Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL UNTUK PROMOSI DIRI NOTARIS SECARA SENGAJA ATAU TIDAK SENGAJA Handyani, Amita Fayzia; Priandhini, Liza
JURNAL DARMA AGUNG Vol 32 No 4 (2024): AGUSTUS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v32i4.4513

Abstract

Notaris merupakan pejabat yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dan negara untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, namun bukan pegawai negeri. Jabatan Notaris mempunyai peraturan tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris atau UUJN, serta Kode Etik Notaris yang dibentuk oleh perkumpulan. Fungsi Kode Etik untuk mengatur perilaku secara normatif, sehingga Notaris dapat berperilaku secara baik dan benar dalam menjalankan jabatannya. Salah satu ketentuan yang ditujukan adalah Pasal 4 ayat (3) Kode Etik Notaris tentang larangan promosi, tujuannya agar Notaris menjalankan jabatannya secara hati-hati dan jujur, amanah, disiplin, serta memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang. Jenis penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil pembahasan menunjukkan bagaimana akibat hukum dari dilakukannya promosi diri oleh Notaris yang melanggar ketentuan yang melekat pada dirinya.
PERAN AKTA NOTARIS DALAM PENCAIRAN TABUNGAN BANK MILIK NASABAH MENINGGAL DUNIA OLEH AHLI WARIS Gia Anjani, Risa; Priandhini, Liza
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 11 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v10i11.2023.4969-4978

Abstract

Penelitian ini menganalisis permasalahan yang dialami oleh ahli waris terhadap penolakan alat bukti keterangan waris dalam pencairan rekening bank milik nasabah yang meninggal dunia. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus tersebut, pihak bank menolak dokumen persyaratan dari ahli waris karena ahli waris melampirkan Surat Keterangan Waris, baik yang dibuat dihadapan Kepala Desa/Lurah dan Camat ataupun Notaris. Pengajuan pencairan tabungan bank harus dilengkapi dengan dokumen alat bukti keterangan waris. Surat Keterangan Waris merupakan alat bukti yang memiliki kedudukan sebagai surat dibawah tangan. Surat dibawah tangan bukanlah alat bukti yang otentik sehingga kebenaran terhadap isi alat bukti tersebut tidak dapat dijamin kebenarannya. Ahli waris dapat membuat Akta Keterangan Waris dihadapan Notaris, namun apabila ahli waris sudah membuat Surat Keterangan Waris terlebih dahulu, baik yang dibuat dihadapan Kepala Desa/Lurah dan Camat ataupun Notaris. Dengan berlandaskan surat tersebut, ahli waris dapat menghadap Notaris untuk membuat akta otentik berupa Akta Penegasan Keterangan Mewaris. Diterimanya dokumen Akta Penegasan Keterangan Mewaris oleh pihak bank, menunjukkan bahwa akta otentik memiliki kedudukan tertinggi dalam hal pembuktian, oleh karena isi dari akta tersebut dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip kehati-hatian yang dijalankan oleh pihak bank, untuk menghindari adanya kesalahan dalam menyarahkan harta warisan yang disimpannya kepada pihak yang tidak berwenang.
Analisis Hukum Kebatalan Perkawinan Karena Adanya Poligami Tanpa Izin Berdasarkan Perundangan Perdata di Indonesia Zahara, Dwi Shinta; Priandhini, Liza
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 5 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i5.4675

Abstract

Penelitian ini mengkaji dan menganalisis tentang Hukum Kebatalan Perkawinan Karena Adanya Poligami Tanpa Izin Berdasarkan Perundangan Perdata di Indonesia. Dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menelaah ketentuan-ketentuan hukum yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan serta putusan pengadilan terkait poligami, serta implikasi hukum dari perkawinan yang tidak sah. Perkawinan merupakan institusi yang diatur secara ketat dalam hukum perdata Indonesia, termasuk mengenai praktik poligami, berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, poligami diperbolehkan dengan persyaratan tertentu, salah satunya adalah adanya izin dari pengadilan yang didasarkan pada persetujuan istri. Namun, seringkali poligami dilakukan tanpa memenuhi persyaratan hukum tersebut, yang berpotensi menimbulkan persoalan hukum terkait kebatalan perkawinan. Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis kebatalan perkawinan yang terjadi akibat poligami tanpa izin berdasarkan perundangan yang berlaku di Indonesia. bahwa poligami tanpa izin pengadilan dapat berakibat pada pembatalan perkawinan, yang pada gilirannya berdampak pada status hukum para pihak, termasuk hak waris dan hak asuh anak.
Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Tanda Bukti Ahli Waris Pada Peralihan Hak Milik Atas Kapal Pratama, Radhyca Nanda; Priandhini, Liza
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 6 No. 1 (2023): APRIL
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v6i1.6418

Abstract

The purpose of this study is to determine the authority of a Notary in making proof of transfer of ownership rights to a ship due to inheritance. Ships in the legal context have characteristics and are classified as material rights. In this regard, according to and in line with the principles in the law, objects can be transferred. However, in the transfer of ownership rights to ships that need to be underlined are ships that have been registered and recorded in the Indonesian ship register as evidenced by proof of grosse ownership of the ship registration deed. As for the problem in the transfer of ownership rights to ships due to inheritance in the provisions of the Regulation of the Minister of Transportation of the Republic of Indonesia Number 39 of 2017 concerning Registration and Nationality of Ships, it is only limited to documents determining inheritance from the Court so that in inheritance law practice, especially to make evidence as an heir also involves the role of Notary. The method of writing this article uses normative juridical research. Characteristics of acquiring ownership of a ship can be done in two ways, first through registration of the ship to the Registry Officer and Registrar of the Transfer of the Name of the Ship. Second, through the transfer of ownership rights to the ship, moreover it can also be transferred through inheritance according to law or according to a will. The position of the Notary's role in the transfer of ownership rights to the ship due to inheritance actually has the authority to make a certificate of inheritance even though this authority is traced in other laws and regulations. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kewenangan Notaris dalam pembuatan tanda bukti peralihan hak milik atas kapal karena pewarisan. Kapal dalam konteks hukum memiliki karakteristik dan tergolong sebagai hak kebendaan. Sehubungan hal tersebut sesuai dan selaras dengan prinsip dalam hukum benda dapat dialihkan. Akan tetapi dalam peralihan hak milik atas kapal yang perlu di garis bawahi adalah kapal yang telah terdaftar dan tercatat dalam daftar kapal Indonesia yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan grosse akta pendaftaran kapal.  Adapun yang menjadi persoalan dalam peralihan hak milik atas kapal karena pewarisan dalam ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal hanya dibatasi dengan dokumen penetapan waris dari Pengadilan sehingga dalam praktek hukum kewarisan, khususnya untuk membuat tanda bukti sebagai ahli waris juga melibatkan peran Notaris. Metode penulisan artikel ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Karakteristik perolehan hak milik atas kapal dapat dilakukan dengan dua acara, pertama melalui pendaftaran kapal kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal. Kedua, melalui peralihan hak milik atas kapal, terlebih dapat juga dialihkan melalui pewarisan menurut undang-undang maupun menurut wasiat. Kedudukan peran Notaris dalam peralihan hak milik atas kapal karena pewarisan sejatinya memiliki kewenangan untuk membuat surat keterangan waris meskipun kewenangan tersebut terlacak dalam peraturan perundang-undangan lainnya.  
Pewarisan Secara Lompat Tangan (Fidei Commissaire) Kepada Cucu Firdasari, Ardella; Priandhini, Liza
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 6 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (September - Oktober 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i6.2254

Abstract

Akta wasiat termasuk dalam akta notaris yang perlu diperhatikan dalam pembuatannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan khususnya di dalam bidang waris. Pewarisan merupakan suatu perpindahan harta dan juga termasuk kewajiban dari pewaris kepada ahli warisnya yang mana pewarisan dapat terjadi berdasarkan Undang-Undang maupun terjadi karena adanya suatu testament atau wasiat. Wasiat dapat dibuat selama tidak menyalahi aturan yang diatur sebagaimana yang ada dalam KUHPerdata sebagai dasar dari aturan dan larangan mengenai pembuatan suatu wasiat. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat adalah bagaimana wasiat mengenai pewarisan lompat tangan yang ditujukan langsung kepada cucu dikaitkan dengan konsep fidei commis. Guna menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian normatif dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini adalah bahwa Fidei commis meskipun merupakan suatu hal yang dilarang, tetapi dalam hal fidei commis atau pewarisan lompat tangan kepada cucu adalah suatu pewarisan lompat tangan yang diperbolehkan. Namun pewarisan kepada cucu bisa dilaksanakan apabila tidak adanya anak atau ahli waris dari si pewaris yang bisa diangkat sebagai pihak ketiga sebagaimana pengecualian yang pertama yaitu fidei commis de residuo.
Legal Implications On Credit Agreements For Couple And Wife In Marriage Agreements After Marriage Chairunissa, Adessya Thalia; Priandhini, Liza
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 21 No. 1 (2022): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v21i1.2402

Abstract

A marriage that is legally carried out by husband and wife will have legal consequences for both parties that have an impact on the legal relationship between the two, including property in marriage. In this case, the Civil Code and the Marriage Law recognize the concept of "Marriage Agreements" to regulate the management and use of assets in marriage, whether they are inherited or joint assets. A marriage agreement made by a husband and wife is binding on both parties who made it and will apply to a third party as long as the party is involved. The problem in this study is how the legal implications of post-marital marriage agreements affect credit agreements made by married couples and the legal consequences of post-marital credit agreements on guarantees given by husband and wife to the bank. Based on this research, it can be concluded that: (1) The legal implications of post-marital marriage agreements on credit agreements made by married couples depend on the registration of the marriage agreement. If the marriage agreement is not registered, it will not affect the credit agreement. However, if the agreement is registered, it will have a significant impact on the legal standing of the debtor, the certainty of debt guarantees, and legal protection for the bank. In essence, the debtor cannot be written off in a credit agreement solely because a marriage agreement is made. (2) If a husband and wife bind themselves in a credit agreement, the guarantee provided can be in the form of joint assets they have. If the assets are still insufficient to pay off the debt, the bank can take legal action in the form of Actio Paulina.
Benefits of Establishing a Land Bank for Development in Indonesia Raihan, Dinda; Priandhini, Liza
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 21 No. 1 (2022): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v21i1.2626

Abstract

As mandated by Law Number 11 of 2020 on Job Creation, on 29 April 2021 the Indonesian government has enacted Government Regulation Number 64 of 2021 on Land Bank Agency (“GR No. 24/2021”). Land Bank Agency is a special agency called sui generis, formed as a transparent, accountable and non-profit Indonesian legal entity that is established by the central government to be autonomous and independent and is given rights to exercise part of the government authority to manage lands.  The Indonesian constitution has provided clear regulations regarding lands in Indonesia under Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which asserts that the power given to the earth, water and natural resources contained therein rests with the state. The state must regulate its ownership and its use. The objective of such stipulation is that all land in its entirety in the territory of the Indonesian nation’s sovereignty is used for the greatest prosperity of the people. The Indonesian government hopes that the establishment of the Land Bank Agency will ensure the availability of land for all society groups from the Indonesian people to foreign investors in the field of public interest, social interest and national development to create a fair economy. The Land Bank Agency is viewed to expedite the process in seeking lands for public interest. This article aims to give light on the function of Land Bank for national growth and public interest.
PERAN AKTA NOTARIS DALAM PENCAIRAN TABUNGAN BANK MILIK NASABAH MENINGGAL DUNIA OLEH AHLI WARIS Gia Anjani, Risa; Priandhini, Liza
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 11 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v10i11.2023.4969-4978

Abstract

Penelitian ini menganalisis permasalahan yang dialami oleh ahli waris terhadap penolakan alat bukti keterangan waris dalam pencairan rekening bank milik nasabah yang meninggal dunia. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus tersebut, pihak bank menolak dokumen persyaratan dari ahli waris karena ahli waris melampirkan Surat Keterangan Waris, baik yang dibuat dihadapan Kepala Desa/Lurah dan Camat ataupun Notaris. Pengajuan pencairan tabungan bank harus dilengkapi dengan dokumen alat bukti keterangan waris. Surat Keterangan Waris merupakan alat bukti yang memiliki kedudukan sebagai surat dibawah tangan. Surat dibawah tangan bukanlah alat bukti yang otentik sehingga kebenaran terhadap isi alat bukti tersebut tidak dapat dijamin kebenarannya. Ahli waris dapat membuat Akta Keterangan Waris dihadapan Notaris, namun apabila ahli waris sudah membuat Surat Keterangan Waris terlebih dahulu, baik yang dibuat dihadapan Kepala Desa/Lurah dan Camat ataupun Notaris. Dengan berlandaskan surat tersebut, ahli waris dapat menghadap Notaris untuk membuat akta otentik berupa Akta Penegasan Keterangan Mewaris. Diterimanya dokumen Akta Penegasan Keterangan Mewaris oleh pihak bank, menunjukkan bahwa akta otentik memiliki kedudukan tertinggi dalam hal pembuktian, oleh karena isi dari akta tersebut dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip kehati-hatian yang dijalankan oleh pihak bank, untuk menghindari adanya kesalahan dalam menyarahkan harta warisan yang disimpannya kepada pihak yang tidak berwenang.