Mukhlas Ansori
Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

After the reform era, forest management approaches tend to change from state-based to community-based.  Arising awareness about the importance of involving communities in forest management, it will not succed without support from the community.  Since 2001, Perhutani has implemented a partnership program in the form of CBFM (Joint Forest Management Society), designed to accommodate the dynamic and needs of the community.  This paper aims to study the perception of society, equality of status of Mukhlas Ansori; Endriatmo Soetarto; Dudung Darusman; Leti Sundawati
Forum Pasca Sarjana Vol. 34 No. 3 (2011): Forum Pascasarjana
Publisher : Forum Pasca Sarjana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

After the reform era, forest management approaches tend to change from state-based to community-based.  Arising awareness about the importance of involving communities in forest management, it will not succed without support from the community.  Since 2001, Perhutani has implemented a partnership program in the form of CBFM (Joint Forest Management Society), designed to accommodate the dynamic and needs of the community.  This paper aims to study the perception of society, equality of status of the community, and to formulate alternative forestry policy.  This research was quantitative and qualitative research. Sample were taken purposively.  Research location in Perhutani office (BKPH) of Parung Panjang, KPH Bogor.  Public perceptions of CBFM are positive and able to increase revenue, income, absorb labour, and grow productive business. Biophysical condition are better with the following: the fire and illegal logging are reduced, and the rehabilitation of forest is better.  However, it is difficult for the community to get water since Acacia mangium were planted.  The level of community participation in planning and evaluation is low but high in the implementation.  The pattern of partnership is asymmetrical because the decision-making is dominated by Perhutani officers.  In the cooperative agreement, there are many inequalities positions.  CBFM is derivative of developmentalist ideology contrary to the principles of community empowerment.  The partnership is focused more on corporate interests, and is used as reducer of conflict.  Policy scenarios of CBFM are institutional strengthening, acces to forest resources, equality in forest management partnership, and productive business.   Key words: community forestry, partnership, equality, institutional
Peningkatan Ekonomi Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat melalui Bumdes: (Kasus: Bumdes Mappasitujue Keera, Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan) Rahmat Senjaya D; Mukhlas Ansori
Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] Vol. 6 No. 4 (2022): Agustus
Publisher : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jskpm.v6i4.1016

Abstract

Sebagai salah satu lembaga ekonomi desa, Bumdes diharapkan dapat membantu pengembangan usaha masyarakat desa. Para aktor dalam lingkungan pemerintah desa berperan aktif dalam memberdayakan Bumdes. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran aktor dalam memberdayakan Bumdes serta hubungan peran Bumdes dalam peningkatan ekonomi lokal Desa Keera. Informan dipilih secara purposive dan responden ditentukan secara sensus karena populasinya yang kecil. Selanjutnya, hubungan antar variabel diukur melalui uji korelasi rank spearman. Hasil penelitian menemukan tingginya peran Bumdes Mappasitujue Keera terhadap peningkatan ekonomi lokal. Pemberdayaan Bumdes didukung oleh peran dan strategi aktor, yaitu Kepala Desa Keera, Direktur Bumdes Mappasitujue Keera, dan pendamping lokal Desa Keera. Peran Kepala Desa dirasakan lebih berdampak daripada direktur Bumdes. Direktur Bumdes berperan memberikan pinjaman modal usaha kepada masyarakat, pendamping desa berperan mendampingi pemanfaatan pinjaman dana usaha, sedangkan peran Kepala Desa Keera memfasilitasi adanya bantuan pemerintah berupa fasilitasi pupuk, bantuan nelayan, serta demplot budidaya perikanan.
Analisis Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Ekonomi Lokal dalam Pengembangan Agroeduwisata (Kasus: Kampung Agroeduwisata Organik Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat) Dinda Qotrunnada; Mukhlas Ansori
Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] Vol. 7 No. 1 (2023): Maret
Publisher : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jskpm.v7i1.1059

Abstract

Partisipasi masyarakat menjadi hal penting dalam pembangunan agroeduwisata berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dapat dikaji melalui beberapa tahapan. Sebelum masyarakat berpartisipasi, terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan agroeduwisata. Selain itu, diharapkan keberadaan agroeduwisata dapat berkontribusi untuk perekonomian lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi, dan menganalisis hubungan tingkat partisipasi dengan ekonomi lokal dalam pengembangan agroeduwisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif didukung data kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan cukup kuat antara dukungan pihak pemerintah, swasta, dan LSM pada faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat, serta antara tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dengan ekonomi lokal. Dapat dikatakan, keberadaan agroeduwisata berkontribusi dalam perekonomian lokal utamanya dalam hal memberikan kesempatan kerja dan peluang usaha.
Pemanfaatan tiga ruang belajar (cave, campfire, watering hole) dalam konteks pembelajaran BIPA Krishandini Krishandini; Renny Soelistiyowati; Mukhlas Ansori
Jurnal Salaka : Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Vol 5, No 1 (2023): Volume 5 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jsalaka.v5i1.8476

Abstract

Era digital saat ini telah mendisrupsi berbagai profesi di dunia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan profesi pengajar (dalam hal ini pengajar BIPA) akan tergantikan oleh berbagai aplikasi. Namun demikian, konsep society 5.0  tetap menempatkan sumber daya manusia sebagai komponen utamanya. Untuk tetap memiliki peran di era digital saat ini, pengajar BIPA harus mahir memanfaatkan berbagai ruang pembelajaran agar tidak monoton dalam penyampaian sehingga capaian pembelajaran dapat maksimal. Pemelajar akan memiliki pengalaman yang berbeda antara saat berhadapan (tatap muka) dengan pengajar dan saat berselancar di dunia maya mencari materi yang mereka butuhkan. Hal tersebut perlu dielaborasi agar menjadi pengalaman yang menarik bagi pemelajar. Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan hal yang terkait dengan tiga jenis ruang dalam konteks pembelajaran BIPA, yaitu campfire (lecture space), watering hole ( collaborative space), cave (reflective space). Bagaimana pengajar memanfaatkan tiga ruang pembelajaran ini dalam konteks pembelajaran BIPA? Apa saja materi yang dapat ditransfer kepada pemelajar melalui tiga ruang pembelajaran tersebut? Dengan demikian, pengajar dapat mengelaborasikan makna lingkungan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pemelajar pada waktu dan tempat yang berbeda. Jadi, karakteristik pemelajar BIPA yang esensinya datang dari berbagai tempat di belahan dunia ini dan memiliki perbedaan waktu dapat menikmati pembelajaran dengan baik.
Pemanfaatan tiga ruang belajar (cave, campfire, watering hole) dalam konteks pembelajaran BIPA Krishandini Krishandini; Renny Soelistiyowati; Mukhlas Ansori
Jurnal Salaka : Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Vol 5, No 1 (2023): Volume 5 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jsalaka.v5i1.8476

Abstract

Era digital saat ini telah mendisrupsi berbagai profesi di dunia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan profesi pengajar (dalam hal ini pengajar BIPA) akan tergantikan oleh berbagai aplikasi. Namun demikian, konsep society 5.0  tetap menempatkan sumber daya manusia sebagai komponen utamanya. Untuk tetap memiliki peran di era digital saat ini, pengajar BIPA harus mahir memanfaatkan berbagai ruang pembelajaran agar tidak monoton dalam penyampaian sehingga capaian pembelajaran dapat maksimal. Pemelajar akan memiliki pengalaman yang berbeda antara saat berhadapan (tatap muka) dengan pengajar dan saat berselancar di dunia maya mencari materi yang mereka butuhkan. Hal tersebut perlu dielaborasi agar menjadi pengalaman yang menarik bagi pemelajar. Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan hal yang terkait dengan tiga jenis ruang dalam konteks pembelajaran BIPA, yaitu campfire (lecture space), watering hole ( collaborative space), cave (reflective space). Bagaimana pengajar memanfaatkan tiga ruang pembelajaran ini dalam konteks pembelajaran BIPA? Apa saja materi yang dapat ditransfer kepada pemelajar melalui tiga ruang pembelajaran tersebut? Dengan demikian, pengajar dapat mengelaborasikan makna lingkungan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pemelajar pada waktu dan tempat yang berbeda. Jadi, karakteristik pemelajar BIPA yang esensinya datang dari berbagai tempat di belahan dunia ini dan memiliki perbedaan waktu dapat menikmati pembelajaran dengan baik.
Dampak konsumsi ikan columbia catfish dari kolam bekas peleburan aki bekas terhadap penyakit degeneratif dan keamanan pangannya: The impact of consuming driftwood catfish from a former used battery smelting pond on degenerative diseases and its food safety Etty Riani; Nurlisa Alias Butet; Mukhlas Ansori; Annisa Putri Nandini; Majariana Krisanti; Benny Setiyadi; Muhammad Reza Cordova
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol 28 No 4 (2025): Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 28(4)
Publisher : Department of Aquatic Product Technology IPB University in collaboration with Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (MPHPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17844/jphpi.v28i4.63319

Abstract

Cinangka Village, located in Bogor, was historically known as a site for illegal battery recycling. However, the activity ceased 15 years ago. The aim of this study was to determine the potential health impacts of consuming Columbia catfish raised in a pond contaminated by used battery smelting and its potential for causing cancer, non-cancer degenerative diseases, and affecting food safety. The study included testing for heavy metal content in the fish flesh and dissolved metals in the water using XRF and AAS techniques. It also calculated bioconcentration factors and assessed health risks associated with fish consumption, both for cancer and non-cancer conditions, in relation to food safety. The results indicated that the fish is capable of effectively accumulating heavy metals in its body. The flesh was found to be contaminated with Fe (537.53 ppm), Cu (47.69 ppm), Zn (942.53 ppm), As (11.58 ppm), and Pb (13.07 ppm). The pond water itself was contaminated with Fe, Zn, As, Pb, and Cu. Bioconcentration of these metals was observed in the flesh, with Fe (658.33), Cu (4541.90), Zn (17357.83), As (9.94), and Pb (142.53). The Target Hazard Quotient (THQ) > 1 value for all heavy metals in children, while for adults, the THQ > 1 only for Zn, As, and Pb. Both children and adults had a Hazard Index (HI) > 1, indicating that consuming these fish presents a risk of non-cancer degenerative diseases. Consuming fish poses a cancer risk, with the risk level being low to medium for adults and medium to high for children. The safe daily consumption of Columbia catfish for children is 0.004 grams per day, while for adults, it is 0.015 grams per day. The maximum safe consumption limit is 0.026 kg/week for children and 0.091 kg/week for adults. Children are notably more vulnerable to these risks than adults.
Hubungan Tingat Partisipasi Masyarakat Dengan Keberlanjutan Program CSR (Kasus: Kampung Ramah Lingkungan Puspakarya RW 04, Desa Puspanegara, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Wijayanti, Tri Utami; Ansori, Mukhlas
Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] Vol. 9 No. 2 (2025): Juni
Publisher : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jskpm.v9i2.1340

Abstract

Aktivitas pabrik  semen berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Untuk mengantisipasi dampak, perusahaan melaksanakan program CSR. Salah satu program yang dilaksanakan adalah program Kampung Ramah Lingkungan (KRL). Partisipasi dan keberlanjutan program sangat penting dalam menjaga program untuk tetap berlanjut dan mencapai tujuan jangka panjang yang berkelanjutan bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dan keberlanjutan program KRL, serta menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan keberlanjutan program KRL Puspakarya. Penelitian menggunakan    metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat RW 04 belum secara penuh berpartisipasi pada Program Kampung Ramah Lingkungan Puspakarya RW 04, program yang dirasakan oleh masyarakat juga tidak sepenuhnya berkelanjutan. Masyarakat tidak berpartisipasi secara penuh karena belum memiliki rasa memiliki terhadap program. Penelitian juga menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan keberlanjutan program.
THE RELATIONSHIP BETWEEN INTERPERSONAL COMMUNICATION AND NARRATIVE WRITING MOTIVATION AMONG DPKU IPB CLASS OF 61 STUDENTS Prayudhi, Risa; Ansori, Mukhlas; Indriani, Dewi
Jurnal Salaka : Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Vol 7, No 1 (2025): Volume 7 Nomor 1 Tahun 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jsalaka.v7i1.11684

Abstract

This study aims to analyze the relationship between interpersonal communication and narrative writing motivation among DPKU IPB class of 61 students. The research employed a quantitative approach with a correlational design. The sampling technique used was purposive sampling, involving 100 students as respondents. Data were collected through a Likert-scale questionnaire, which had been tested for validity and reliability. The Kolmogorov-Smirnov normality test indicated that the data were normally distributed (p 0.05), allowing the use of the Pearson Product-Moment correlation for analysis. The results show a positive and significant relationship between interpersonal communication and narrative writing motivation, with a correlation coefficient (r) = 0.429 and a significance level (p 0.001). This correlation falls within the moderate category based on Cohen's guidelines. This finding implies that better interpersonal communication is associated with higher motivation for narrative writing. Based on these findings, it is recommended that students enhance their interpersonal communication skills through activities supporting social interaction. Educators are encouraged to create a communicative and supportive learning environment to foster students' writing motivation. Future research is suggested to explore other variables, such as social support or personal interest, that may also influence narrative writing motivation.
THE RELATIONSHIP BETWEEN INTERPERSONAL COMMUNICATION AND NARRATIVE WRITING MOTIVATION AMONG DPKU IPB CLASS OF 61 STUDENTS Prayudhi, Risa; Ansori, Mukhlas; Indriani, Dewi
Jurnal Salaka : Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Vol 7, No 1 (2025): Volume 7 Nomor 1 Tahun 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jsalaka.v7i1.11684

Abstract

This study aims to analyze the relationship between interpersonal communication and narrative writing motivation among DPKU IPB class of 61 students. The research employed a quantitative approach with a correlational design. The sampling technique used was purposive sampling, involving 100 students as respondents. Data were collected through a Likert-scale questionnaire, which had been tested for validity and reliability. The Kolmogorov-Smirnov normality test indicated that the data were normally distributed (p 0.05), allowing the use of the Pearson Product-Moment correlation for analysis. The results show a positive and significant relationship between interpersonal communication and narrative writing motivation, with a correlation coefficient (r) = 0.429 and a significance level (p 0.001). This correlation falls within the moderate category based on Cohen's guidelines. This finding implies that better interpersonal communication is associated with higher motivation for narrative writing. Based on these findings, it is recommended that students enhance their interpersonal communication skills through activities supporting social interaction. Educators are encouraged to create a communicative and supportive learning environment to foster students' writing motivation. Future research is suggested to explore other variables, such as social support or personal interest, that may also influence narrative writing motivation.