Era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) telah mengubah lanskap tata kelola pemerintahan, menuntut kapasitas adaptasi dan inovasi yang lebih tinggi, khususnya di daerah otonomi baru (DOB) yang menghadapi keterbatasan sumber daya dan infrastruktur kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan dan evaluasi implementasi digital governance dalam memperkuat kinerja pemerintahan DOB, sekaligus mengidentifikasi strategi kebijakan publik yang responsif terhadap dinamika ketidakpastian. Menggunakan pendekatan mixed methods, penelitian ini menggabungkan survei kuantitatif terhadap 250 responden aparatur sipil negara (ASN) dan perangkat daerah, serta wawancara mendalam dengan 20 pemangku kepentingan kunci di tiga DOB di Indonesia bagian timur. Data dianalisis menggunakan Partial Least Squares-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) untuk menguji hubungan antara kapasitas digital, kualitas layanan publik, dan kepercayaan masyarakat, serta analisis tematik untuk mengidentifikasi pola narasi kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi digital governance berpengaruh signifikan terhadap efisiensi layanan dan transparansi, namun efektivitasnya terhambat oleh rendahnya literasi digital, ketimpangan infrastruktur TIK, dan resistensi birokrasi. Analisis kualitatif mengungkap perlunya model tata kelola adaptif berbasis kolaborasi multiaktor, serta kebijakan yang mengintegrasikan pembangunan infrastruktur digital dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Temuan ini memperkuat urgensi reformulasi strategi kebijakan publik di DOB untuk mengatasi risiko era VUCA melalui inovasi tata kelola yang inklusif, responsif, dan berbasis teknologi. Studi ini memberikan kontribusi pada literatur kebijakan publik dan tata kelola digital di negara berkembang, serta menawarkan implikasi praktis bagi perumus kebijakan di tingkat pusat dan daerah. Kata kunci: Daerah Otonomi Baru, Era VUCA, Digital Governance, Kebijakan Publik, Reformulasi Strategi