ANALISIS SENSITIVITAS HARGA BAHAN BAKU IMPOR IMPLIKASI TERHADAP SURVIVAL UKM TAHU-TEMPE Sutrisno Badri, E Sugandiko Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Widya Dharma Klaten Jl. Ki Hajar Dewantara-Klaten Utara Telp. 0272-322363 Fax. 0272-323288 e-mail:sutrisno_badri@unwidha.ac.id. cell.081329324590 ABSTRAK Kenaikan harga kedelai, berimplikasi terhadap kelangsungan hidup usaha kecil tahu tempe, karena dengan naiknya harga kedelai akan mempengaruhi tingginya harga pokok, akhirnya harga jual menjadi tinggi, sebagaimana diketahui kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Minimal terdapat tiga pertanyaan yang perlu dicarikan solusinya adalah: (1) Dengan kenaikan harga bahan baku impor masih mampukah usaha tahu-tempe menjaga keberlanjutannya? (2). Bagaimana pengusaha melakukan perencanaan laba yang dipengaruhi faktor kenaikan harga bahan baku impor? (3). Seberapa besar kepekaan (sensitivitas) harga bahan baku terhadap laba yang diperoleh?. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menentukan harga jual pada perusahaan tahu tempe agar tidak mengalami kerugian dan mencapai laba yang diharapkan. Metode yang digunakan dalam untuk analisis sensitivitas berupa rumus Break Event Point (titik impas) dan rumus penentuan harga jual normal (cost-plus pricing). Apabila pada saat ini kurs dollar mencapai Rp 12.500,00 , maka Break Even yang harus dicapai oleh oleh perusahaan tahu sebesar 70 unit atau Rp 1.750.000,00 dengan biaya variabel per unit (VCQ) sebesar Rp 19.189,00 dan laba yang diperoleh sebesar Rp 59.766,-. Sedangkan Break Even yang harus dicapai oleh oleh perusahaan tempe sebesar unit atau Rp 1.433.100,00 dengan baiaya variabel per unit (VCQ) sebesar Rp 1.200,- dan laba yang diperoleh sebesar Rp 210.358,-. Dampak dari kenaikan harga bahan baku impor terhadap perencanaan laba yang dilakukan oleh Perusahaan Tahu Tempe Di Kecamatan Jatinom adalah konsumen merasa dirugikan karena produk tahu tempe yang didapat tidak sesuai dengan ukuran biasanya, hal ini dikarenakan peningkatan harga kedelai impor sebagai bahan baku utama tahu tempe tidak dapat diikuti dengan meningkatkan harga jual tahu tempe sebesar peningkatan harga kedelai tersebut karena melihat daya beli konsumen yang umumnya merupakan golongan ekonomi menengah kebawah. Untuk mencapai titik optimal dimana konsumen terjangkau membeli tahun-tempe dan produsen tetap bisa bertahan, maka harga minimal yang diharapkan oleh perajin sebesar Rp 7.000,per kg, sehingga perajin dapat menjual tahu tempe dengan harga yang relatif terjangkau oleh semua konsumen. Key word: Kurs dollar, Break Event, Cost-Plus Pricing, Sensitivitas