-Mansur was a transformative leader who successfully unified the political, religious, and social spheres, embodying the principles of asabiyyah and establishing a pattern of ideological solidarity that sustained Abbasid rule for centuries. The implications of these findings highlight the importance of an interdisciplinary approach, the relevance of the concept of asabiyyah in the modern context, the significance of the common enemy narrative, and the need for further social theory studies on al-Mansur's leadership.   Dinasti Abbasiyah, salah satu dinasti yang paling sukses dalam sejarah Islam, muncul dari sebuah revolusi yang menggulingkan Kekhalifahan Umayyah. Studi ini meneliti peran Abu Ja'far al-Mansur, khalifah kedua Abbasiyah, dalam memantapkan kekuasaan dan menegakkan stabilitas serta legitimasi dinasti tersebut. Menggunakan metodologi kualitatif yang berakar pada penelitian sejarah, dengan tinjauan pustaka komprehensif menganalisis konteks sejarah revolusi Abbasiyah, kontribusi al-Mansur, dan konsep ashabiyah dari Ibn Khaldun. Temuan menunjukkan bahwa strategi al-Mansur yang beragam, termasuk pengembangan kota, reformasi ekonomi, organisasi militer, dan pemerintahan ideologis, sangat penting dalam memperkuat kekuasaan Abbasiyah. Pendirian Baghdad sebagai ibu kota, integrasi berbagai kelompok etnis, serta promosi legitimasi keagamaan melalui aliansi dengan para ulama menjadi faktor kunci dalam meningkatkan ketahanan dinasti tersebut. Dinasti Umayyah berperan sebagai musuh bersama, mendorong solidaritas (ashabiyah) di antara berbagai faksi dan memfasilitasi kebangkitan Abbasiyah. Kebijakan inklusif al-Mansur memperkuat loyalitas dan mengatasi perpecahan di dalam kekaisaran. Studi ini menyimpulkan bahwa al-Mansur adalah pemimpin transformatif yang berhasil mempersatukan ranah politik, agama, dan sosial, mewujudkan prinsip-prinsip ashabiyah dan membangun pola solidaritas ideologis yang menopang kekuasaan Abbasiyah selama berabad-abad. Implikasi dari temuan ini menyoroti pentingnya pendekatan interdisipliner, relevansi konsep ashabiyah dalam konteks modern, signifikansi narasi musuh bersama, serta perlunya studi-teori sosial lebih lanjut tentang kepemimpinan al-Mansur.