Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Review: Kandungan Fitokimia dan Aktivitas Farmakologi Kenop (Gomphrena Globosa) Ni Putu Dhea Prameswari Awidiya Putri; Ketut Widyani Astuti
Journal Transformation of Mandalika, e-ISSN: 2745-5882, p-ISSN: 2962-2956 Vol. 4 No. 1 (2023): Januari
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jtm.v4i1.1233

Abstract

Tanaman kenop (Gomphrena globosa) merupakan tanamn yang berasal dari famili Amaranthaceae. Tumbuhan ini digunakan sebagai sarana upakara, dekorasi, dan juga memiliki khasiat sebagai obat. Review artikel ini membahas terkait dengan kandungan fitokimia dan efek farmakolgis yang dimiliki tanaman kenop. Pengumpulan literatur dilakukan secara sistematis dari beberapa artikel jurnal skala nasional maupun internasional yang diterbitkan pada 10 tahun terakhir (2012-2022) melalui situs Google Schoolar dan penyedia jurnal. Hasil skrining fitokimia, tanaman kenop (Gomphrena globosa) mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid/steroid, tanin, minyak atsiri, kumarin, antosianin, karbohidrat, protein dan asam amino, gum, mucilago, dan gula pereduksi. Berdasarkan beberapa penelitian tanaman kenop memiliki efek farmakologi seperti antibakteri, aktivitas penyembuh luka, antioksidan, antiinflamasi, dan analgesik.
Review Artikel: Potensi Analgesik Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdanila L.) Komang Rima Yuniari; Ketut Widyani Astuti
Journal Transformation of Mandalika, e-ISSN: 2745-5882, p-ISSN: 2962-2956 Vol. 4 No. 3 (2023): Maret
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jtm.v4i3.1245

Abstract

Nyeri adalah sensasi yang tidak disukai oleh banyak orang. Rasa nyeri adalah pengalaman yang kurang menyenangkan dalam hal ini ditandai dengan rusaknya jaringan serta potensi kerusakan pada jaringan. Analgesik dapat diartikan sebagai obat yang digunakan dalam mengurangi nyeri tanpa menurunkan kesadaran. Analgesik dapat dibagi menjadi 2 golongan, antara lain analgesik narkotik dan analgesik non narkotik. Penggunaan analgesik dalam jangka waktu lama memiliki efek samping seperti gangguan pada lambung lambung, kerusakan hati, kerusakan pada ginjal, kerusakan pada usus, dan reaksi alergi pada kulit. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengobatan menggunakan bahan alami. Tujuan review artikel ini adalah untuk mengetahui potensi dari daun afrika sebagai analgesik. Metode yang digunakan dalam pembuatan artikel review ini adalah dengan studi pustaka. Pustaka yang digunakan adalah jurnal nasional ataupun internasional yang membahas tentang potensi analgesik daun afrika (Vernonia amygdanila L.) yang diterbitkan secara online dari berbagai situs resmi dengan menggunakan kata kunci analgesik, daun afrika, nyeri. Kesimpulan review artikel ini adalah berdasarkan review dari beberapa artikel bahwa daun afrika dapat dikatakan memiliki efek analgesik dan efektif dalam mengatasi nyeri
Potensi Aktivitas Antiinflamasi Tumbuhan Obat Terpilih Dalam Usada Tenung Tanyalara Putu Fredriktya Frisca Fariesca; Ketut Widyani Astuti
Journal Transformation of Mandalika, e-ISSN: 2745-5882, p-ISSN: 2962-2956 Vol. 4 No. 3 (2023): Maret
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jtm.v4i3.1249

Abstract

Dalam Usada Tenung Tanyalara terdapat tumbuhan herbal yang digunakan untuk mengobati pembengkakan. Tumbuhan tersebut adalah Curcuma domestica, Allium cepa, Zingiber officinale, Foeniculum vulgare, dan Coriandrum sativum. Artikel review ini bertujuan untuk mempelajari efek farmakologis sebagai antiinflamasi herbal terpilih dengan efek empiris menurunkan pembengkakan pada usada tenung tanyalara dengan melakukan studi literatur dari berbagai hasil penelitian yang dipublikasikan secara online dalam lingkup nasional dan internasional. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa tumbuhan terpilih mampu menunjukkan kemampuannya menurunkan persentase edema (pembengkakan) pada kaki tikus yang telah diinduksi dengan karagenan. Aktivitas tersebut diduga muncul karena kandungan aktif dalam tanaman tersebut, seperti senyawa curcumin pada Curcuma domestica, quercetin pada Allium cepa, senyawa 6-gingerol dan 6-shogaol pada Zingiber officinale, trans-anethol pada Foeniculum vulgare, serta senyawa flavonoid, tanin, dan alkaloid pada Coriandrum sativum. Dari studi literatur ini dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian efek farmakologis penggunaan herbal Usada Tenung Tanyalara secara empiris dengan hasil uji ilmiah sebagai antipiretik dan dianggap aman untuk digunakan.
Studi Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Antibakteri Ni Nyoman Ayu Prastiwi Tenaya; Ketut Widyani Astuti
Prosiding Workshop dan Seminar Nasional Farmasi Vol. 3 (2024): Prosiding Workshop dan Seminar Nasional Farmasi 2024
Publisher : Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/WSNF.2024.v03.p11

Abstract

Penerapan pengobatan tradisional yang bersumber dari tanaman telah lama digunakan sebagai obat herbal yang dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk menemukan senyawa bioaktif seperti halnya penggunaan ekstrak tanaman sebagai agen antibakteri. Potensi antibakteri ekstrak daun jambu biji telah dieksplorasi dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri tingkat tinggi, yang menegaskan klaim terapi tradisional pada tanaman jambu biji. Daun jambu biji (Psidium guajava L.) terbukti terdapat kandungan beragam fitokimia dengan aktivitas antibakteri, termasuk asam fenolik, flavonoid, terpenoid, glikosida, tanin, dan saponin. Fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji efektif menghambat bakteri gram-positif dan gram-negatif. Artikel ini bertujuan guna mengulas secara komprehensif fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji yang beraktivitas antibakteri, memperluas pengetahuan mengenai penggunaan tanaman herbal sebagai alternatif terapeutik untuk penyakit bakterial. Metode pembuatan artikel dilakukan dengan meninjau berbagai literatur ilmiah yang dicari melalui penelusuran tiga database, yaitu PubMed, ScienceDirect, dan Google Scholar pada rentang tahun 5 tahun terakhir. Artikel yang termasuk kriteria selanjutnya dianalisis dan disajikan secara naratif. Studi literatur membuktikan bahwasannya ekstrak daun jambu biji, yang telah diuji untuk kandungan fitokimianya, mengandung fenol, flavonoid, dan tanin. Senyawa-senyawa ini terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri, baik gram-positif maupun gram-negatif. Efektivitas antibakteri dari ekstrak ini telah dianalisis menggunakan metode difusi cakram dan sumuran, yang terverifikasi melalui zona inhibisi yang terbentuk, menegaskan bahwa ekstrak daun jambu biji berpotensi sebagai agen antibakteri.
Potensi Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum L.) dalam Penanganan Sindrom Metabolik pada Sindrom Polikistik Ovarium (PCOS) Ni Kadek Mas Ari Pratiwi; Ketut Widyani Astuti
Prosiding Workshop dan Seminar Nasional Farmasi Vol. 3 (2024): Prosiding Workshop dan Seminar Nasional Farmasi 2024
Publisher : Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/WSNF.2024.v03.p14

Abstract

Sindrom polikistik ovarium (PCOS) merupakan gangguan metabolisme pada sistem endokrin yang umumnya terjadi pada wanita usia produktif sehingga dapat menyebabkan disfungsi reproduksi, seperti infertilitas dan komplikasi kehamilan. Terapi farmakologis yang digunakan saat ini menggunakan obat off label dan tentunya memberikan efek samping sehingga penggunaan obat herbal mulai diminati. Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum L.) mengandung senyawa aktif yang dapat bertindak sebagai agen dalam pengobatan PCOS dengan meningkatkan kontrol glikemik dan metabolisme lipid serta meningkatkan sensitivitas insulin. Tujuan tinjauan pustaka ini adalah mengetahui potensi kayu manis sebagai suplemen dalam penanganan sindrom metabolik yang dialami pasien dengan PCOS. Metode yang digunakan berupa penelusuran pustaka dengan database PubMed, Cochrane Library, ScienceDirect dan Google Scholar dalam rentang waktu penelitian lima tahun terakhir (2019-2024). Kata kunci yang digunakan “PCOS”, “Polycystic Ovary Syndrome”, “Herbal Medicine (AND) PCOS”, “Cinnamon”, “Polycystic Ovary Syndrome (AND) Cinnamon”. Pustaka yang memenuhi kriteria kemudian ditinjau dan disajikan dalam narasi deskriptif. Hasil yang diperoleh menunjukkan kayu manis signifikan menurunkan resistensi insulin dengan parameter indeks HOMA- IR, menurunkan kadar kolesterol, low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida (TG) serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Adanya penurunan tingkat malondialdehide (MDA) pada stres oksidatif dan penurunan jumlah folikel atretik pada ovarium pada pemberian kayu manis. Beberapa pustaka tidak memberikan hasil yang konsisten terhadap penurunan berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) pada pasien PCOS. Simpulan menunjukkan kayu manis memiliki potensi dalam menangani dan meminimalkan risiko sindrom metabolik pasien PCOS dengan menurunkan resistensi insulin yang berkontribusi utama terhadap patofisiologis gangguan reproduksi dan metabolisme yang sebanding dengan penggunaan metformin.
Dampak Resistensi Antibiotik terhadap Kesehatan Masyarakat di Negara Berkembang dan Upaya Pencegahannya untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan Global Kadek Risa Apriani; Ketut Widyani Astuti
Jurnal Praba : Jurnal Rumpun Kesehatan Umum Vol. 3 No. 3 (2025): September : Jurnal Praba : Jurnal Rumpun Kesehatan Umum
Publisher : STIKES Columbia Asia Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62027/praba.v3i3.492

Abstract

Antimicrobial resistance (AMR) poses a major global health threat, with severe impacts in developing countries due to weak health systems, poor regulation, and low sanitation standards. This review summarizes 12 studies from Asia and Africa on AMR’s clinical, social, economic, and environmental effects. AMR leads to first-line treatment failure, prolonged hospital stays, increased morbidity and mortality, and necessitates costly, toxic last-line antibiotics. Economic consequences include higher treatment costs, productivity loss, and poverty risk from high medical expenses. Environmental contributors such as contamination from medical waste, livestock, and the food industry accelerate resistant bacteria spread. Effective control requires integrated strategies, including Antimicrobial Stewardship Programs (ASP) based on AWaRe classification, laboratory strengthening, One Health approaches, public education, strict antibiotic distribution regulations, and cross-sector monitoring. These measures aim to curb AMR progression and reduce health burdens in developing nations. The rise of AMR further complicates healthcare delivery in countries already struggling with limited resources and underfunded healthcare systems. The growing prevalence of multidrug-resistant (MDR) and extensively drug-resistant (XDR) organisms threatens the effectiveness of current medical treatments, including those for common infections such as tuberculosis and pneumonia. Infections that were once easily treatable with antibiotics are now leading to longer and more complicated hospitalizations, greater healthcare costs, and higher death rates. Additionally, the lack of access to newer, more effective antibiotics and diagnostic tools makes managing resistant infections in these regions even more challenging. Environmental factors, particularly contamination from healthcare facilities and agricultural practices, play a key role in the proliferation of resistant pathogens.  
Efektivitas Terapi Kombinasi Metformin dan Glimepiride pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 : Tinjauan Literatur Desak Nandini Prameswari Pagedongan; Ketut Widyani Astuti
Jurnal Praba : Jurnal Rumpun Kesehatan Umum Vol. 3 No. 3 (2025): September : Jurnal Praba : Jurnal Rumpun Kesehatan Umum
Publisher : STIKES Columbia Asia Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62027/praba.v3i3.493

Abstract

Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) is a chronic metabolic disease characterized by hyperglycemia due to insulin resistance, decreased insulin secretion, or a combination of both. The burden of this disease continues to increase globally, making effective, safe, and affordable management an urgent need. One widely used therapeutic strategy is the fixed-dose combination (FDC) of metformin and glimepiride. This combination is considered beneficial because the two drugs complement each other in their mechanisms of action: metformin reduces hepatic glucose production and increases insulin sensitivity, while glimepiride stimulates insulin secretion from pancreatic β-cells. Furthermore, the use of FDC can simplify the treatment regimen, thereby improving patient adherence to long-term therapy. Article searches were conducted through Google Scholar and PubMed with the keywords "((Metformin) AND (Glimepiride)) AND (T2DM) AND (Fixed Dose Combination)", covering publications from 2020–2025 in both English and Indonesian. Of the total articles found, 15 studies met the inclusion criteria for further analysis. The review results showed that the use of metformin–glimepiride FDC was able to reduce HbA1c levels between 0.33% and 2.45%, reducing fasting plasma glucose (FPG) levels by 32–65 mg/dL, and postprandial plasma glucose (PPG) by 38–103 mg/dL. Most studies reported achieving glycemic targets as recommended by the American Diabetes Association (ADA). The most commonly reported side effects were mild hypoglycemia with an incidence of 4.8%–34.5% and gastrointestinal disturbances, but the overall safety profile of this combination was still acceptable. In terms of cost, FDC was considered more economical than the use of separate single drugs. Thus, metformin–glimepiride FDC was proven to be effective, relatively safe, and affordable in glycemic control in T2DM patients, especially in countries with limited resources. These findings support its use as a primary choice in clinical practice.
Review: Potensi Aktivitas Antibakteri Daun dan Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat I Gusti Ayu Sinta Amara Yuda; Ketut Widyani Astuti
Journal Scientific of Mandalika (JSM) e-ISSN 2745-5955 | p-ISSN 2809-0543 Vol. 5 No. 6 (2024)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/10.36312/vol5iss6pp228-235

Abstract

Acne is a skin disease caused by chronic inflammation involving the sebaceous glands, the body's immune reaction, follicular hyperkeratinization, inflammation, and excess bacterial colonization. One plant that can be used as an antibacterial is the leaves and flowers of telang (Clitoria ternatea L.). The telang plant belongs to the Fabaceae or legume family which has been widely used for traditional medicine. The purpose of this review article is to observe information regarding the potential antibacterial activity of telang leaves and flowers in extract form against acne-causing bacteria and to determine the content of chemical compounds that are useful in the plant's antibacterial activity. The research method used is literature study obtained online via Google Scholar, Pubmed, and Elsevier which was published in the 2018-2023 period. The results of the review article report that telang leaves and flowers have secondary metabolite compounds such as flavonoids, alkaloids, terpenoids, saponins and tannins which contribute to antibacterial activity. This antibacterial activity can inhibit acne causing bacteria, namely Straphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Propionibacterium acnes by denaturing the bacteria or increasing cell wall permeability. Based on several studies, telang leaves and flowers have antibacterial activity with the ability of secondary metabolites of alkaloids, flavonoids, terpenoids, tannins, and saponins