Fernandi, Muhammad Farhan
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Migrasi Tiga Gelombang: Jejak Wong Cilik Klaten Di Singapura Tahun 1920-1980 Fernandi, Muhammad Farhan; Soeharso, R
Journal of Indonesian History Vol 10 No 1 (2021): Journal Of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v10i1.47379

Abstract

Singapura merupakan negara pulau yang dikategorikan sebagai negara metropolitan dengan industri perdagangannya yang sangat maju di Asia Tenggara bahkan di tingkat dunia. Keberadaannya yang diakui dunia tidak terlepas dari penduduknya yang memainkan peran dalam perkembangan Singapura. Seluruh penduduk Singapura dari masa lalu hingga kini dapat dikatakan bukan penduduk asli karena Singapura saat itu hanya sebuah kecil yang dihuni oleh beberapa nelayan dan bajak laut yang menghuni wilayah tersebut. Dalam perkembangannya, pulau ini dibeli oleh Thomas Stanford Raffles dari Kesultanan Johor yang menjadi titik awal modernisasi di Singapura yang membuat para pendatang ramai-ramai mendatangi Singapura untuk memnuhi kebutuhan ekonominya hingga memutuskan menetap di pulau ini. Hal ini juga dilakukan oleh penduduk Klaten Klaten yang juga melakukan migrasi ke Singapura sudah sejak dekade ketiga abad 20. Kemudian juga disusul pada gelombang berikutnya ketika penduduk Klaten melakukan migrasi pada masa penjajahan Jepang ketika Jepang mengirimkan romusha ke berbagai wilayah. Para migran yang sudah melakukan migrasi tersebut pada akhirnya memutuskan untuk menetap di Singapura dan tidak kembali ke Indonesia. Pemerintah Singapura menetapkan kebijakan untuk mengintegrasikan penduduk yang heterogen dengan berbagai rasnya ke dalam satu perumahan publik yang membuat mereka saling hidup rukun dalam identitas Singapura.
Migrasi Tiga Gelombang: Jejak Wong Cilik Klaten Di Singapura Tahun 1920-1980 Fernandi, Muhammad Farhan; Soeharso, R
Journal of Indonesian History Vol 10 No 1 (2021): Journal Of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v10i1.47379

Abstract

Singapura merupakan negara pulau yang dikategorikan sebagai negara metropolitan dengan industri perdagangannya yang sangat maju di Asia Tenggara bahkan di tingkat dunia. Keberadaannya yang diakui dunia tidak terlepas dari penduduknya yang memainkan peran dalam perkembangan Singapura. Seluruh penduduk Singapura dari masa lalu hingga kini dapat dikatakan bukan penduduk asli karena Singapura saat itu hanya sebuah kecil yang dihuni oleh beberapa nelayan dan bajak laut yang menghuni wilayah tersebut. Dalam perkembangannya, pulau ini dibeli oleh Thomas Stanford Raffles dari Kesultanan Johor yang menjadi titik awal modernisasi di Singapura yang membuat para pendatang ramai-ramai mendatangi Singapura untuk memnuhi kebutuhan ekonominya hingga memutuskan menetap di pulau ini. Hal ini juga dilakukan oleh penduduk Klaten Klaten yang juga melakukan migrasi ke Singapura sudah sejak dekade ketiga abad 20. Kemudian juga disusul pada gelombang berikutnya ketika penduduk Klaten melakukan migrasi pada masa penjajahan Jepang ketika Jepang mengirimkan romusha ke berbagai wilayah. Para migran yang sudah melakukan migrasi tersebut pada akhirnya memutuskan untuk menetap di Singapura dan tidak kembali ke Indonesia. Pemerintah Singapura menetapkan kebijakan untuk mengintegrasikan penduduk yang heterogen dengan berbagai rasnya ke dalam satu perumahan publik yang membuat mereka saling hidup rukun dalam identitas Singapura.
Pemulihan kerusakan lingkungan pertanian pasca gempa bumi 2006 di Daerah Istimewa Yogyakarta Fernandi, Muhammad Farhan; Santoso, Fajar; Maghfiroh, Nurul
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 17, No 2 (2023): Dinamika Ekologi di Indonesia: Sejarah, Budaya dan Permasalahannya
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um020v17i22023p212-231

Abstract

The earthquake that struck Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) on March 27, 2006, was considered one of the major earthquakes in Indonesia. The 5.9 magnitude earthquake had a major impact on infrastructure damage, leading to several casualties and environmental damage to farmers. This article poses the following research questions: (1) how the earthquake impacted, (2) how the earthquake affected the agricultural sector, and (3) how the environmental damage in the agricultural sector is being mitigated. This research uses historical research methods. The research found that firstly, the earthquake had damaged city infrastructure, economic infrastructure, and the death toll. The second is that 2,080 agricultural farmers have been killed and 17,605 agricultural infrastructure has been destroyed.  The last, disaster response actions in the agricultural sector are divided into three phases: rescue (1-3 months), recovery which is divided into a rehabilitation and reconstruction program lasting 4-6 months and the final stage, normalization, which takes 7-12 months. Gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 27 Maret 2006 merupakan salah satu gempa besar di Indonesia. Gempa dengan kekuatan 5,9 SR itu memiliki dampak besar terhadap kerusakan infrastruktur, menimbulkan korban jiwa, dan kerusakan lingkungan yang dialami oleh petani. Artikel ini telah mengajukan pertanyaan penelitian yaitu: (1) bagaimana dampak gempa bumi? (2) bagaimana dampak gempa di sektor pertanian? (3) bagaimana upaya penanganan terhadap kerusakan lingkungan di sektor pertanian? Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Hasil penelitian yang didapat yaitu Pertama, gempa bumi telah menyebabkan kerusakan infrastruktur kota, infrastruktur ekonomi, dan korban jiwa. Kedua, menyebabkan 2.080 masyarakat pertanian meninggal dan 17.605 fasilitas pertanian rusak. Ketiga, aksi tanggap bencana pada sektor pertanian dibagi ke dalam tiga tahap yakni rescue (1-3 bulan), recovery yang dibagi dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi selama 4-6 bulan serta tahap akhir yakni normalisasi yang membutuhkan waktu 7-12 bulan.