Dyah Ayu Anggraheni Ikaningtyas
Universitas Negeri Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Gambaran Kepentingan Politik Kelompok Komunis di Indonesia:Pemogokan Buruh di Delanggu 1948 Dyah Ayu Anggraheni Ikaningtyas *
SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol 10, No 1 (2013): SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
Publisher : Yogyakarta State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.357 KB) | DOI: 10.21831/socia.v10i1.5337

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai pemogokan buruh di Delanggu tahun 1948 dan membahas sikap pemerintah dengan adanya pemogokan buruh di Delanggu. Metode penelitian sejarah dengan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan penulisan. Sumber penelitian berupa arsip kepolisian koleksi Arsip Nasional Indonesia, Encyclopedie van Nederlansch-Indië, serta buku penunjang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemogokan buruh di Delanggu berkaitan dengan adanya pergerakan partai komunis, tidak hanya semata-semata persoalan perut kaum buruh. Kekecewaan kelompok komunis terhadap pemerintah Indonesia, dengan memobilisasi kaum buruh untuk melakukan aksi pemogokan. Aksi ini menambah suasana panas suhu politik kala itu. Pemogokkan di Delanggu menjadikan terbengkalainya perkebunan rosella dan kapas yang mensuplai bahan baku pembuatan karung goni. Gerakan yang ternyata juga bermuatan politik dari komunis ini mengakibatkan kerugian bagi pabrik karung goni tentu saja juga merugikan negara, karena pabrik karung goni Delanggu diambil alih pemerintah RI setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kata kunci: Buruh, Pemogokkan, Delanggu
ZUIKER ONDERNEMING DI KABUPATEN KLATEN1870-1942: PENGARUHNYA DALAM BIDANG SOSIAL DAN EKONOMI Ririn Darini; Dyah Ayu Anggraheni Ikaningtyas; Mudji Hartono
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.961 KB) | DOI: 10.21831/moz.v10i1.28770

Abstract

Penelitian ini ingin melihat awal masuknya pemodal-pemodal swasta ke Hindia-Belanda, yang tentunya juga memiliki andil dengan masuknya banyak perusahaan swasta di Indonesia saat ini. Agrarische Wet (1870) merupakan tonggak awal masuknya pemodal-pemodal asing ke Hindia-Belanda. Pemodal asing ini adalah pemilik perusahaan-perusahaan swasta di Hindia-Belanda, termasuk di Klaten. Pembukaan perusahaan-perusahaan perkebunan menyebabkan pembangunan sarana transportasi, kereta api; adanya kriminalitas; ppenyerapan tenaga kerja masyarakat pribumi dan juga mengakibatkan adanya monetisasi atau peredaran uang di kalangang pribumi.
RIJSTTAFEL DI JAWA MASA KOLONIAL BELANDA (1900-1942) Fadilla Putri Nurlitasari; Dyah Ayu Anggraheni Ikaningtyas
KRONIK : Journal of History Education and Historiography Vol 6 No 2 (2022): Desember
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.852 KB)

Abstract

Current culinary developments can’t be separated from culinary history itself. One of the culinary developments during the Dutch colonial period was the existence of Rijsttafel. Rijsttafel is the result of the acculturation of two cultures, namely Indigenous culture and European culture. Rijsttafel is unique because it is the result of two very distinct cultures. Until now, we can still find rijsttafel dishes in restaurants or homes, even though they are not as popular as they used to be. This study aims to determine the role of nyai in the development of rijsttafel. Apart from that, it is also to study the etiquette in the risjttafel. The method used is the historical method which includes 4 stages, heuristics (source gathering), source criticism, source interpretation, and finally historiography (history writing). The results of this paper show that the role of nyai in cultural acculturation is very large, especially in the context of rijsttafel. Nyai play an active role in the household where this culinary cultural exchange takes place. Rijsttafel itself has also experienced significant development so that it can attract the attention of tourists which is the main attraction of the Dutch East Indies. It should also be noted that in rijsttafel dishes there are some etiquette differences with ordinary indigenous dishes. From this paper it can be seen that Europe not only had a bad impact on the Dutch East Indies, but also had a good impact. This good impact is manifested by the existence of the rijsttafel dish which introduces the indigenous people to the processing of dishes and modern cooking utensils.