Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam

KONSEP TALAK: Versus Situs www. darussalaf.or.id dan Undang- Undang Perkawinan di Indonesia Fakhria, Sheila
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 7 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ahwal.2014.07104

Abstract

This paper discusses divorce in the Internet by focusing on the study of Islam is one of the sites www.darussalaf.or.id. An active site that publishes material and also Islamic marriage law required communities, one divorce. On site www. darussalaf.or.id explained that divorce is the husband full rights in conditions of legal age, intelligent, mumayyiz who understand what it does. In addition, the site also explains that a wife is not allowed to ask for divorce without reason Sharai, otherwise the wife is allowed to ask to split up with her husband on the grounds Sharai them if she hates moral ugliness, religion, husband’s physical, and worried not be able to enforce the rights that are required fulfilled when her husband live with her. Therefore, it is necessary to study the extent to which the relevance of the concept of the validity of a divorce between sites www.darussalaf.or.id and marriage laws in Indonesia.[Tulisan ini membahas tentang talak dalam internet dengan memfokuskan kajian pada salah satu situs islam yaitu www.darussalaf.or.id. Sebuah situs yang aktif mempublikasikan materi keislaman dan juga hukum perkawinan yang dibutuhkan masyarakat, salah satunya talak. Pada situs www.darussalaf.or.id dijelaskan bahwa talak merupakan hak sepenuhnya suami yang dalam kondisibaligh, berakal, mumayyiz yang mengerti dengan apa yang dilakukan. Selain itu, situs ini juga menjelaskan bahwa seorang istri tidak diperkenankan meminta cerai tanpa alasan yang syar’i, sebaliknya seorang istri diperbolehkan meminta untuk berpisah dengan suaminya dengan alasan syar’i diantaranya jika dia membenci kejelekan akhlak, agama, atau fisik suaminya, serta khawatir tidak mampu menegakkan hak-hak suaminya yang wajib ditunaikannya ketika hidup bersamanya. Oleh karena itu perlu dikaji tentang sejauh mana relevansi konsep keabsahan talak antara situs www.darussalaf.or.id dan undang-undang perkawinan di Indonesia.]
MENYOAL LEGALITAS NIKAH SIRRI (ANALISIS METODE ISTIṢLĀḤIYYAH) Fakhria, Sheila
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ahwal.2016.09204

Abstract

Siri marriage (unregistered marriage) is the one that has met the terms and pillars that have been established by the Islamic law and have been strengthened by the opinion of the classical Moslem scholars. Siri marriage is no longer able to achieve the function of the Islamic pillarsand terms of marriage, especially the witnesses of marriage, which aims to announce a marriage as a guarantee of the rights for the bride, the bride's family and the society. The consideration of siri marriage today is the benefits. This article confirms that marriage registration is a large-scale of the witness's position to achieve the objective of the witness to the society. Thus, marriage is no longer only performed as the terms and pillars that are established by the Moslem scholars, but it also involves the state in order to guarantee the rights of the parties concerned in order to achieve the aim of marriage that is sakinah, mawaddah and raḥmah. This article discusses the effort to re-examine the existence of the siri marriage in the perspective of one methodology of the principles of Islamic jurisprudence that is the method of istislahiah reasoning.[Nikah sirri merupakan pernikahan yang telah memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh hukum Islam serta dikuatkan oleh pendapat ulama klasik. Nikah sirri tidak lagi mampu untuk mencapai fungsi dari rukun dan syarat perkawinan terutama saksi yang bertujuan untuk mengumumkan perkawinan sebagai penjaminan hak bagi mempelai, keluarga mempelai serta masyarakat. Pertimbangan nikah siri pada masa sekarang adalah kemaslahatan. Artikel ini menegaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan skala besar dari kedudukan saksi untuk mencapai tujuan saksi pada masyarakat. Dengan demikian, pernikahan tidak lagi hanya dilaksanakan sebagaimana syarat dan rukun yang ditetapkan oleh ulama akan tetapi juga melibatkan negara demi menjamin hak-hak pihak yang berkaitan demi mencapat tujuan perkawinan yaitu sakinah, mawaddah dan raḥmah. Artikel ini membahas tentang upaya menelaah kembali eksistensi nikah sirri dalam sudut pandang salah satu metodologi usul fikih yaitu metode penalaran istislahiah.]
PEGAWAI PENCATAT NIKAH DAN KONSERVATISME FIKIH KELUARGA: Pelaksanaan Perkawinan Wanita Hamil di Kantor Urusan Agama Kabupaten Kediri Fakhria, Sheila
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 13 No. 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ahwal.2020.13204

Abstract

Kompilasi Hukum Islam (KHI) regulates that the pregnant women can only be married by the men who got her pregnant. At the some time, some schools of Islamic jurisprudence, particularly Hanafite, allows the women to marry with other men. This paper discuss about the implementation of the marriage of pregnant women in the Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama/KUA) and how the authorities understand the regulations by focusing on 5 districts of Kediri. This paper explains the attitude of law enforcer (marriage registrars) in determining the law reference in the case of pregnant women marriage. This paper found that the marriage registrars of these KUAs argued that pregnant women could be married by men who did not impregnate her. This indicates that marriage registrars in Kediri had a preferece to refer to classical Islamic Jurisprudence (fiqh) rather then state law (KHI). Sociological factors such as the pesantren environment and the influence of kyai as religious authority lead to this stand.Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur bahwa perempuan hamil hanya dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Sementara itu, mazhab Hanafi membolehkan perempuan tersebut dinikahkan dengan laki-laki lain. Tulisan ini mengkaji pelaksanaan pernikahan wanita hamil pada Kantor Urusan Agama (KUA) di lima kecamatan yang ada di Kabupaten Kediri. Artikel ini menjelaskan bahwa para pegawai pencatat nikah (PPN) yang ada di lima kecamatan tersebut lebih memilih untuk merujuk pada fiqh klasik, Mazhab Hanafi, dalam pelaksanaan pernikahan wanita hamil. Mereka berpendapat bahwa wanita hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Alasan sosiologis seperti tradisi pesantren dan pengaruh kyai menjadi alasan penting munculnya sikap seperti ini.