Jhon Leonardo Presley Purba
Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia, Semarang

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Metode Penginjilan Paulus dalam Perspektif 1 Korintus 9:19-23 Terhadap Masyarakat Multikultural dan Implikasinya Terhadap Penginjilan di Indonesia Purba, Jhon Leonardo Presley; Saptorini, Sari
Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.028 KB) | DOI: 10.59177/veritas.v2i2.91

Abstract

Paul was the most successful and greatest missionary in the history of Christianity, his evangelistic ministry covered a wide area, so Paul met various multicultural community groups in the first century. This study aims to study the methods of the apostle Paul's evangelism in the perspective of 1 Corinthians 9: 19-23 on the multicultural society of the first century and its implications for contemporary evangelism in Indonesia. This research is a qualitative descriptive study with a hermeneutic and literature study approach. Through this research, the writer tries to answer research problems by looking for literature sources that are correlated and relevant to the research problem. Thematic and exegetical approaches are used to describe the theological-historical foundation of the Apostle Paul's method of evangelism in the perspective of 1 Corinthians 9: 19-2, then describe the implications for contemporary evangelism in Indonesia. The result of this research is that the contextual evangelism method "be the same as" Paul used in the multicultural society of the first century is very relevant to be applied in evangelism today in Indonesia. Indonesia is a multicultural country, so a cross-cultural contextual evangelism approach is very appropriate to do to reach Unreached People Groups, which are still widely available in Indonesia. This needs to be done in order to carry out the Great Commission of the Lord Jesus in Matthew 28: 18-20, so that all ethnic groups hear the gospel of salvation and become disciples of the Lord Jesus Christ.AbstractPaulus merupakan misionaris tersukses dan terbesar dalam sejarah Kekristenan, pelayanan penginjilannya meliputi wilayah yang luas, sehingga Paulus bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat multikultural abad pertama. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian metode penginjilan rasul Paulus dalam perspektif 1 Korintus 9:19-23 terhadap masyarakat multikultural abad pertama dan implikasinya terhadap penginjilan masa kini di Indonesia. Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literature dan hermeneutik. Melalui penelitian ini penulis berusaha menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur yang berkorelasi dan relevan dengan masalah penelitian. Pendekatan tematis dan eksegesis digunakan untuk mendeskripsikan landasan teologis-historis metode penginjilan Rasul Paulus dalam perspektif 1 Korintus 9:19-2, selanjutnya mendeskripsikan implikasinya terhadap penginjilan masa kini di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa metode penginjilan kontekstual “menjadi sama seperti” yang digunakan Paulus pada masyarakat multikultural abad pertama sangat relevan untuk diterapkan dalam penginjilan pada masa kini di Indonesia. Indonesia merupakan negara multikultural, sehingga pendekatan penginjilan kontekstual lintas budaya sangat tepat dilakukan untuk menjangkau Unreached People Group yang masih banyak terdapat di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28:18-20, agar semua suku bangsa (etnis) mendengar Injil keselamatan dan menjadi murid Tuhan Yesus Kristus.
Implementasi Arkeologi Alkitabiah (Biblical Archaeology) Dalam Hermeneutik Sebagai Metode Penafsiran Alkitab Jhon Leonardo Presley Purba; Yonathan Wingit Pramono; Robinson Rimun
The New Perspective in Theology and Religious Studies Vol 2, No 2 (2021): December
Publisher : Cipanas Theological Seminary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.066 KB) | DOI: 10.47900/nptrs.v2i2.51

Abstract

Abstract Biblical archaeology has very important roles in the method of hermeneutic interpretation to obtain an accurate, valid, precise and accountable interpretation of the Bible. Through a qualitative approach with a literature study method, this study concludes that biblical archaeology in hermeneutics has the implementations as a tool to reveal the historical context and cultural meaning of a text by understanding the archaeological relationship with the biblical text, as a tool to identify the text to adapt its content to the context of the Ancient Near East through the identification of historical, cultural, social, and religious issues provided by archaeological data, as a tool to build the construction of biblical-archaeological exegesis by combining both of data sources through critical thinking to adjust archaeological data with biblical data, as a tool control for context history and a tool produce more accurate historical information for listeners for more accurate application.Abstrak Arkeologi alkitabiah dalam metode penafsiran hermeneutik untuk mendapatkan penafsiran Alkitab yang akurat, valid, teliti dan dapat dipertanggungjawabkan sangat penting. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi literature, penelitian ini menyimpulkan bahwa arkeologi alkitabiah dalam hermeneutik memiliki implementasi sebagai alat untuk mengungkap konteks historis dan makna budaya sebuah teks dengan memahami hubungan arkeologi dengan teks Alkitab, sebagai alat untuk mengidentifikasi teks untuk menyesuaikan kontennya dengan konteks Timur Dekat Kuno melalui identifikasi sejarah, budaya, sosial, dan masalah-masalah keagamaan yang disediakan oleh data-data arkeologi, sebagai alat membangun konstruksi eksegesis alkitabiah-arkeologis dengan menggabungkan kedua sumber data tersebut melalui pemikiran kritis untuk menyesuaikan data arkeologi dengan data alkitabiah, sebagai alat kontrol untuk konteks sejarah dan alat menghasilkan informasi historis yang lebih akurat bagi pendengar agar penerapan lebih akurat.
Kajian Etis Penggunaan Isu Agama dalam Politik Polarisasi Jhon Leonardo Presley Purba; Priyantoro Widodo
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 2: Juni 2021
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.948 KB) | DOI: 10.55884/thron.v2i2.23

Abstract

The phenomenon of politicization of religion that has caused the polarization of Indonesian society has occurred massively recently. The impact of the division caused is very dangerous for the integrity and unity of the nation. This paper is qualitative research with a phenomenological approach to describe the ethical problems of politicizing religion that causes polarization or division, from the perspective of the Christian faith. The results of this study conclude that there are three parties responsible for this phenomenon, namely fundamentalist Islamic groups, political parties and politicians, and society in general. These three parties must behave and act ethically by prioritizing the interests of the nation and state before deciding to get involved and politicize religion with an overdose in practical politics that causes polarization in society.AbstrakFenomena politisasi agama yang menyebabkan polarisasi masyarakat Indonesia terjadi secara massive belakangan ini. Dampak perpecahan yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi keutuhan dan kesatuan bangsa. Paper ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenome-nologi untuk mendeskripsikan problematika etis politisasi agama yang menyebabkan polarisasi atau perpecahan, dari perspektif iman Kristen. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada tiga pihak yang bertanggungjawab atas fenomena ini yaitu kelompok-kelompok Islam fundamentalis, partai politik dan politisi, dan masyarakat secara umum. Ketiga pihak ini harus bersikap dan bertindak etis dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara sebelum memutuskan untuk terlibat dan melakukan politisasi agama dengan overdosis dalam politik praktis yang menyebabkan polarisasi dalam masyarakat.
Kajian Hermeneutis Ungkapan “Sungguh Amat Baik” dalam Kejadian 1:31 Ditinjau dari Perspektif Redemptive-Historical Approach Jhon Leonardo Presley Purba; Hizkia Febrian Prastowo; Robinson Rimun
CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 1, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Anugrah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.194 KB) | DOI: 10.54592/jct.v1i2.14

Abstract

AbstractThe phrase “it was very good” in Genesis 1:31 is a phrase that has important theological and historical significance in the redemptive historical of Christ. The history of redemption itself, as a hermeneutical approach, cannot be separated from the events of creation. Presented in a qualitative descriptive form with the method of literature study and grammatical textual analysis, this article is intended to do a hermeneutical study of the expression “it was very good” in Genesis 1:31, which is carried out from the perspective of the redemptive historical approach, to then find its theological and historical meaning. The results of this study conclude that based on a hermeneutical study from the perspective of the redemptive historical approach, the expression “it was very good” in Genesis 1:31 has two important meanings, first, the theological meaning in terms of genealogy/origins of creation where this expression is God's qualitative assessment of the quality of all creation that is perfect, complete and harmonious, which reflects the quality of God as the Creator. Second, the historical meaning which is viewed from the eschatology of Christ's redemption where this expression is the beginning of history which progressively, after the fall of man into sin, also acts as the beginning and end of the history of redemption. The phrase “it was very good” is the ultimate goal/ultimate quality of all creation that Christ has redeemed. Christ's redemptive work restores the quality of the value of creation to its original state, as God intended from the beginning.AbstrakUngkapan “sungguh amat baik” dalam Kejadian 1:31 merupakan frasa yang memiliki makna teologis dan historis yang penting dalam sejarah penebusan Kristus. Sejarah penebusan sendiri sebagai suatu pendekatan hermeneutis, tidak dapat dipisahkan dari peristiwa penciptaan. Disajikan dalam bentuk kualitatif deskriptif dengan metode studi literature dan analisis tekstual grammatical, tulisan dimaksudkan untuk melakukan kajian hermeneutis terhadap ungkapan “sungguh amat baik” dalam Kejadian 1:31, yang dilakukan dari perspektif redemptive historical approach, untuk kemudian menemukan makna teologis dan historisnya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan kajian hermeneutis dari perspektif redemptive historical approach, ungkapan “sungguh amat baik” dalam Kejadian 1:31 memiliki dua makna penting yaitu pertama, makna teologis ditinjau dari silsilah/asal-usul penciptaan dimana ungkapan ini merupakan penilaian kualitatif Allah atas kualitas segala ciptaan yang sempurna, utuh dan harmonis, yang mencerminkan kualitas Allah sebagai Pencipta. Kedua, makna historis yang ditinjau dari eskatologis penebusan Kristus dimana ungkapan ini merupakan awal dari sejarah yang secara progressive, setelah kejatuhan manusia dalam dosa, juga berperan sebagai awal dan tujuan akhir sejarah penebusan. Ungkapan “sungguh amat baik” merupakan tujuan akhir/kualitas akhir segala ciptaan yang telah ditebus Kristus. Karya penebusan Kristus mengembalikan kualitas nilai ciptaan kepada keadaanya yang semula, sebagaimana Allah maksudkan sejak awal.
Analisis Grammatical-Exegetical Wahyu 3:20 dan Implikasinya Terhadap Relevansi Penggunaan Wahyu 3:20 Dalam Model Penginjilan Kontemporer Jhon Leonardo Presley Purba; Riang Hati Waruwu; Amran Manullang; Robinson Rimun
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.195

Abstract

Revelation 3:20 is a popular verse that used in contemporary evangelism to encourage the unbelievers to believe in Jesus. Nevertheless, is such usage relevant to the text and context of Revelation 3:20? Using a descriptive qualitative research form with an interpretative model of Grammatical-Exegetical analysis, the aims of this study is to find the theological meaning of Revelation 3:20 and its implications for the relevance of the using of Revelation 3:20 in contemporary evangelistic models. The results of this study conclude that based on the text and context of Revelation 3:20, the usage of this verse in contemporary evangelism toward unbelievers is irrelevant to the text and its context, the meaning of "the door that knocks" by Jesus in this verse does not refer to the door of an individual's heart who do not know Christ but the "spiritual door" of the church or community of believers who have known Christ who are asked to repent from self-satisfied and lukewarmness because of physical wealth, this is also the true theological meaning of Revelation 3:20 which is very relevant with the moral and spiritual state of the church in the modern era which also tends to be self-satisfied and spiritually lukewarm so the implication for believers and the church today is the church need to repent from its self-satisfied, spiritual lukewarmness and "open its doors" for Christ so that Christ can come in to His church and live with His church.  Wahyu 3:20 merupakan ayat yang populer digunakan dalam penginjilan kontemporer untuk mendorong individu yang belum percaya menjadi percaya kepada Yesus. Namun, apakah penggunaan demikian relevan dengan teks dan konteks Wahyu 3:20? Menggunakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif dengan model penafsiran analisa Grammatical-Eksegetical, penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna teologis Wahyu 3:20 dan implikasinya terhadap relevansi penggunaan Wahyu 3:20 dalam model penginjilan kontemporer. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teks dan konteks Wahyu 3:20, penggunaan ayat ini dalam penginjilan kontemporer terhadap orang yang belum percaya tidak relevan dengan teks dan konteksnya, makna “pintu yang diketuk” oleh Yesus dalam ayat ini bukan merujuk pada pintu hati seorang individu yang belum mengenal Kristus melainkan “pintu rohani” gereja atau komunitas orang percaya yang telah mengenal Kristus yang diminta untuk bertobat dari berpuas diri dan suam-suam rohani karena kekayaan jasmani, inilah juga yang menjadi makna teologis yang sebenarnya dari Wahyu 3:20 yang sangat relevan dengan keadaan moral dan kerohanian gereja di era modern yang juga cenderung berpuas diri dan suam-suam secara rohani sehingga implikasinya bagi orang percaya dan gereja masa kini adalah agar gereja bertobat dari sifat berpuas diri, suam-suam rohani dan “membuka pintunya” bagi Kristus agar Kristus dapat datang kepada gereja-Nya dan tinggal bersama dengan gereja-Nya.
Kritik terhadap Metode Tafsir Hermeneutik Pembebasan terhadap Peristiwa Keluaran Sebagai Suatu Bentuk Pembebasan Jhon Leonardo Presley Purba; Robinson Rimun
Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100) Vol. 4 No. 2 (2021): Pentecostalism, Worship & Ecclesiology
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti, Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54345/jta.v4i2.54

Abstract

Abstract: Hermeneutics is the exegetical method used by theologians to interpret the Bible according to its views and purposes. This research is a qualitative descriptive study to study the hermeneutic interpretation method of the Output event as a form of change. The Exodus events are important in the Bible, especially the Old Testament because God freed His people from the exploitation and oppression of the Egyptians. Theologians use the Israelite exodus from Egypt as the main hermeneutic or interpretive reference for the purpose of claiming and claiming that the exodus event is the basis for contemporary freedom from slavery, oppression or poverty. Through the spirit of exodus events and events, theologians develop hermeneutic methods to interpret output events according to their views and goals. Hermeneutic interpretation method uses an approach; postmodern, reader-centered method, text-centered method, ideological criticism approach, and critical criticism. Abstrak: Hermeneutika pembebasan adalah metode penafsiran yang digunakan oleh para teolog pembebasan untuk menafsirkan Alkitab menurut pandangan dan tujuan pembebasan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk melakukan kajian metode tafsir hermeneutik pembebasan terhadap peristiwa Keluaran sebagai suatu bentuk pembebasan. Peristiwa Exodus adalah peristiwa penting dalam Alkitab, terutama Perjanjian Lama karena Tuhan membebaskan umat-Nya dari eksploitasi dan penindasan orang Mesir. Para teolog pembebasan menggunakan eksodus bangsa Israel dari Mesir sebagai rujukan utama penafsiran atau hermeneutik untuk tujuan semangat pembebasan dan mengklaim bahwa peristiwa eksodus adalah dasar untuk kebebasan dari perbudakan, penindasan atau kemiskinan di masa kini. Melalui semangat pembebasan dan peristiwa eksodus, para teolog pembebasan mengembangkan metode hermeneutik untuk menafsirkan peristiwa keluaran sesuai dengan pandangan dan tujuan pembebasan. Metode tafsir hermeneutik pembebasan menggunakan pendekatan; postmodern, metode berpusat pada pembaca, metode berpusat pada teks, pendekatan kritik ideologis, dan pendekatan kritik pembebasan.
Analisis Grammatical-Exegetical Wahyu 3:20 dan Implikasinya Terhadap Relevansi Penggunaan Wahyu 3:20 Dalam Model Penginjilan Kontemporer Jhon Leonardo Presley Purba; Riang Hati Waruwu; Amran Manullang; Robinson Rimun
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.195

Abstract

Revelation 3:20 is a popular verse that used in contemporary evangelism to encourage the unbelievers to believe in Jesus. Nevertheless, is such usage relevant to the text and context of Revelation 3:20? Using a descriptive qualitative research form with an interpretative model of Grammatical-Exegetical analysis, the aims of this study is to find the theological meaning of Revelation 3:20 and its implications for the relevance of the using of Revelation 3:20 in contemporary evangelistic models. The results of this study conclude that based on the text and context of Revelation 3:20, the usage of this verse in contemporary evangelism toward unbelievers is irrelevant to the text and its context, the meaning of "the door that knocks" by Jesus in this verse does not refer to the door of an individual's heart who do not know Christ but the "spiritual door" of the church or community of believers who have known Christ who are asked to repent from self-satisfied and lukewarmness because of physical wealth, this is also the true theological meaning of Revelation 3:20 which is very relevant with the moral and spiritual state of the church in the modern era which also tends to be self-satisfied and spiritually lukewarm so the implication for believers and the church today is the church need to repent from its self-satisfied, spiritual lukewarmness and "open its doors" for Christ so that Christ can come in to His church and live with His church.  Wahyu 3:20 merupakan ayat yang populer digunakan dalam penginjilan kontemporer untuk mendorong individu yang belum percaya menjadi percaya kepada Yesus. Namun, apakah penggunaan demikian relevan dengan teks dan konteks Wahyu 3:20? Menggunakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif dengan model penafsiran analisa Grammatical-Eksegetical, penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna teologis Wahyu 3:20 dan implikasinya terhadap relevansi penggunaan Wahyu 3:20 dalam model penginjilan kontemporer. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teks dan konteks Wahyu 3:20, penggunaan ayat ini dalam penginjilan kontemporer terhadap orang yang belum percaya tidak relevan dengan teks dan konteksnya, makna “pintu yang diketuk” oleh Yesus dalam ayat ini bukan merujuk pada pintu hati seorang individu yang belum mengenal Kristus melainkan “pintu rohani” gereja atau komunitas orang percaya yang telah mengenal Kristus yang diminta untuk bertobat dari berpuas diri dan suam-suam rohani karena kekayaan jasmani, inilah juga yang menjadi makna teologis yang sebenarnya dari Wahyu 3:20 yang sangat relevan dengan keadaan moral dan kerohanian gereja di era modern yang juga cenderung berpuas diri dan suam-suam secara rohani sehingga implikasinya bagi orang percaya dan gereja masa kini adalah agar gereja bertobat dari sifat berpuas diri, suam-suam rohani dan “membuka pintunya” bagi Kristus agar Kristus dapat datang kepada gereja-Nya dan tinggal bersama dengan gereja-Nya.
Kajian Tipologi Yunus di Perut Ikan dan Yesus di Perut Bumi sebagai Antitipe Markus Setiawan; Jawa Agriani Sunyono; Robinson Rimun; Jhon Leonardo Presley Purba
ELEOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol. 1 No. 2 (2022): Januari 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalvari Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.109 KB) | DOI: 10.53814/eleos.v1i2.7

Abstract

Abstract: The prophet Jonah is a typology of Jesus Christ himself as Jesus revealed to the Pharisees. Therefore there are some similarities between Jonah and Jesus but there are also differences where Jesus is the antitype of Jonah. Through a descriptive qualitative approach with a literature study method, this paper aims to study the typology of the event that Jonah stayed in the belly of a fish for three days as a type in the Old Testament which describes the event of the fulfillment of the prophecy of the redemption of Jesus Christ as an antitype in the New Testament. The conclusion of this study is that Jonah was in the belly of a huge fish for three days, which is a picture of Jesus to state the events of His death for three days in the heart of the earth. From the perspective of language equivalent Yunus is a typology that functions as an antitype to Jesus, where Jonah did not actually die physically but Jesus actually died physically and then came back to life, Yunus is a prophet while Jesus is the Son of God himself who has more authority from Jonah, Jonah's proclamation of God's salvation to the inhabitants of Nineveh occurred only once while Jesus Christ's preaching of salvation for mankind occurred until now and in the future, Jonah is not like Jesus because Jonah fled from God's calling and work, while Jesus from the beginning accepted God's mission for the salvation of mankind. But there are also similarities in the revelation of salvation, where through Jonah salvation was revealed to the repentant people of Nineveh and through Jesus salvation was revealed to all repentant mankind.Abstrak: Nabi Yunus merupakan tipologi dari Yesus Kristus sendiri sebagaimana yang dinyatakan Yesus kepada orang-orang Farisi. Karenanya terdapat beberapa kesamaan antara Yunus dengan Yesus namun terdapat juga perbedaan dimana Yesus menjadi antitipe dari Yunus. Melalui pendekatan kualitatif desktiptif dengan metode studi literature, paper bertujuan melakukan kajian tipologi peristiwa Yunus tinggal dalam perut ikan selama tiga hari sebagai tipe dalam Perjanjian Lama yang menggambarkan peristiwa penggenapan nubuatan akan karya penebusan Yesus Kristus sebagai antitipe di dalam Perjanjian Baru. Kesimpulan penelitian ini adalah Yunus berada dalam perut ikan besar selama tiga hari merupakan gambaran Yesus untuk menyatakan peristiwa kematianNya selama tiga hari di perut bumi. Dari perspektif language equivalent Yunus merupakan tipologi yang berfungsi sebagai antitipe terhadap Yesus, dimana Yunus tidak benar-benar mati secara fisik tapi Yesus benar-benar mati secara fisik dan kemudian hidup kembali, Yunus adalah seorang nabi sedangkan Yesus adalah Anak Allah sendiri yang memiliki otoritas lebih dari Yunus, pemberitaan Yunus akan keselamatan Tuhan kepada penduduk Niniwe terjadi hanya sekali sedangkan pemberitaan Yesus Kristus akan keselamatan bagi umat manusia terjadi hingga saat ini dan yang akan datang, Yunus tidak sama seperti Yesus karena Yunus melarikan diri dari panggilan dan pekerjaan Allah, sedangkan Yesus sejak awal menerima tugas misi Allah untuk keselamatan manusia. Namun terdapat juga kesamaan dalam penyataan keselamatan, dimana melalui Yunus keselamatan dinyatakan kepada penduduk Niniwe yang bertobat dan melalui Yesus keselamatan dinyatakan kepada seluruh umat manusia yang bertobat.
Makna Kemah Suci Hingga Bait Allah Bagi Kehidupan Religius Kristen Masa Kini Jhon Leonardo Presley Purba
Danum Pambelum: Jurnal Teologi dan Musik Gereja Vol 1 No 1 (2021): DPJTMG: Mei
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (666.751 KB) | DOI: 10.54170/dp.v1i1.33

Abstract

The religious life of today's Christians cannot be separated from the religious life of God's people in Old Testament times centered on the Tabernacle and temple. Therefore, this study aims to find and explain the meaning of the Tabernacle and the Temple for today's Christian religious life. This research is presented in descriptive qualitative form. The method used is literature studies to collect as many theories as possible from literature materials that correlate with research topics. The sources used are textbooks, physical or e-books, and journals. The results of this study show the Tabernacle of God, through Moses, speaks of the image of Christ in His journey, ministry and glory on earth. While the Temple, through Solomon, spoke of Christ in His ministry and glory in heaven. Implementation for Christians today, everyone must come to God through faith in Christ, Christians are the temple or dwelling place of the Spirit of God today, God is always present and leads the christian life, Christians must offer themselves to God and be His witnesses in the world. Kehidupan religius orang Kristen masa kini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan religius umat Allah pada zaman Perjanjian Lama yang berpusat pada Kemah Suci dan Bait Allah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari dan menjelaskan makna Kemah Suci dan Bait Allah bagi kehidupan religius Kristen masa kini. Penelitian ini disajikan dalam bentuk kualitatif deskriptif. Metode yang digunakan adalah studi literature untuk mengumpulkan sebanyak mungkin teori dari bahan kepustakaan yang berkorelasi dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan adalah buku teks, fisik atau e-book, dan jurnal. Hasil penelitian ini menunjukkan Kemah Suci Allah, melalui Musa, berbicara tentang gambaran Kristus dalam perjalanan, pelayanan dan kemuliaan-Nya di bumi. Sedangkan Bait Allah, melalui Salomo, berbicara tentang Kristus dalam pelayanan dan kemuliaan-Nya di surga. Implementasi bagi Kristen masa kini, setiap orang harus datang kepada Allah melalui iman dalam Kristus, orang Kristen adalah bait atau tempat berdiamnya Roh Allah saat ini, Allah senantiasa hadir dan menuntun kehidupan orang Kristen, orang Kristen harus mempersembahkan dirinya bagi Allah dan menjadi saksi-Nya di dunia.
Analisis Grammatical-Exegetical Wahyu 3:20 dan Implikasinya Terhadap Relevansi Penggunaan Wahyu 3:20 Dalam Model Penginjilan Kontemporer Jhon Leonardo Presley Purba; Riang Hati Waruwu; Amran Manullang; Robinson Rimun
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.195

Abstract

Revelation 3:20 is a popular verse that used in contemporary evangelism to encourage the unbelievers to believe in Jesus. Nevertheless, is such usage relevant to the text and context of Revelation 3:20? Using a descriptive qualitative research form with an interpretative model of Grammatical-Exegetical analysis, the aims of this study is to find the theological meaning of Revelation 3:20 and its implications for the relevance of the using of Revelation 3:20 in contemporary evangelistic models. The results of this study conclude that based on the text and context of Revelation 3:20, the usage of this verse in contemporary evangelism toward unbelievers is irrelevant to the text and its context, the meaning of "the door that knocks" by Jesus in this verse does not refer to the door of an individual's heart who do not know Christ but the "spiritual door" of the church or community of believers who have known Christ who are asked to repent from self-satisfied and lukewarmness because of physical wealth, this is also the true theological meaning of Revelation 3:20 which is very relevant with the moral and spiritual state of the church in the modern era which also tends to be self-satisfied and spiritually lukewarm so the implication for believers and the church today is the church need to repent from its self-satisfied, spiritual lukewarmness and "open its doors" for Christ so that Christ can come in to His church and live with His church.  Wahyu 3:20 merupakan ayat yang populer digunakan dalam penginjilan kontemporer untuk mendorong individu yang belum percaya menjadi percaya kepada Yesus. Namun, apakah penggunaan demikian relevan dengan teks dan konteks Wahyu 3:20? Menggunakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif dengan model penafsiran analisa Grammatical-Eksegetical, penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna teologis Wahyu 3:20 dan implikasinya terhadap relevansi penggunaan Wahyu 3:20 dalam model penginjilan kontemporer. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teks dan konteks Wahyu 3:20, penggunaan ayat ini dalam penginjilan kontemporer terhadap orang yang belum percaya tidak relevan dengan teks dan konteksnya, makna “pintu yang diketuk” oleh Yesus dalam ayat ini bukan merujuk pada pintu hati seorang individu yang belum mengenal Kristus melainkan “pintu rohani” gereja atau komunitas orang percaya yang telah mengenal Kristus yang diminta untuk bertobat dari berpuas diri dan suam-suam rohani karena kekayaan jasmani, inilah juga yang menjadi makna teologis yang sebenarnya dari Wahyu 3:20 yang sangat relevan dengan keadaan moral dan kerohanian gereja di era modern yang juga cenderung berpuas diri dan suam-suam secara rohani sehingga implikasinya bagi orang percaya dan gereja masa kini adalah agar gereja bertobat dari sifat berpuas diri, suam-suam rohani dan “membuka pintunya” bagi Kristus agar Kristus dapat datang kepada gereja-Nya dan tinggal bersama dengan gereja-Nya.