Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Strengthening the legislative function of the House of Regional Representatives In the Framework of bureaucratic reform in Indonesia Agung, Wasana; Sarwono, Billy K
Green Governance: Exploring Politics, Social Justice, and the Environment Vol. 1 No. 2: (August) 2024
Publisher : Institute for Advanced Science, Social, and Sustainable Future

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: The establishment of the House of Regional Representatives (DPD) aims to balance legislative power by implementing a two-room or bicameral system in representation. However, in reality, the authority of DPD in the field of legislation only acts as a co-legislator for the House of Representatives (DPR). The proposed law submitted by DPD is considered as DPR's initiative during the discussion, which indicates the need to strengthen the legislative function of DPD to be more equal to DPR. Methods: This research is conducted through juridical analysis of legislation and decisions of the Constitutional Court, particularly related to the legislative authority of DPD. This study also examines various legal documents and relevant literature to understand the dynamics and development of the legislative function of DPD in a bicameral representative system. Findings: The results showed that the decision of the Constitutional Court No. 92/PUU-X/2012 provides a bright spot for strengthening the legislative function of DPD, by giving the DPD the authority to propose draft laws as DPD initiatives and participate in the preparation of the National Legislation Programme. Nevertheless, DPD still requires further strengthening in the authority of the formation of laws that are general in nature as well as its involvement in the entire process of forming laws, from planning to discussion and approval. Conclusion: To strengthen the legislative function of DPD in the future, DPD needs to be given broader authority in the formation of laws and equal involvement in all stages of the legislative process with DPR. This is important to ensure balance in a bicameral system of representation and improve overall legislative effectiveness. Novelty/Originality of This Study: This study makes an original contribution by highlighting the need to strengthen the legislative role of DPD in Indonesia's bicameral system, as well as offering a new perspective on how the Constitutional Court decision can be a starting point for strengthening the legislative function of DPD. This analysis fills a gap in the literature on the role of DPD in legislation, especially in the context of strengthening the bicameral representative system in Indonesia.
Pandangan tentang Sustainable Fashion di Kalangan Pengguna Pakaian Bekas di Kota Jambi Wulantari, Raden Ayu; Sarwono, Billy K; Utari, Prahastiwi
Jurnal Kawistara Vol 15, No 1 (2025)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/kawistara.98017

Abstract

Penggunaan pakaian bekas sering dikaitkan dengan ekonomi sirkular yang didasarkan pada mode berkelanjutan. Penggunaan pakaian bekas yang lebih banyak dapat membantu mengurangi limbah fesyen. Di negara-negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia, minat terhadap pakaian bekas impor semakin tinggi. Meskipun ada larangan dari pemerintah, perdagangan pakaian bekas impor masih populer di daerah perkotaan. Dalam tren ini, menarik untuk melihat apakah praktik penggunaan pakaian bekas berhubungan dengan dukungan terhadap fesyen berkelanjutan atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik dan preferensi pengguna pakaian bekas dan kaitannya dengan fesyen berkelanjutan. Penelitian ini didasarkan pada penelitian kualitatif di kota Jambi, salah satu daerah dengan jumlah pengguna pakaian bekas yang tinggi di Indonesia. Data untuk penelitian ini berasal dari wawancara mendalam dengan 10 pengguna pakaian bekas (penjual atau pembeli) di kota tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pengguna pakaian bekas impor di kota Jambi adalah anak muda dan wanita dewasa (ibu rumah tangga). Pengguna pakaian bekas di Jambi berasal dari berbagai status sosial ekonomi, tidak lagi identik dengan masyarakat menengah ke bawah. Meskipun banyak anak muda dan kalangan menengah ke atas yang menjadi pengguna pakaian bekas, namun tidak ditemukan perilaku berkelanjutan yang mengarah pada kesadaran akan fesyen berkelanjutan. Terdapat fenomena transformasi tempat penjualan pakaian bekas dari yang awalnya sederhana (tenda-tenda non permanen) menjadi seperti butik dan toko-toko permanen. Sebagian besar pengguna pakaian bekas impor di kota Jambi tidak memahami fesyen berkelanjutan. Motif utama penggunaan pakaian bekas di Jambi terutama karena alasan ekonomi (harga murah) dan kualitas (barang bermerek).
Pandangan tentang Sustainable Fashion di Kalangan Pengguna Pakaian Bekas di Kota Jambi Wulantari, Raden Ayu; Sarwono, Billy K; Utari, Prahastiwi
Jurnal Kawistara Vol 15, No 1 (2025)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/kawistara.98017

Abstract

Penggunaan pakaian bekas sering dikaitkan dengan ekonomi sirkular yang didasarkan pada mode berkelanjutan. Penggunaan pakaian bekas yang lebih banyak dapat membantu mengurangi limbah fesyen. Di negara-negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia, minat terhadap pakaian bekas impor semakin tinggi. Meskipun ada larangan dari pemerintah, perdagangan pakaian bekas impor masih populer di daerah perkotaan. Dalam tren ini, menarik untuk melihat apakah praktik penggunaan pakaian bekas berhubungan dengan dukungan terhadap fesyen berkelanjutan atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik dan preferensi pengguna pakaian bekas dan kaitannya dengan fesyen berkelanjutan. Penelitian ini didasarkan pada penelitian kualitatif di kota Jambi, salah satu daerah dengan jumlah pengguna pakaian bekas yang tinggi di Indonesia. Data untuk penelitian ini berasal dari wawancara mendalam dengan 10 pengguna pakaian bekas (penjual atau pembeli) di kota tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pengguna pakaian bekas impor di kota Jambi adalah anak muda dan wanita dewasa (ibu rumah tangga). Pengguna pakaian bekas di Jambi berasal dari berbagai status sosial ekonomi, tidak lagi identik dengan masyarakat menengah ke bawah. Meskipun banyak anak muda dan kalangan menengah ke atas yang menjadi pengguna pakaian bekas, namun tidak ditemukan perilaku berkelanjutan yang mengarah pada kesadaran akan fesyen berkelanjutan. Terdapat fenomena transformasi tempat penjualan pakaian bekas dari yang awalnya sederhana (tenda-tenda non permanen) menjadi seperti butik dan toko-toko permanen. Sebagian besar pengguna pakaian bekas impor di kota Jambi tidak memahami fesyen berkelanjutan. Motif utama penggunaan pakaian bekas di Jambi terutama karena alasan ekonomi (harga murah) dan kualitas (barang bermerek).
Decoding Inclusive Beauty: Audience Reception to Beauty Standards and Disability in Digital Media Advertisements Fithria, Khoirunnisa Nur; Sarwono, Billy K
CHANNEL: Jurnal Komunikasi Vol. 13 No. 1 (2025): CHANNEL: Jurnal Komunikasi 26th Edition
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12928/channel.v13i1.1080

Abstract

This study explores how Indonesian audiences interpret beauty standards in digital advertisements featuring models with disabilities and examines how digital media shapes perceptions of beauty and diversity. Drawing on a qualitative approach grounded in a constructivist paradigm, this research applies Stuart Hall’s reception theory and Roland Barthes’s semiotics to analyze two popular beauty advertisements: Pond’s #WajahmuKekuatanmu (2022) and Wardah #BeautyMovesYou (2021). Data were collected through in-depth interviews with eight informants aged 18–25. Findings indicate that although both advertisements incorporate models with disabilities, their messages are interpreted differently. Pond’s ad was perceived as reinforcing conventional beauty myths, focusing on flawless skin and idealized aesthetics, whereas Wardah’s ad was more positively received for promoting empowerment and inclusion, though still subject to critique for retaining elements of perfection. Audience responses were categorized into dominant, negotiated, and oppositional readings, revealing a critical engagement with how disability and beauty are portrayed. The study highlights a gendered dimension in audience interpretation, with female informants generally more receptive to inclusive messages. It recommends that advertisers ensure authenticity by involving disability communities in production processes to avoid tokenism and misrepresentation. This research contributes to digital media and disability studies by underlining the need for deeper shifts in narrative, substance, and visual representation to achieve meaningful inclusion.