Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Melestarikan Tradisi Adat Istiadat Demi Terwujudnya Kerukunan Beragama di Indonesia di Tengah Arus Globalisasi Purbarini, Sofy Diah Ayu; Wardah, Zahrotul; Nugraha, Mochammad Nur Ilham; Diniyah, Maftukhatut; Tafsir, Tafsir; Ismail, Ismail; Hidayatullah, Ahmad Fauzan
Edugama: Jurnal Kependidikan dan Sosial Keagamaan Vol 8 No 2 (2022): Edugama: Jurnal Kependidikan dan Sosial Keagamaan, is published twice a year by t
Publisher : PASCASARJANA IAIN SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK BANGKA BELITUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/edugama.v8i1.2475

Abstract

There are several cases of religious harmony on the day of Chinese New Year celebrations due to the globalization factor that occurs in religious communities. Chinese New Year celebrations from time to time of course there are differences. During the old order, Chinese New Year could not be separated from the political dimension. During the New Order era, the ethnic Chinese experienced government restraints and set the Presidential Instruction. The Presidential Instruction states that all Chinese religious ceremonies, beliefs, and customs may be performed only in a family environment and in an enclosed room.. However, at this time Chinese New Year is celebrated with open shows, such as lion dance performances and others. Chinese Muslims still carry out Chinese New Year celebrations even though they have embraced Islam. Thus they do not lose their ethnic identity, even though they have embraced Islam. This Chinese New Year celebration is also carried out by the Japanese people, precisely in Yokohama. Therefore, this tradition is followed by Chinese Muslims, Chinese Protestants, Chinese Catholics and Chinese Confucians.
MAKNA TRADISI WEH-WEHAN DALAM PERSPEKTIF PERDAMAIAN BAGI MASYARAKAT KALIWUNGU, KENDAL Islahudin, Muhammad; Anshoriyah, Syamila Dina; Hidayatullah, Ahmad Fauzan; Taufiq, Thiyas Tono; Rahman, Luthfi; Tafsir, Tafsir; Rejeki, Sri; Sukendar, Sukendar; Azizah, Miftakhul
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol 18, No 2 (2022): JURNAL STUDI AGAMA DAN MASYARAKAT
Publisher : IAIN Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/jsam.v18i2.3605

Abstract

Tradisi weh-wehan merupakan tradisi dalam memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Weh-wehan memiliki arti memberi atau menengok orang yang lebih tua. Tradisi ini merupakan tradisi turun termuru yang dilestarikan oleh masyarakat Kaliwungu, Kabupaten Kendal sebagai tradisi untuk saling bertukar makan dan memberi antar sesama. Tradisi Weh-wehan bagi masyarakat Kaliwungu telah dilakukan sejak zaman Walisongo hingga sekarang ini. Tradisi ini konon dipelopori oleh salah satu Kyai Guru, yakni ulama utusan yang berasal dari Kerajaan Mataram. Adapun proses terjadinya tradisi ini memiliki dua rangkaian acara yakni persiapan dan pelaksanaan. Tradisi ini juga memiliki makanan khas weh-wehan yaitu sumpil. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan perdamaian dan budaya.  Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna tradisi weh-wehan bagi masyarakat adalah memiliki nilai sosial, saling menghormati, dan kedermawanan. Selain itu, tradisi weh-wehan juga terdapat unsur shadaqah dan saling tolong menolong antar sesama. Kemudian pengaruh tradisi weh-wehan sangatlah penting, salah satunya adalah unsur perdamaian. Dengan adanya tradisi weh-wehan tersebut adalah memiliki pengaruh positif bagi masyarakat, yakni rasa saling menghargai dan bersosial tinggi untuk mewujudkan perdamaian bagi masyarakat melalui kebudayaan lokal.