Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Tinjauan POJK No. 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Shopee Pinjam Bagus Setya Puji Saputra; Muhammad Haris Abdul Hakim
PENG: Jurnal Ekonomi dan Manajemen Vol. 2 No. 2 (2025): Juli: Development Economics and Regular Economics
Publisher : Teewan Journal Solutions

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62710/9w6aqx34

Abstract

ABSTRACT Shopee Pinjam (SPinjam) is a technology-based loan service that provides easy access to financing for the public. However, this service needs to be reviewed from the perspective of applicable regulations, particularly the Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 77/POJK.01/2016 concerning Information Technology-Based Lending and Borrowing Services. This study aims to examine the compliance of Shopee Pinjam with the provisions set out in POJK No. 77/2016, focusing on aspects such as registration, transparency, consumer data protection, and ethical debt collection practices. The research employs a normative juridical approach to analyze relevant regulations, supported by secondary data from Shopee Pinjam policies and related literature. The findings reveal that Shopee Pinjam has fulfilled the requirements for registration and supervision by the Financial Services Authority (OJK). However, several challenges remain, including insufficient transparency regarding fees, inadequate consumer data protection, and limited user education. To enhance regulatory compliance, service providers are advised to improve the clarity of information and adopt more ethical debt collection methods. On the other hand, regulators are encouraged to strengthen oversight of fintech services. This study offers a valuable contribution by highlighting the importance of regulatory compliance for fintech services to establish a safer and more sustainable financial ecosystem.   Keywords: POJK No. 77 of 2016, Services, Shopee Loan.   ABSTRAK Shopee Pinjam (SPinjam) adalah sebuah layanan pinjaman berbasis teknologi yang menawarkan kemudahan akses pembiayaan bagi masyarakat. Meskipun demikian, layanan ini perlu ditinjau dari perspektif regulasi yang berlaku, terutama Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kepatuhan layanan Shopee Pinjam terhadap ketentuan yang diatur dalam POJK No. 77/2016, dengan fokus pada aspek pendaftaran, transparansi, perlindungan data konsumen, serta etika dalam penagihan. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis regulasi yang relevan, dilengkapi dengan data sekunder berupa kebijakan Shopee Pinjam dan literatur terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa Shopee Pinjam telah memenuhi kewajiban dalam hal pendaftaran dan pengawasan oleh OJK. Namun, beberapa tantangan masih dihadapi, seperti kurangnya transparansi terkait biaya, perlindungan data pribadi konsumen, serta edukasi kepada pengguna. Untuk memperkuat kepatuhan terhadap regulasi, penyelenggara layanan disarankan meningkatkan kejelasan informasi serta menerapkan metode penagihan yang lebih etis. Di sisi lain, regulator perlu meningkatkan pengawasan terhadap layanan fintech. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam menyoroti pentingnya kepatuhan regulasi bagi layanan fintech untuk menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman dan berkelanjutan.   Kata kunci: POJK No. 77 Tahun 2016, Layanan, Shoope Pinjam.
Transformasi Asas Hukum Perjanjian Konvensional melalui Integrasi Nilai-Nilai Syariah Muhammad Haris Abdul Hakim; Nur Aziz Muslim; Aminatur Rosidah
Jejak digital: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 1 No. 4 (2025): JULI
Publisher : INDO PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/sprg8r44

Abstract

Hukum perjanjian di Indonesia secara historis didasarkan pada prinsip-prinsip konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), seperti kebebasan berkontrak, konsensualisme, pacta sunt servanda, dan itikad baik. Namun, asas-asas tersebut sering kali belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai normatif dan etis yang hidup dalam masyarakat Indonesia, khususnya nilai-nilai syariah seperti keadilan (‘adl), kejujuran (sidq), keterbukaan (bayan), kerelaan sejati (tarāḍīn), amanah, serta larangan unsur haram (riba, gharar, dan maisir). Artikel ini bertujuan untuk menganalisis upaya transformasi asas-asas hukum perjanjian konvensional melalui integrasi nilai-nilai syariah dalam rangka membangun sistem hukum nasional yang lebih adil, etis, dan religius. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-yuridis dengan metode analisis konseptual dan komparatif terhadap doktrin hukum, regulasi perundang-undangan nasional, serta literatur fikih muamalah klasik dan kontemporer. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai syariah tidak hanya memperkaya dan memperdalam makna asas-asas hukum perjanjian, tetapi juga menghadirkan koreksi moral yang signifikan terhadap praktik kontraktual yang berpotensi eksploitatif. Dengan demikian, integrasi ini merupakan langkah strategis dalam pengembangan hukum kontrak yang responsif terhadap keadilan substansial dan nilai-nilai religius dalam masyarakat pluralistik seperti Indonesia.
Paradigma Ijtihad Maqashidi dalam Pemikiran Ahmad ar-Raisuni Aminatur Rosidah; A. Halil Thahir; Muhammad Haris Abdul Hakim
CARONG: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 2 No. 2 (2025): APRIL: Sosial Studies
Publisher : Universitas Serambi Mekkah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62710/vvakmy76

Abstract

Hukum Islam merupakan sistem yang dinamis dan adaptif dalam menjawab tantangan zaman. Salah satu pendekatan utama dalam memastikan relevansinya adalah Maqashid Syariah, yang berorientasi pada pencapaian kemaslahatan dan pencegahan kemudaratan. Ahmad ar-Raisuni, sebagai salah satu pemikir kontemporer terkemuka, mengembangkan konsep Maqashid Syariah dalam ijtihad dengan menekankan bahwa hukum Islam tidak boleh hanya berlandaskan pendekatan tekstual yang rigid, tetapi harus mempertimbangkan tujuan syariat secara lebih luas dan kontekstual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemikiran ar-Raisuni mengenai Maqashid Syariah dan ijtihad serta implikasinya dalam hukum Islam modern. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, penelitian ini mengkaji berbagai karya utama ar-Raisuni guna memahami metodologi yang ia kembangkan dalam pendekatan maqashid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ar-Raisuni membagi Maqashid Syariah ke dalam tiga tingkatan utama: daruriyyat (primer), hajiyyat (sekunder), dan tahsiniyyat (tersier). Ia menekankan pentingnya ijtihad maqashidi yang lebih fleksibel, kontekstual, dan berbasis maslahat. Selain itu, ia mengusulkan konsep ijtihad kolektif (ijtihad jama’i) serta menekankan hubungan erat antara ijtihad dan tajdid (pembaruan hukum Islam). Implikasi pemikiran ar-Raisuni sangat luas, mencakup berbagai bidang seperti ekonomi Islam, hukum keluarga, dan kebijakan publik, di mana prinsip maqashid dapat menjadi dasar dalam perumusan hukum yang lebih adaptif dan berkeadilan. Dengan pendekatan ini, ar-Raisuni menawarkan paradigma baru dalam pembaruan hukum Islam yang lebih progresif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Pemikirannya menegaskan bahwa hukum Islam bukanlah sistem yang statis, melainkan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan maqashid dalam ijtihad dapat menjadi pedoman bagi para ulama dan akademisi dalam merumuskan hukum yang lebih inklusif dan maslahat bagi umat manusia.
Relevansi Legalitas Akad Syariah dalam Mewujudkan Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi Islam Bagus Setya Puji Saputra; Muhammad Habib Nasrullah; Nur Aziz Muslim; Muhammad Haris Abdul Hakim
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 3 (2025): JULI-SEPTEMBER
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/qd375r30

Abstract

This study aims to examine the legality of contracts (akad) in sharia agreements using a normative-juridical approach and a conceptual review based on Islamic legal principles. The main focus lies on the position of akad as an essential element in establishing legal relationships between parties in sharia-based transactions. The analysis highlights the requirements for a valid akad, including its essential elements such as offer and acceptance (ijab qabul), legal subjects (contracting parties), contract objects, and compliance with sharia principles. The findings indicate that the validity of a contract in Islamic law is not solely based on mutual agreement but must also conform to values of justice, public interest (maslahah), and the prohibition of invalid elements such as gharar (uncertainty), maysir (gambling), and riba (usury). These results affirm that in Islamic economic practices, fulfilling the legal aspects of akad is fundamental to ensuring legal certainty and protecting the parties involved. The study recommends strengthening regulatory frameworks and fatwas that support contract practices aligned with maqashid shariah to enhance legal integrity within the sharia financial system.