Hukum Islam merupakan sistem yang dinamis dan adaptif dalam menjawab tantangan zaman. Salah satu pendekatan utama dalam memastikan relevansinya adalah Maqashid Syariah, yang berorientasi pada pencapaian kemaslahatan dan pencegahan kemudaratan. Ahmad ar-Raisuni, sebagai salah satu pemikir kontemporer terkemuka, mengembangkan konsep Maqashid Syariah dalam ijtihad dengan menekankan bahwa hukum Islam tidak boleh hanya berlandaskan pendekatan tekstual yang rigid, tetapi harus mempertimbangkan tujuan syariat secara lebih luas dan kontekstual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemikiran ar-Raisuni mengenai Maqashid Syariah dan ijtihad serta implikasinya dalam hukum Islam modern. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, penelitian ini mengkaji berbagai karya utama ar-Raisuni guna memahami metodologi yang ia kembangkan dalam pendekatan maqashid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ar-Raisuni membagi Maqashid Syariah ke dalam tiga tingkatan utama: daruriyyat (primer), hajiyyat (sekunder), dan tahsiniyyat (tersier). Ia menekankan pentingnya ijtihad maqashidi yang lebih fleksibel, kontekstual, dan berbasis maslahat. Selain itu, ia mengusulkan konsep ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) serta menekankan hubungan erat antara ijtihad dan tajdid (pembaruan hukum Islam). Implikasi pemikiran ar-Raisuni sangat luas, mencakup berbagai bidang seperti ekonomi Islam, hukum keluarga, dan kebijakan publik, di mana prinsip maqashid dapat menjadi dasar dalam perumusan hukum yang lebih adaptif dan berkeadilan. Dengan pendekatan ini, ar-Raisuni menawarkan paradigma baru dalam pembaruan hukum Islam yang lebih progresif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Pemikirannya menegaskan bahwa hukum Islam bukanlah sistem yang statis, melainkan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan maqashid dalam ijtihad dapat menjadi pedoman bagi para ulama dan akademisi dalam merumuskan hukum yang lebih inklusif dan maslahat bagi umat manusia.