Novraini, Andi Ghea
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kompetensi Pengadilan Agama Menyelesaikan Perkara Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan Novraini, Andi Ghea; Fahmal, A. Muin; Kamal, Muhammad
Journal of Lex Philosophy (JLP) Vol. 5 No. 2 (2024): Journal of Lex Philosophy (JLP)
Publisher : Program Pascarajana Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian menganalisis efektifitas Pengadilan Agama dalam mengadili perkara pembatalan perkawinan dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan perkawinan terhadap harta bersama, anak yang dilahirkan, serta hubungan status suami-istri dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diketahuii akibat hukum pembatalan perkawinan terlihat dari kedudukan suami istri, kedudukan terhadap anak, serta terhadap harta benda. Akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap suami istri adalah bahwa perkawinan menjadi putus dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya Kembali ke status semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada. Bagi anak yang lahir dalam perkawinan itu tetap berkedudukan sebagai anak yang sah dan tetap menjadi tanggungjawab kedua belah pihak suami dan istri, dengan demikian kedua orang tua tetap berkewajiban mendidik dan memelihara anak tersebut berdasarkan kepentingan si anak sendiri. Sedangkan akibat hukum terhadap harta benda adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan menjadi harta benda bersama dan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. The research objective is to analyze the effectiveness of the Religious Courts in adjudicating marriage annulment cases and the legal consequences arising from marriage annulment on joint property, children born, and the status of husband and wife with the existence of Law Number 1 of 1974. The type of research used is Normative legal research. The results of the research show that it is known that the legal consequences of marriage annulment can be seen from the position of husband and wife, position towards children, and property. The legal consequences of marriage annulment for husband and wife are that the marriage is dissolved and the parties whose marriage is annulled return to their original status because the marriage is deemed to have never existed. Children born in marriage remain legitimate children and remain the responsibility of both husband and wife, thus both parents are still obliged to educate and care for the child based on the child's interests. Meanwhile, the legal consequences for property are that property acquired during the marriage period becomes joint property and inherited property of each husband and wife. Property obtained by each as a gift or inheritance is under their respective control as long as the parties do not determine otherwise.
SISTEM KEKUASAAN KOMUNITAS TO LOTANG PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH (Studi Desa Otting Kabupaten Sidenreng Rappang) Novraini, Andi Ghea; Khalik, Subehan
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 2 No 2 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Komunitas To Lotang sangat erat dengan kepercayaan animisme yang masih dianut, dilestarikan dan mengikat kepada pengikutnya. Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem kekuasaan yang mengatur Komunitas To Lotang dan bagaimana sistem kekuasaan tersebut dalam perspektif Siyasah Syar’iyyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan yuridis normatif dan syar’i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas To Lotang di Desa Otting masih sangat menutup diri dan memiliki sistem kekuasaan sendiri yang dipimpin oleh Uwa’ sebagai pemimpin yang memiliki tendrenya masing-masing. Tendre sendiri merupakan pemimpin yang memiliki pengikut atau sesuai alirannya sendiri. Sebagai contoh, dalam satu desa, bisa memiliki 6 tendre yang berbeda-beda sesuai dengan Uwa’ yang mereka ikuti alirannya. Sitem kekuasaan Uwa’ dalam komunitas Tolotang bersifat dinasti melalui garis keturunan yang dipersiapkan sebelum seorang Uwa’ meninggal dunia. Jika dibandingkan dengan sistem kekuasaan dalam Islam, khususnya pada masa Rasulullah saw dan khulafaur rasidin di mana mekanisme pemilihan pemimpin tidak didasarkan pada garis keturunan, tetapi dipilih secara demokratis.Kata Kunci: Komunitas To Lotang; Sistem Kekuasaan; Siyasah Syar’iyyah; Uwa’