Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan manifestasi prinsip kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi Indonesia. Sejak diberlakukannya Pilkada langsung, terdapat berbagai dinamika yang mencerminkan pergeseran sistem hukum, politik, dan administrasi negara. Namun, praktik penyelenggaraan Pilkada tidak lepas dari berbagai persoalan, seperti politisasi birokrasi, money politics, minimnya akuntabilitas, hingga disharmoni kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Latar belakang inilah yang mendorong urgensi rekonstruksi Pilkada dalam kerangka sistem hukum nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelemahan sistem hukum yang mengatur Pilkada saat ini dan menawarkan model rekonstruksi yang lebih efektif, demokratis, dan sesuai dengan prinsip negara hukum. Melalui pendekatan yuridis-normatif dan analisis terhadap berbagai putusan Mahkamah Konstitusi serta praktik hukum Pilkada di lapangan, ditemukan bahwa sistem hukum Pilkada masih bersifat fragmentaris, dengan lemahnya jaminan terhadap integritas dan profesionalitas penyelenggara serta lemahnya mekanisme pengawasan. Temuan utama penelitian ini menunjukkan perlunya penyusunan ulang regulasi Pilkada yang menekankan pada keseragaman hukum, penguatan kelembagaan penyelenggara, serta pengembalian Pilkada ke dalam kerangka desain sistem ketatanegaraan yang menjamin prinsip checks and balances. Dengan demikian, rekonstruksi Pilkada bukan sekadar reformasi teknis, melainkan pembenahan menyeluruh terhadap sistem hukum pemilu lokal demi terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis dan berintegritas.