Keamanan pangan dan kualitas daging adalah faktor penting yang memengaruhi kesehatan pelanggan. Degradasi biologis yang terjadi pada daging sapi selama penyimpanan menghasilkan senyawa volatil organik seperti amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), dan berbagai jenis VOC lainnya, yang dapat digunakan sebagai pengukur tingkat pembusukan. Metode inspeksi konvensional, seperti uji organoleptik, kimiawi, dan mikrobiologi, masih memiliki kekurangan karena bersifat subjektif, destruktif, membutuhkan waktu lama, dan memerlukan fasilitas laboratorium khusus. Elektronik Nose (E-nose) berbasis sensor MOS telah menjadi solusi yang lebih cepat dan non-destruktif. Namun, belum banyak penelitian yang melakukan uji ketahanan E-nose terhadap kontaminasi silang yang berubah-ubah dalam kondisi penyimpanan nyata. Penelitian ini mengevaluasi ketahanan E-nose berbasis sensor MQ-137, MQ-136, dan TGS2602 untuk mengidentifikasi kualitas daging sapi dengan menggunakan algoritma Probabilistic Neural Network (PNN). Pengujian dilakukan pada kondisi terkontrol dan skenario interferensi volatil, dengan jarak antara sampel segar dan busuk 25-100 cm. Model PNN menunjukkan akurasi 100% pada kondisi tanpa gangguan. Namun, pengujian pada kondisi prediksi sampel daging segar dengan jarak interferensi sampel daging busuk ≤50 cm, menyebabkan false positive dan penurunan akurasi menjadi 66,7%, artinya pola aroma sampel segar berubah karena difusi volatil pembusukan. Sebaliknya, prediksi sampel busuk tetap stabil di seluruh jarak pengujian. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi volatil di lingkungan sekitar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keandalan E-nose dan jarak lebih dari 50 cm dapat dijadikan batas operasional untuk menghindari interferensi silang. Temuan ini dapat membantu dalam pengembangan sistem inspeksi mutu daging yang portable, cepat, dan andal untuk aplikasi keamanan pangan.