Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

HAK CUTI HAID DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Ardini, Mira; Fatriany, Fenny
Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5 No. 1 (2025): Jurnal Res Justitia : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : LPPM Universitas Bina Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46306/rj.v5i1.245

Abstract

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan regulates the right to access employment, including specific provisions for women. However, the implementation of these regulations in practice remains suboptimal. Menstrual leave rights are often considered insignificant by labor unions, making them rarely advocated. This study aims to examine the regulation of menstrual leave rights in the Undang-Undang Ketenagakerjaan and to compare the gaps between the existing regulations and their implementation. The findings and discussions reveal a discrepancy between the provisions of the Undang-Undang Ketenagakerjaan and their actual application in the field. For instance, at PT. Asera Tirta Posidonia, the majority of female workers are unaware of their rights regarding menstrual leave. Therefore, concrete steps are needed to bridge this gap. The government must strengthen oversight of the implementation of the Undang-Undang Ketenagakerjaan, particularly concerning menstrual leave rights, and companies should actively disseminate information to female workers about their rights.
KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI’AH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 Hasana, Nurul; Fatriany, Fenny
VARIA HUKUM Vol. 1 No. 2 (2019): VARIA HUKUM: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan
Publisher : Ilmu Hukum, Sharia and Law Faculty, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/vh.v1i2.7290

Abstract

Keberadaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah memunculkan polemik baru baru bagi dua lembaga peradilan. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa semua Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah tidak mem­punyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian, bagaimana implikasi dari peng­hapusan pilihan forum (choice of forum) pada Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang tentang Perbankan Syari’ah dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syari’ah? Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui upaya hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012; dan 2) mengetahui upaya hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan kualitatif untuk menggambarkan dan meme­takan konsep-konsep dan analisisnya terhadap teori-teori penegakan hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pende­katan normatif-yuridis, yaitu pendekatan disiplin ilmu dan teori hukum yang berfungsi untuk penye­lesaian sengketa perbankan syari’ah, dengan cara mengum­pulkan, meng­evaluasi, mem­veri­fikasikan, serta mensin­tesiskan bukti-bukti untuk mendukung fakta mem­peroleh kesimpulan yang kuat. Melalui penelitian ini, peneliti menyimpulkan: 1) penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sebelum adanya putusan Mah­kamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dapat melalui beberapa cara, yaitu: a) melalui jalur litigasi baik melalui Pengadilan Agama maupun melalui Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum (Pengadilan Negeri); dan b) melalui jalur non litigasi baik melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maupun Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas). Sedangkan upaya hukum lanjutan terhadap putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dilakukan melakui upaya hukum banding, upaya hukum kasasi, dan upaya hukum peninjauan kembali. 2) penyelesaian sengketa setelah lahirnya putusan Mahka­mah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa penjelasan Pasal 52 Ayat (2) tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa perbankan syari’ah sejak tanggal 29 Agustus 2013 menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama bukan kewe­nangan absolut Pengadilan Negeri, sehingga tidak ada lagi dualisme lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa perbankan syari’ah.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN UU TPKS Saripudin, Udin; Nurlaeli, Suci; Fatriany, Fenny
VARIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2022): VARIA HUKUM: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan
Publisher : Ilmu Hukum, Sharia and Law Faculty, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/vh.v4i2.26980

Abstract

Abstract This research was conducted to identify various factors that cause a lecturer to commit sexual violence and to find out the criminal responsibility of perpetrators of sexual violence who are lecturers based on statutory regulations. For this reason, this research was conducted using a normative juridical method that refers to Law Number 12 of 2022 (TPKS Law) which is the new legal basis for criminal responsibility for sexual violence and is supported by various relevant literature studies. The results and discussion obtained are the main factors causing lecturers to commit sexual violence, namely the existence of power relations and gender relations between themselves and the victims, the majority of whom are students. Apart from that, the absence of a university policy to deal with sexual violence is another factor. In the TPKS Law, lecturers who become perpetrators of sexual violence are subject to criminal sanctions plus 1/3 of the principal sentence and are required to make restitution against victims for certain forms of sexual violence. However, in order to be able to impose criminal sanctions against him, the panel of judges must first consider the reasons for forgiveness, justification reasons and whether his actions were intentional or negligent, which in turn will affect his ability to be criminally responsible or not and also affect the severity of the sentence that will be imposed on him. In conclusion, the TPKS Law is progress for the development of sexual violence criminal law, so it is hoped that its implementation will be truly effective in providing justice, especially for victims.AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor penyebab seorang dosen melakukan kekerasan seksual serta untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku kekerasan seksual yang merupakan seorang dosen berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 (UU TPKS) yang menjadi dasar hukum baru bagi pertanggungjawaban pidana kekerasan seksual serta didukung dari berbagai studi literatur yang relevan. Hasil dan pembahasan yang didapat yakni faktor penyebab utama dosen melakukan kekerasan seksual yakni adanya relasi kuasa dan relasi gender antara dirinya dengan sang korban yang mayoritas merupakan mahasiswa. Selain daripada itu, tiadanya kebijakan perguruan tinggi untuk menangani kekerasan seksual menjadi faktor lainnya. Dalam UU TPKS, dosen yang menjadi pelaku kekerasan seksual dikenakan sanksi pidana dengan ditambah 1/3 dari pidana pokok serta diwajibkan untuk melakukan restitusi terhadap korban untuk bentuk kekerasan seksual tertentu. Namun untuk dapat menjatuhkan sanksi pidana terhadapnya, majelis hakim harus terlebih dahulu mempertimbangkan alasan pemaaf, alasan pembenar serta perbuatannya itu merupakan kesengajaan atau kelalaian, yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan dirinya untuk bertanggungjawab secara pidana atau tidak serta berpengaruh juga pada berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepadanya. Kesimpulannya, UU TPKS menjadi suatu kemajuan bagi perkembangan hukum pidana kekerasan seksual, sehingga diharapkan implementasinya dapat benar-benar efektif memberikan keadilan khususnya bagi korban.
Fulfillment of the Rights of Children with Special Needs: A Positive Law and Islamic Law Perspective - A Case Study in West Java Fatriany, Fenny; Mayaningsih, Dewi
Jurnal Multidisiplin West Science Vol 3 No 12 (2024): Jurnal Multidisiplin West Science
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jmws.v3i12.1871

Abstract

This study aims to analyze the fulfillment of the rights of children with special needs (ABK) from the perspectives of positive law and Islamic law, as well as to identify the challenges encountered in its implementation. The research uses a normative juridical approach with a descriptive-analytical method, combining the analysis of laws and regulations, legal theory, and the concept of Sharia. Data collection techniques include literature study, observation, and interviews with relevant parties. The results show that both positive law and Islamic law emphasize the importance of protection and fulfillment of ABK rights, including rights to education, health, and non-discriminatory treatment. However, significant challenges are found in implementation, such as social stigma, lack of facilities, and low public awareness. Other obstacles include limited government budget allocation and inadequate infrastructure in various regions. This study recommends improving public education, fostering synergy among stakeholders, and providing inclusive facilities to ensure the optimal fulfillment of ABK rights.