Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

Mengevaluasi Pelaksanaan Undang Undang Disabilitas: Studi Kasus Kampus-Kampus di Kudus Jawa Tengah Moh Rosyid
Jurnal ORTOPEDAGOGIA Vol 6, No 1 (2020): July
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.487 KB) | DOI: 10.17977/um031v6i12020p43-49

Abstract

Tujuan ditulisnya naskah ini mengevaluasi perlunya disegerakan dibentuknya Komisi Nasional Disabilitas oleh negara. Akibat belum dibentuk, pelaksanaan UU Disabilitas tidak dilaksanakan dengan baik oleh penyelenggara kampus-kampus di Kota Kudus Jawa tengah. Sehingga pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas kaitannya dengan ketaatan penyelenggara kampus dalam memfasilitasi sarana dan prasarananya bagi penyandang disabilitas harus dievaluasi. Data diperoleh penulis bersumber dari kajian pustaka berupa tulisan para penulis yang memiliki konsen terhadap fasilitas umum dan perpustakaan dan muatan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU No 43 Tahun 2017 tentang Perpustakaan. Data dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Perpustakaan sebagai badan publik berkewajiban menyediakan kemudahan sarana dan prasarana mengakses bagi publik dan penyandang disabilitas. Akan tetapi, dalam konteks  penyandang disabilitas hanya angan-angan karena perangkat dukung dalam UU Penyandang Disabilitas berupa 8 peraturan pemerintah (PP), 2 peraturan presiden (Perpres), 1 peraturan menteri sosial (Permensos), dan pembentukan Komisi Nasional Disabilitas belum terwujud. Bila semua itu terwujud, harapan terciptanya UU Keterbukaan Informasi Publik pun terwujud. Dengan demikian, tugas kita bersama mengawalnya agar tujuan diterbitkannya UU Penyandang Disabilitas, UU Perpustakaan, dan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dapat terwujud bagi warga negara, khususnya penyandang disabilitas. Keberadaan Komisi Nasional Disabilitas sangat mendesak dibentuk. 
SITUS KAWASAN KAUMAN MENARA KUDUS SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH Moh Rosyid
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v4i1p59-72

Abstract

This reasearch aims to illuminate the fact that cultural heritage objects could be used as a source of history instructions. This research data were obtained by the authors with interviews, observations, and  literature studies. Then, the data were analyzed with qualitative descriptive approaches. The results of this research show that Kudus in the pre-Islamic past left traces of a great civilization in the form of The Holy Tower, The Twin Arch (both in the Holy al-Aqsha Mosque) and The Breaking of Bubrah in the Kauman Area of the Holy Tower. This fact can be used as an reinforcement that past life that bequeaths cultural traces can be enjoyed by current and future generations as a source of historical learning in educational institutions must learn to college, especially historicalreviewers, archaeologists, sociologists, anthropologists and other scientists about Kudus. The task with Municipiality Kudus, DPRD Kudus, and Kudus citizens is to take care according to their respective portions.
PERKAWINAN DINI DAN PERCERAIAN: Studi Kasus Perempuan Samin di Kudus Jawa Tengah Moh Rosyid
Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender Vol 20, No 1 (2021): Marwah
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/marwah.v20i1.9656

Abstract

This paper is a qualitative research based on observation and interview among Samin community in Kudus. The purpose of this study is presenting unregistered marriage among Samin community. Samin community is the descendants and followers of Ki Samin Surosentiko, renowned for his nonconformity against the Dutch since 1840s. Following the teaching, Samin people do not registered their marriage and thus they do not feel necessary to obey the government regulation on the minimum age of marriage. The marriage among Samin community will be performed once a girl and a boy perceived to be ready. There are three stages of maturity: adam timur, adam brahi and wong sikep kukuh wali adam. This understanding may lead to child marriage and among its negative impact is divorce. The consequences of unregistered marriage go further to dispute of marital property, right of guardianship, and even conflict between relatives. Nowadays, some Samin people try to find a way to register their marriage in order to get a marriage certificate from the Office of Civil Administration of Kudus. The government needs to pay more attention to the phenomena. 
MAKNA BUBUR SURA DALAM TRADISI BUKA LUWUR MAKAM SUNAN KUDUS PRESPEKTIF BUDAYA Moh Rosyid
Sosial Budaya Vol 17, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v17i1.9535

Abstract

This article describes the tradition of buka luwur which is a cloth that protects the tomb of Sunan Kudus which is commemorated by replacing the new flexural tradition in the Buka Luwur tradition every year. The tradition is carried out by the Foundation Board of the Mosque, the Tomb, and Menara Sunan Kudus in Central Java with the people of Kauman Village, Kota District, Kudus every month Muharam/Sura. The purpose of writing this article is to explore the symbolic meaning of Bubur Sura, which is located in the complex of the Tomb of Sunan Kudus, behind the Masjid al-Aqsa Menara Kudus. This research data were obtained by interview, participatory observation, and literature review. Data collection was analyzed using a qualitative descriptive approach. The tradition of open flexible has a characteristic that is the distribution of Asura porridge, nasi jangkrik, Islamic art attractions that are displayed to the public, and the replacement of old luwur with the new one. The meaning Bubur Sura to reference UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang cultural progresiive, bubur sura tradition have mean tolerance, diversity, locality, between regions, partisipative, the benefits, sustainability, expretion freedom, coherent, equality, and mutual cooperation. Preserved tradition expressed to pray and care for ancestors, Sunan Kudus.
GERAKAN PEGON ERA KOLONIAL HINGGA ERA DIGITAL: STUDI KASUS DI MADRASAH IBTIDAIYAH DARUL ULUM NGEMBALREJO KUDUS Moh Rosyid
Auladuna: Jurnal Pendidikan Dasar Islam Vol 6 No 1 (2019): JUNE
Publisher : Department of Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Alauddin Makass

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/auladuna.v6i1a8.2019

Abstract

AbstrakUlama Nusantara melakukan perlawanan terhadap kolonial dilatarbelakangi semangat jihad. Perlawanannya meluas hingga berbeda dalam berpakaian dan bentuk tulisan yang dikenal pego atau pegon. Penulisan pegon sejak era Sunan Ampel dan Syarif Hidayatullah yang dikembangkan oleh ulama generasi selanjutnya seperti K.H Ahmad Rifa’i dalam karyanya Kitab Tarjumah sehingga pegon mengalami dinamika. Riset tahun 2018 ini data diperoleh dengan observasi dan wawancara dengan deskriptif analisis dan pendekatan sejarah. Tujuan riset mengetahui dinamika penulisan/pembelajaran pegon era kolonial hingga millenial khususnya di kelas 1 MI Darul Ulum. Yayasan Pendidikan Islam Darul Ulum menaungi ponpes, Madin, PAUD, RA, MI, MTs, MA) di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kudus, Jawa Tengah. Hasil riset ini, pembelajaran mengenalkan pegon sejak kelas satu bertujuan (1) memudahkan pemahaman siswa terhadap tulisan Arab, (2) memahami muatan kitab pegon, dan (3) pada usia dewasa terasah kemampuan baca-tulis kitab kuning. Metode pembelajarannya dengan metode membaca dan menulis permulaan.AbstractDuring the colonial era, ulama (religious leader) of Nusantara fought against the Dutch in the name of jihad. The war was manifested also in the mode of fashion and script. The Ulama introduced Arabic script (pego/pegon) since the era of Sunan Ampel and Syarif Hidayatullah. It was then developed by KH Ahmad Rifai in his work Kitab Tarjumah. This research based on interview and literature review using descriptive qualitative analysis of historical approach. This research focused on the learning process of pegon in the 1st grade of MI Darul Ulum. Darul Ulum Foundation for Islamic Education was managing pesantren, Madrasah Diniyah, Pre-school, Kindergarten, Elementary, Junior and Senior High School in Ngembalrejo Village of Kudus. The school introduced pegon to their elementary students as early as the 1st grade by mean of reading and writing. It aims at: 1) introducing students to Arabic script, 2) preparing student to read book written in pegon, 3) preparing students to learn Kitab Kuning.
Solusi Penuntasan Akar Konflik SARA: Belajar dari Kasus Konflik Muslim-Buddhis di Tanjungbalai Medan Tahun 2016 Moh Rosyid
Intelektualita Vol 9 No 2 (2020): Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains
Publisher : Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intelektualita.v9i2.5308

Abstract

Data dalam artikel ini berasal dari laporan media online dan cetak serta publikasi lain tentang konflik yang terjadi di Tanjungbalai. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif untuk memahami bentuk konflik yang terjadi serta mencari jalan bagi resolusi konflik. Konflik dengan latar belakang agama dan etnik seringkali muncul di Indonesia, diantaranya 29 Juli 2016 di Tanjungbalai, Sumatera. Kerusuhan yang terjaid seringkali mengakibatkan kerugian materi dan nonmateriil, sehingga diperlukan usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mencegahnya. Cara yang bisa ditempuh diantaranya: menumbuhkan kembali semangat pluralisme di antara pemeluk agama yang berbeda, membangun dialog antar umat beragama, serta penegakan hukum. Dalam kasus Tanjungbalai, delapan terdakwa dihukum penjara antara 1 bulan 18 hari hingga 2 bulan 18 hari. Menurut sebagian orang hukuman ini tidak adil jika dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi di wihara karena kerusuhan itu serta dampak sosial yang terjadi.
Strategi Adaptasi dan Pertahanan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kudus Jawa Tengah Moh Rosyid
Intizar Vol 25 No 1 (2019): Intizar
Publisher : Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intizar.v25i1.3277

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi adaptasi dan pertahanan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kudus Jawa Tengah sejak tahun 1999 hingga kini. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan deskriptif analitis. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keberadaan JAI tidak terjadi konflik terbuka di Kudus dikarenakan pertama, kehidupan di pedesaan yang lebih mengutamakan aspek pertemanan dan persaudaraan. Kedua, warga JAI di Kudus tidak melanggar norma susila, hokum, agama, dan negara. Ketiga, ajaran Ahmadiyah tidak dipublikasikan pada warga, hanya pada intern JAI. Keempat, warga JAI melakukan adaptasi budaya dengan lingkungannya. Adapun faktor tetap eksisnya JAI di Kudus karena pertama, peran sesepuh JAI yang ekonominya di kelas menengah atas sehingga disegani warga sekitar. Kedua, adanya mubalig JAI ditugaskan dari JAI Pusat yang sehari-harinya melayani warga JAI Kudus. Ketiga, fanatikme warga JAI terhadap ajaran Ahmadiyah.
Optimizing Da'wah From the Perspective of Da'wah Management: A Case Study of The ex-Samin Muallaf in Kudus, Central Java Moh Rosyid
Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah Vol 26, No 2 (2020): JURNAL AL-BAYAN: MEDIA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU DAKWAH
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/albayan.v26i2.6846

Abstract

This article based on research to description effort to be made preacher to Samin becomes muslim (mullaf) all this time not positioned object preacher. Usually Samin becomes muallaf because marriage by muslim. If not charged specially, Islam is not intact. Data of this article were collected through interviews, observations, documentations by Samin’s in Kudus, central Java by descriptive qualitative approuch. Way of preaching by techniques lecture (tablig), guidance (irsyad), managerial (tadbir), social development (tathwir). The muallaf (ex-samin context) tablig and guidance are it succesfully islamic enhancement. This is due islamic approuch and humanities between preacher (mubaligh) by muallaf/ex-Samin (mad’u). Which must be done again are tadbir and tathwir. Islamic organization, islamic figure, Indonesian Ulema Council (MUI), and Ministry of Religion Kudus through counseling must have an special agenda in order to be muallaf (ex-Samin) islamic understand step by step approuch by soft. All parties must work together for determine attidtude by a wise.Keywords: strategy, preacher, a wise, and sustainability.
Muslim’s Responses to Believers of Indigenous Faiths Lina Kushidayati; Moh Rosyid
Millati: Journal of Islamic Studies and Humanities Vol 5, No 1 (2020): Trends of Islamic Thought, Literature, and History on The Changing World Order
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/mlt.v5i1.51-64

Abstract

Manuskrip ini bertujuan untuk mendeskripsikan usaha penulis dalam memberi pemahaman kepada delapan kelompok penghayat kepercayaan di Kabupaten Kudus beserta respon Muslim terhadapnya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis kualitatif deskriptif mengunakan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstituni No. 97/PUU-XIV/20016 yang menyatakan bahwa penghayat kepercayaan setara dalam hal keagamaan. Sehingga, mereka kemudian mengubah kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka menjadi penghayat kepercayaan. Menggunakan tanda strip (-) pada KTP mereka merupakan salah satu wujud penolakan bagi penghayat kepercayaan Persada dan Samin. Sebaliknya, keenam kelompok penghayat kepercayaan tetap menulis Islam sebagai agama mereka karena menurut mereka, dengan mengubah agama mereka dapat menimbulkan beberapa keresahan meliputi (1) penolakan pada pemakaman umum, (2) perlakuan diskriminatif bagi anak-anak mereka yang mencari pekerjaan, dan (3) kesulitan dalam mencari pasangan hidup, terutama bagi penghayat kepercayaan wanita. Selain itu, keberadaan mereka dianggap sebagai organisasi spiritual yang tidak terkait dengan status keagamaan.
PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA KAUMAN MENARA KUDUS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH Moh Rosyid
Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam Vol 6, No 2 (2021): DESEMBER
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/ttjksi.v6i2.4166

Abstract

Tujuan ditulisnya naskah ini adalah memberi fakta bahwa benda cagar budaya memiliki manfaat untuk dijadikan sumber belajar sejarah. Data riset ini diperoleh penulis dengan observasi dan referensi yang dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil riset, Kudus pada masa lalu pra-Islam meninggalkan jejak peradaban yang agung berupa Menara Kudus, Gapura Kembar (keduanya di Masjid al-Aqsha Kudus) dan lainya di Kawasan Kauman Menara Kudus. Fakta tersebut dapat dijadikan penguat bahwa kehidupan masa lalu yang mewariskan jejak budaya dapat dinikmati generasi masa kini dan mendatang sebagai sumber pembelajaran sejarah, terutama pengkaji sejarah, arkeolog, sosiolog, antropolog dan ilmuwan lainnya tentang Kudus. Tugas bersama pemda Kudus, DPRD Kudus, dan warga Kudus adalah merawat sesuai dengan porsi masing-masing.