Articles
IMAMAT DAN KENABIAN
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol 12 No 1 (2015): Januari 2015
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v12i1.861
Pada hakekatnya imamat tidak bisa dipisahkan dari kenabian. Hal ini sangat jelas untuk para bapak Konsili Vatikan II yang diungkapkan dalam Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam: “ Tuhan Yesus, ‘yang oleh Bapa dikuduskan dan diutus ke dunia’ (Yoh 10: 36) mengikutsertakan seluruh Tubuh mistik-Nya dalam pengurapan Roh yang diterima-Nya sendiri†(PO, 2). Dengan kata lain, sudah sejak awal mula, dalam “benak Allahâ€, kesatuan itu ada dan harus dijaga dan dipertahankan. Dalam perjalanan Sejarah Keselamatan hal ini tidak langsung jelas, dibutuhkan proses yang panjang untuk sampai pada pemahaman yang benar. Hal itu nampak dari pemahaman tentang peran dan makna nabi dan imam dalam Perjanjian Lama sampai dengan paham dan praktek Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II.
MENGENANGKAN DEKRIT PERFECTAE CARITATIS TENTANG PEMBAHARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP RELIGIUS
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol 12 No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v12i2.866
Yesus Kristus adalah pusat sejarah keselamatan, Dia juga puncaknya. Gereja berada dalam fase “inter tempora†, antara kedatangan pertama (Parousia I) dan yang kedua (Parousia II). Gereja “ada dalam dan bersama duniaâ€, tetapi sekaligus “tidak berasal dari†dunia. Keberadaan Gereja dalam sejarah manusia dan dunia, yang juga diyakini merupakan bagian dari sejarah keselamatan, menyadarkan Gereja akan “keduniawianâ€-nya. Kesadaran ini mendorong Gereja untuk mengadakan pertobatan dan pembaharuan diri. Dalam alur pemikiran ini Gereja dilihat bukan lagi sesuatu yang sempurna dan tetap mampu menjadi jawaban untuk manusia dalam setiap zaman. Sebaliknya, Gereja harus selalu memperbaharui diri supaya tetap aktual dan efektif dalam mewahyukan Allah dan menghadirkan Kerajaan-Nya di tengah manusia dan dunia yang menyejarah dan selalu mengalami perubahan. Gereja ada untuk misi perutusan, yakni demi keselamatan manusia dan dunia. Dari terminologi Yunani yang digunakan untuk menggambarkan Gereja, fungsi utama atau untuk apa Gereja ada menjadi sangat jelas. Kata yang dipakai ialah ekklesia (ek-kaleo) yang berarti “dipanggil keluar untuk berkumpulâ€. Panggilan ini bertujuan bukan demi Gereja sendiri tetapi demi misi perutusan. Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri tetapi demi pelayanan umat manusia dan untuk membawa kabar keselamatan bagi seluruh dunia.
CUR VERBUM CAPAX HOMINIS: Alasan Inkarnasi Sabda menurut St. Thomas Aquinas (1225-1274)
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol. 6 No. 2 (2008): Juni 2008
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v6i2.1834
The absolute, infinite and holy God wants in the freedom of His love to communicate Himself to the world. This God’s self-communication has a history and subject. All christians believe that Jesus Christ is the supreme self-communication of God which takes place in the Incarnation. This is the central mystery of Christianity: the Triune God is made known to the world in Jesus Christ, the Second Person of the Trinity. He is the incarnate Logos of God. The doctrine of the incarnate Logos or the self-communication of God in the Second Person of the Trinity has generated many discussions and debates among Christians and Theologians, especially in the scholastic period: Cur Deus homo? Cur Verbum capax hominis? The answers given are based on biblical revelation (doctrine) or merely on human speculation (theologumenon). Thomas Aquinas is one of the great important figures on this debate.
PENGALAMAN UMAT KATOLIK DI KEUSKUPAN PADANG AKAN BELAS KASIH ALLAH DALAM SAKRAMEN TOBAT
Donobakti , Yohanes Anjar;
Bancin, Thery Cholma;
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol. 21 No. 1 (2024): Januari 2024
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v21i1.3422
Sejak semula, Allah telah mewahyukan Diri-Nya sebagai Allah yang penuh belas kasih. Belas kasih Allah itu terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus. Karya dan pelayanan belas kasih Allah dalam diri Yesus situ dilanjutkan oleh Gereja, terutama lewat Sakramen Tobat. Sebab, sama seperti Yesus telah mengutus para rasul, demikian juga Gereja diutus untuk mewartakan belas kasih Allah kepada dunia. Hal ini terjadi agar dunia dapat merasakan belas kasih Allah secara nyata. Sakramen Tobat adalah salah satu bentuk pelayanan Gereja agar umat beriman dapat memahami dan mengalami belas kasih Allah. Dalam sakramen ini, belas kasih Allah terungkap lewat pendamaian dan pengampunan dosa. Dengan adanya pendamaian dan pengampunan dosa, manusia pun diterima kembali oleh Allah dengan seluruh keberadaan dirinya sebagai ungkapan nyata akan belas kasih Allah. Atas dasar inilah Gereja kembali menegaskan bahwa Sakramen Tobat tidak boleh dilaksanakan hanya sebagai kewajiban seremonial religius belaka. Sakramen ini juga menuntut adanya kesadaran dan niat tulus yang tumbuh dalam diri umat beriman untuk bertobat dan mengalami pengalaman spiritual akan hadirnya belas kasih Allah yang menyelamatkan dan membebaskan umat beriman dari situasi keberdosaannya. Perayaan sakramen ini hendaknya membawa umat beriman pada kesempatan untuk hidup lebih baik di hadapan Tuhan dan sesama.
IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ORDO SAUDARA DINA KONVENTUAL PADA PEMBINAAN DI BIARA SANTO BONAVENTURA-PEMATANGSIANTAR
Purba, Asrot;
Sinaga, Raidin;
Gustardi, Aurelius
LOGOS Vol. 22 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v22i1.4474
The essence of formation is the call to follow Christ and His gospel. Formation for priesthood and member of Consecrated Life must be orientated towards identification with Christ. This identification is confirmed by faith as one's personal encounter with Christ and is lived out as a call to a life of constant repentance. Formation really means a willingness to learn by doing what God says. The ultimate formator is God Himself. God is the only unique first in the life of a religious. Formation in the Saint Bonaventure Abbey takes the form of a universal pattern of religious life with the prevailing dimensions of formation (human, spiritual, intellectual, and pastoral). These dimensions of formation also be elaborated with the application of the order's charism. The application of the order's charism is contained in the educational principles applied in formation, namely: Education is the work of the Trinity, the likeness of Christ, and the cultivation of basic Franciscan values. These dimensions of formation and these educational principles form the formandi’s identity.
IMAMAT DAN KENABIAN
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol 12 No 1 (2015): Januari 2015
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v12i1.861
Pada hakekatnya imamat tidak bisa dipisahkan dari kenabian. Hal ini sangat jelas untuk para bapak Konsili Vatikan II yang diungkapkan dalam Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam: “ Tuhan Yesus, ‘yang oleh Bapa dikuduskan dan diutus ke dunia’ (Yoh 10: 36) mengikutsertakan seluruh Tubuh mistik-Nya dalam pengurapan Roh yang diterima-Nya sendiri†(PO, 2). Dengan kata lain, sudah sejak awal mula, dalam “benak Allahâ€, kesatuan itu ada dan harus dijaga dan dipertahankan. Dalam perjalanan Sejarah Keselamatan hal ini tidak langsung jelas, dibutuhkan proses yang panjang untuk sampai pada pemahaman yang benar. Hal itu nampak dari pemahaman tentang peran dan makna nabi dan imam dalam Perjanjian Lama sampai dengan paham dan praktek Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II.
MENGENANGKAN DEKRIT PERFECTAE CARITATIS TENTANG PEMBAHARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP RELIGIUS
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol 12 No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v12i2.866
Yesus Kristus adalah pusat sejarah keselamatan, Dia juga puncaknya. Gereja berada dalam fase “inter tempora†, antara kedatangan pertama (Parousia I) dan yang kedua (Parousia II). Gereja “ada dalam dan bersama duniaâ€, tetapi sekaligus “tidak berasal dari†dunia. Keberadaan Gereja dalam sejarah manusia dan dunia, yang juga diyakini merupakan bagian dari sejarah keselamatan, menyadarkan Gereja akan “keduniawianâ€-nya. Kesadaran ini mendorong Gereja untuk mengadakan pertobatan dan pembaharuan diri. Dalam alur pemikiran ini Gereja dilihat bukan lagi sesuatu yang sempurna dan tetap mampu menjadi jawaban untuk manusia dalam setiap zaman. Sebaliknya, Gereja harus selalu memperbaharui diri supaya tetap aktual dan efektif dalam mewahyukan Allah dan menghadirkan Kerajaan-Nya di tengah manusia dan dunia yang menyejarah dan selalu mengalami perubahan. Gereja ada untuk misi perutusan, yakni demi keselamatan manusia dan dunia. Dari terminologi Yunani yang digunakan untuk menggambarkan Gereja, fungsi utama atau untuk apa Gereja ada menjadi sangat jelas. Kata yang dipakai ialah ekklesia (ek-kaleo) yang berarti “dipanggil keluar untuk berkumpulâ€. Panggilan ini bertujuan bukan demi Gereja sendiri tetapi demi misi perutusan. Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri tetapi demi pelayanan umat manusia dan untuk membawa kabar keselamatan bagi seluruh dunia.
CUR VERBUM CAPAX HOMINIS: Alasan Inkarnasi Sabda menurut St. Thomas Aquinas (1225-1274)
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol. 6 No. 2 (2008): Juni 2008
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v6i2.1834
The absolute, infinite and holy God wants in the freedom of His love to communicate Himself to the world. This God’s self-communication has a history and subject. All christians believe that Jesus Christ is the supreme self-communication of God which takes place in the Incarnation. This is the central mystery of Christianity: the Triune God is made known to the world in Jesus Christ, the Second Person of the Trinity. He is the incarnate Logos of God. The doctrine of the incarnate Logos or the self-communication of God in the Second Person of the Trinity has generated many discussions and debates among Christians and Theologians, especially in the scholastic period: Cur Deus homo? Cur Verbum capax hominis? The answers given are based on biblical revelation (doctrine) or merely on human speculation (theologumenon). Thomas Aquinas is one of the great important figures on this debate.
PENGALAMAN UMAT KATOLIK DI KEUSKUPAN PADANG AKAN BELAS KASIH ALLAH DALAM SAKRAMEN TOBAT
Donobakti , Yohanes Anjar;
Bancin, Thery Cholma;
Sinaga, Raidin
LOGOS Vol. 21 No. 1 (2024): Januari 2024
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v21i1.3422
Sejak semula, Allah telah mewahyukan Diri-Nya sebagai Allah yang penuh belas kasih. Belas kasih Allah itu terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus. Karya dan pelayanan belas kasih Allah dalam diri Yesus situ dilanjutkan oleh Gereja, terutama lewat Sakramen Tobat. Sebab, sama seperti Yesus telah mengutus para rasul, demikian juga Gereja diutus untuk mewartakan belas kasih Allah kepada dunia. Hal ini terjadi agar dunia dapat merasakan belas kasih Allah secara nyata. Sakramen Tobat adalah salah satu bentuk pelayanan Gereja agar umat beriman dapat memahami dan mengalami belas kasih Allah. Dalam sakramen ini, belas kasih Allah terungkap lewat pendamaian dan pengampunan dosa. Dengan adanya pendamaian dan pengampunan dosa, manusia pun diterima kembali oleh Allah dengan seluruh keberadaan dirinya sebagai ungkapan nyata akan belas kasih Allah. Atas dasar inilah Gereja kembali menegaskan bahwa Sakramen Tobat tidak boleh dilaksanakan hanya sebagai kewajiban seremonial religius belaka. Sakramen ini juga menuntut adanya kesadaran dan niat tulus yang tumbuh dalam diri umat beriman untuk bertobat dan mengalami pengalaman spiritual akan hadirnya belas kasih Allah yang menyelamatkan dan membebaskan umat beriman dari situasi keberdosaannya. Perayaan sakramen ini hendaknya membawa umat beriman pada kesempatan untuk hidup lebih baik di hadapan Tuhan dan sesama.
IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ORDO SAUDARA DINA KONVENTUAL PADA PEMBINAAN DI BIARA SANTO BONAVENTURA-PEMATANGSIANTAR
Purba, Asrot;
Sinaga, Raidin;
Gustardi, Aurelius
LOGOS Vol. 22 No. 1 (2025): Januari 2025
Publisher : UNIKA Santo Thomas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54367/logos.v22i1.4474
The essence of formation is the call to follow Christ and His gospel. Formation for priesthood and member of Consecrated Life must be orientated towards identification with Christ. This identification is confirmed by faith as one's personal encounter with Christ and is lived out as a call to a life of constant repentance. Formation really means a willingness to learn by doing what God says. The ultimate formator is God Himself. God is the only unique first in the life of a religious. Formation in the Saint Bonaventure Abbey takes the form of a universal pattern of religious life with the prevailing dimensions of formation (human, spiritual, intellectual, and pastoral). These dimensions of formation also be elaborated with the application of the order's charism. The application of the order's charism is contained in the educational principles applied in formation, namely: Education is the work of the Trinity, the likeness of Christ, and the cultivation of basic Franciscan values. These dimensions of formation and these educational principles form the formandi’s identity.