Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

IMPLIKASI HUKUM PENGHAPUSAN PRESIDENTIAL THRESHOLD 20% DALAM PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI Nugraha, Iman; Riyanti As, Lili; Sianipar, Osner Johnson; Asrun, Muhammad Andi; Mahipal, Mahipal
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 6, No 1 (2025): Volume 6, Nomor 1 Januari-Juni 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v6i1.11941

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini membahas dinamika hukum dan politik terkait ketentuan presidential threshold (PT) sebesar 20% dalam sistem pemilihan presiden di Indonesia. PT diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang telah menimbulkan banyak perdebatan dan gugatan hukum. Tujuan awal PT adalah untuk memperkuat sistem presidensial dan menyederhanakan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun, penerapannya dianggap menghambat demokratisasi dan membatasi pilihan politik rakyat. Sejak pertama kali diterapkan, Mahkamah Konstitusi telah menolak berbagai gugatan yang meminta pembatalan ketentuan ini, hingga akhirnya pada 2 Januari 2025, MK menyatakan bahwa PT 20% tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-empiris dan teori-teori demokrasi, sistem presidensial, dan hukum tata negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan sikap MK mencerminkan respons terhadap desakan publik untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih inklusif dan demokratis.Kata Kunci: Presidential Threshold, Mahkamah Konstitusi, Demokrasi, Pemilu, KonstitusiABSTRACT This paper examines the legal and political dynamics surrounding the 20% presidential threshold (PT) requirement in Indonesia’s presidential election system. The PT is regulated under Article 222 of Law Number 7 of 2017 concerning General Elections, which has sparked significant public debate and numerous legal challenges. Initially, the PT was intended to strengthen the presidential system and streamline the number of presidential and vice-presidential candidates. However, in practice, it has been criticized for hindering democratization and limiting political choices for voters. Since its implementation, the Constitutional Court consistently rejected petitions seeking to annul the provision, until finally, on January 2, 2025, the Court declared that the 20% threshold no longer holds binding legal force. This study employs a normative-empirical approach, drawing on theories of democracy, presidential systems, and constitutional law. The findings indicate that the Court’s shift in stance reflects a response to growing public demands for a more inclusive and democratic electoral system. Keywords: Presidential Threshold, Constitutional Court, Democracy, Election, Constitution
Menggagas Constitutional Review TAP MPR: Solusi Atas Potens Konflik dengan UUD NRI Tahun 1945 Nugraha, Iman; Putra, Bagus Candra; Satory, Agus
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 6, No 1 (2025): Volume 6, Nomor 1 Januari-Juni 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v6i1.11578

Abstract

 ABSTRAK Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) memiliki peran penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, namun setelah amandemen UUD 1945, kedudukannya berubah signifikan. Tap MPR tidak lagi memiliki kekuatan hukum tertinggi dan dikeluarkan dari hierarki peraturan perundang-undangan. Perubahan ini memunculkan kontroversi, terutama terkait potensi pertentangan antara Tap MPR dan UUD 1945. Tanpa mekanisme pengujian yang jelas, sulit untuk menilai konstitusionalitas Tap MPR yang dihasilkan sebelum reformasi. Penelitian ini mengusulkan pengujian konstitusionalitas Tap MPR melalui Mahkamah Konstitusi atau melalui mekanisme yang melibatkan MPR dengan mencerminkan kehendak rakyat. Studi ini juga membandingkan mekanisme judicial review di negara lain, seperti Amerika Serikat dan Jerman, untuk memberi solusi bagi penguatan supremasi konstitusi dan kepastian hukum di Indonesia. Kata Kunci: TAP MPR, Constitutional Review, UUD NRI Tahun 1945, Hirarki Perundang-undangan, Amandemen.ABSTRACT The Decrees of the People's Consultative Assembly (Tap MPR) have played a significant role in the constitutional history of Indonesia. However, following the amendments to the 1945 Constitution, their status has undergone a substantial shift, with Tap MPR no longer holding the highest legal authority and being removed from the hierarchy of legislation. This change has sparked controversy, particularly regarding the potential conflicts between pre-reform Tap MPR and the 1945 Constitution. Without a clear review mechanism, assessing the constitutionality of pre-reform Tap MPR remains challenging. This study proposes a constitutional review mechanism for Tap MPR, either through the Constitutional Court or a special process involving the MPR that reflects the people's will. The study also examines judicial review practices in other countries, such as the United States and Germany, to offer solutions for strengthening constitutional supremacy and ensuring legal certainty in Indonesia. Keywords: Tap MPR, Constitutional Review, UUD NRI Tahun 1945, Legislative Hierarchy, Amendments.
Pengaruh Pertengkaran Terhadap Tingkat Perceraian di Provinsi Jawa Barat Nugraha, Iman
Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana Vol. 5 No. 3 (2025): Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/diversityjournal.v5i3.21929

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh perselisihan atau pertengkaran yang berkelanjutan terhadap tingkat perceraian keluarga di Provinsi Jawa Barat. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisis statistik, penelitian ini menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara jumlah perceraian akibat pertengkaran dengan total angka perceraian di setiap kabupaten/kota. Nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,756 menunjukkan korelasi signifikan, yang berarti semakin tinggi intensitas pertengkaran rumah tangga, semakin meningkat pula angka perceraian. Hasil uji Spearman memperkuat konsistensi hubungan tersebut dalam skala peringkat, sedangkan analisis regresi linier menunjukkan bahwa variabel pertengkaran berkontribusi sebesar 57,1% terhadap variasi angka perceraian. Pola hubungan linier yang tampak pada “scatter plot” mengindikasikan bahwa konflik rumah tangga menjadi determinan penting dalam dinamika perceraian di Jawa Barat. Berdasarkan temuan ini, penelitian merekomendasikan penguatan program mediasi keluarga, konseling pranikah dan pascanikah, serta edukasi publik untuk mengurangi potensi perceraian. Selain itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat dalam membangun ketahanan keluarga. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengeksplorasi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan psikologis lainnya sebagai dasar perumusan kebijakan keluarga yang lebih komprehensif.