Articles
PENDOKUMENTASIAN REKAM MEDIS BENCANA MERAPI TAHUN 2010 DI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN MAGELANG
Nuryati Nuryati
979-26-0263-1
Publisher : FIKI 2013
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (486.133 KB)
Latar Belakang : Pendokumentasian rekam medis bencana Merapi di RSU Kabupaten Magelangberfungsi untuk mengetahui gambaran pendokumentasian rekam medis bencana Merapi di RSUKabupaten Magelang. Saat bencana terjadi RSU Kabupaten Magelang menjadi rumah sakit yangditunjuk oleh pemerintah untuk para korban Merapi. Jumlah korban yang banyak tidak seimbangdengan jumlah pegawai rekam medis maupun petugas medis yang berada pada rumah sakittersebut. Sehingga saat pendokumentasian data medis dan data sosial pasien terjadi kemungkinanpendokumentasian yang tidak secara lengkap ditulis pada berkas rekam medis.Tujuan : Mengetahui pendokumentasian rekam medis bencana Merapi tahun 2010 yang dilakukanoleh petugas rekam medis, perawat,dan dokter,mengetahui faktor penyebab tidakterdokumentasinya rekam medis bencana, merancang formulir rekam medis bencana sesuaikebutuhan di rumah sakit setempat.Metode Penelitian : Jenis penelitian yg digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif denganrancangan fenomenal. Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik sampling jenuh yaitupenentuan sampel di mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel serta purposivesampling untuk pengambilan responden. Responden dalam penelitian ini adalah tenaga medis dannon medis (dokter, perawat IGD, petugas pendaftaran, petugas pelaporan, dan Kepala BagianRekam Medis. Metode pengambilan data dengan menggunakan studi dokumentasi, observasi, danwawancara.Hasil : Pelaksanaan pendokumentasian data sosial dan medis pasien korban Bencana MerapiTahun 2010 dilaksanakan di IGD RSU Kabupaten Magelang dengan mendatangi pasien yangsedang diperiksa. Penanganan utama adalah pemeriksaan pasien terlebih dahulu kemudian datasosial dan data medis segera dicatat pada rekam medis gawat darurat di Lembar Kartu Pengobatansetelah pemeriksaan pasien selesai. Faktor-faktor penyebab ketidakterisian data pasien yaitu faktortidak adanya informasi yang didapat, faktor lembar khusus bencana yang tidak ada, faktorprosedur tetap mengenai pendokumentasian data sosial dan data medis pada rekam medis gawatdarurat kasus Bencana Merapi Tahun 2010 yang belum ada di RSU Kabupaten Magelang.Rancangan formulir rekam medis bencana yang terpilih adalah alternatif satu (tujuh responden)dan alternatif 3 (dua responden).
Optimalisasi Sistem Informasi Puskesmas pada Layanan Kesehatan di Puskesmas Dlingo I Kabupaten Bantul Yogyakarta
Nur Rokhman;
Savitri Citra Budi;
Nuryati Nuryati
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) Vol 1, No 1 (2015): September
Publisher : Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (349.56 KB)
|
DOI: 10.22146/jpkm.16960
Dlingo I Community Health Center used Integrated Health Information System (IHIS) as software to support patient services. Besides IHIS, Dlingo I Community Health Center also used P-Care to records data service of BPJS patients. There are some technical problems related to the use of IHIS and P-Care. Community service has been held in Dlingo I Community Health Center to give a training and assistance for the officers. In early stage we analyzed the problems and the needs of Dlingo I Community Health Center officers with observation and interview. Some problems has been found like the lack of responsiveness of P-Care and the server that temporary down. There are also some feature in IHIS that didn’t meet the officer expectation. From the problems mentioned above, Vocational College of Universitas Gadjah Mada held a training and assistance related to the use of P-Care and IHIS. As an output from this activity we also make a recommendation for the development of community health center information system in the future. The officers claimed that they are satisfied with the training and the assistance.
Pelatihan Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit Serta Masalah Terkait Berdasarkan ICD-10 pada SDM Kesehatan di Puskesmas Dlingo I, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
Nuryati Nuryati
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) Vol 1, No 1 (2015): September
Publisher : Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (316.271 KB)
|
DOI: 10.22146/jpkm.16963
Medical records officer role in the implementation of BPJS is very important. In this case the medical records officer gathering and processing of patient data. In carrying out his role, the official medical records are still having a lot of problems in the field, especially related to the classification and codefication disease and related problems that in fact the most important part in the financing system BPJS patients. Lack of socialization and mentoring of the BPJS as well as relevant government or universities to be one of the causes of the various problems that arise in the field. Through socialization and mentoring from college who has a plan and a solution can minimize the main problems related to the implementation of the BPJS. The method used is training. Delivery of training using a technique such that interesting, attractive, either through the interactive lecture method using animation and video, also packaged in an exciting event so that participants are not saturated. Role in the medical recorder and codefication classification of diseases and related problems in health centers Dlingo I Bantul district of Yogyakarta is not only done alone, but is also done by midwives, nurses, and nutritionists. This is done because the workload of medical records officer relatively high. There is only one medical recorder. This condition is exacerbated by a lack of socialization and assistance carried out by the relevant government BPJS or forcing medical recorder shall transmit the relevant information and codefication classification of diseases and related problems are the other professions also do so. the Dlingo I Community Health Center Distric of Bantul Yogyakarta find this activity very beneficial to minimize the main problem and hope this event can be held on a regular basis. Health human resources through this training they can understand the structure of the classification, so it can help work codefication disease and related health problems.
Using District Health Information System (DHIS2) for Health Data Integration in Special Region of Yogyakarta
Ni'mah Hanifah;
Guardian Yoki Sanjaya;
Nuryati Nuryati;
Aprisa Chrysantina;
Niko Tesni Saputro;
Mardiansyah Mardiansyah
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) Vol 8, No 1 (2022): March
Publisher : Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (836.438 KB)
|
DOI: 10.22146/jpkm.40379
A number of applications have been used for managing health data and information and tend to be fragmented between health programs in health offices. In consequence, the analysis and interpretation process becomes difficult since the data is scattered in separate sources. One of the solutions offered as an effort to synchronize and integrate health data in Indonesia is through implementing District Health Information Software (DHIS2). DHIS2 is an application that emphasizes data integration at the health office level. Faculty of Medicine, Public Health and Nursing UGM has been partnered with the Special Region of Yogyakarta Health Office to carry out community service activities in the context of utilizing DHIS2 for health data integration in the province. The implementation of DHIS2 was divided into 4 stages, namely workshop on data availability, socialization, and training of DHIS2; data mapping and customizing DHIS2; implementing health data integration; and dissemination, supervision, and evaluation. Six health offices were the target of community service activities in the province. DHIS2 has facilitated health office staff to analyse and visualize health information that is used for decision making and advocacy. This community service activity supports the government’s efforts to provide one-stop data and contributes to strengthening health information systems both nationally and regionally.
Ketepatan Kodifikasi Klinis Berdasarkan ICD-10 di Puskesmas dan Rumah Sakit di Indonesia: Sebuah Studi Literatur
Angga Eko Pramono;
Nuryati Nuryati;
Dian Budi Santoso;
Marko Ferdian Salim
Jurnal Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Vol 4, No 2 (2021): Oktober 2021
Publisher : Poltekkes Kemenkes Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (253.286 KB)
|
DOI: 10.31983/jrmik.v4i2.7688
Sistem klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakit-penyakit yang sejenis berdasarkan The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revisions (ICD-10). Penerapan pengodean harus sesuai ICD-10 guna mendapatkan kode yang tepat sehingga mencerminkan kondisi kesehatan yang sebenarnya. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat ketepatan klasifikasi klinis dan faktor yang mempengaruhinya di fasilitas kesehatan tingkat primer (Puskesmas) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (rumah sakit) di Indonesia. Penelitian menggunakan metode systematic review terhadap sejumlah artikel penelitian terpublikasi tahun 2009-2019. Literatur didapat dari 3 database online, 19 jurnal, Google Scholar, dan prosiding online. Jumlah total literatur yang diperoleh sebanyak 458 artikel dan sebanyak 45 artikel memenuhi kriteria penelitian. Hasilnya menunjukkan tingkat ketepatan kode diagnosis di Puskesmas sebesar 26 – 45% dan di rumah sakit sebesar 21 – 81%. Ketepatan kode bervariasi antar klasifikasi penyakit berdasarkan sistem organ tubuh atau penyakit khusus tertentu. Secara kuantitatif, studi literatur menunjukkan adanya pengaruh ketepatan terminologi medis/penulisan diagnosis; kelengkapan pengisian rekam medis; tingkat pengetahuan, pengalaman, dan beban kerja PMIK terhadap ketepatan kode. Hasil studi literatur juga menunjukkan bahwa ketersediaan SPO dan fasilitas yang memadai, serta dilakukannya audit coding juga merupakan faktor penentu ketepatan kode. Dengan demikian, peningkatan ketepatan kode diagnosis perlu dilakukan untuk menunjang sistem pelaporan kesehatan yang bermutu. Upaya peningkatannya sebaiknya tidak hanya pada sebagian faktor melainkan harus dilakukan secara menyeluruh pada semua aspek.
Manfaat Data External Causes dan Aplikasi ArcGIS di PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Cabang DIY
Defin Merlinesia;
Nuryati Nuryati
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 1, No 2 (2017): April
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22146/jkesvo.27572
Latar belakang: Januari-Agustus 2014 tercatat 614 kejadian kecelakaan lalu lintas (KLL) di Kabupaten Sleman dan jumlah kendaraannya tertinggi di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada KMK No 377 Tahun 2007 kompetensi perekam medis mengenai pengolahan data yaitu manajemen rekam medis informasi kesehatan, dan statistik kesehatan. Pendokumentasian dan pengolahan data external causes (EC) fasyankes sangat minim. Ketidaklengkapan ditemukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan inputnya pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) belum baik. Data EC KLL yang lengkap dibutuhkan untuk urusan jaminan lembaga asuransi seperti PT Jasa Raharja.Tujuan: Mengetahui manfaat data EC KLL bagi PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Cabang DIY, melakukan pemetaan kejadian KLL di Kabupaten Sleman dengan menggunakan software ArcGIS 10.1, dan mengetahui tingkat kejadian KLL Kabupaten Sleman.Metode: Penelitian desktiptif kualitatif rancangan fenomenologis. Subjeknya petugas Ajun Arsiparis, PA Pelayanan Klaim, dan Kepala Unit Operasional. Teknik pengambilan data adalah studi dokumentasi, observasi, dan wawancara.Hasil: Manfaat data EC yaitu entry data ke aplikasi pelayanan, pembuatan data/statistik, acuan penjaminan, dan pencegahan KLL. Peta kejadian KLL mendapat tanggapan positif petugas. 341 korban KLL selama Juli-Desember 2015 ditangani fasyankes Kabupaten Sleman.Kesimpulan: Data EC KLL PT Jasa Raharja (Persero) Kantor Cabang DIY secara optimal dan rutin dimanfaatkan petugas untuk entry data ke aplikasi pelayanan, pembuatan data/statistik, acuan penjaminan, dan pencegahan KLL. Data EC belum dimanfaatkan untuk pemetaan KLL. Pemetaan kejadian KLL menggunakan software ArcGIS 10.1 mudah, hasilnya bagus dan berguna. Tingkat KLL di Kabupaten Sleman cenderung menurun.
Implementasi Paradigma Pendidikan Vokasional pada Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Gadjah Mada
M. Syairaji;
Nur Rokhman;
Nuryati Nuryati
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 2, No 1 (2017): Mei
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22146/jkesvo.30325
Latar Belakang: Pendidikan dan pelatihan vokasional merupakan hal yang penting dalam perkembangan pengetahuan, teknologi dan sosial-ekonomi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada bidang sosial-ekonomi, pendidikan vokasional menyediakan akses untuk peningkatan keahlian serta pintu gerbang menuju dunia kerja. Pendidikan vokasional juga dapat dikatakan sebagai jembatan antara pendidikan umum dengan dunia kerja. Rekam medis sebagai salah satu pendidian vokasional seharusnya memiliki tujuan dan paradigma yang sama dengan pendidikan vokasional.Tujuan: Membandingkan pelaksanaan pendidikan DIII Rekam Medis Sekolah Vokasi UGM dengan konsep/paradigma pendidikan vokasional berdasarkan teori dan referensi.Metode: Metode penelitian ini adalah literature review dengan menggunakan referensi dari jurnal, UNESCO dan peraturan perundang-undangan.Hasil: Pelaksanaan pendidikan DIII Rekam Medis telah sesuai dengan paradigma pendidikan vokasional menurut Zarifis, Kotsiki, UNESCO, Permenristek Dikti No.44 tahun 2015 dan No.32 tahun 2016 serta SK Menkes No.377 tahun 2007Kesimpulan: Secara umum program studi rekam medis UGM telah memiliki kesesuaian dengan tujuan pendidikan vokasional dan sebagai sebuah sistem pendidikan, program studi ini fokus pada mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia kerja dengan bekal kompetensi, pengetahuan, sikap yang baik.
Perancangan Multimedia Interaktif Pembelajaran Pengodean Penyakit Berdasarkan ICD-10
Dyah Alfiyatun Fitriani;
Nuryati Nuryati
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 2, No 2 (2017): November
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22146/jkesvo.30336
Latar Belakang: Perkembangan IPTEK yang pesat mendorong semua aspek kehidupan mengalami perubahan termasuk pembelajaran. Masih banyak mahasiswa rekam medis yang kesulitan dalam mempelajari pengkodean penyakit, padahal nantinya perekam Medis harus memiliki kompetensi tersebut. Menyikapi adanya perkembangan teknologi dan kesulitan dalam mempelajari pengodean penyakit tersebut, mendorong untuk membuat suatu multimedia interaktif terkait pembelajaran pengodean penyakit berdasarkan ICD-10.Tujuan: Menghasilkan multimedia interaktif pengodean penyakit bagi mahasiswa rekam medis pada bab tersulit dalam ICD-10.Metode: Perancangan ini menggunakan metode pengembangan multimedia menurut Luther dengan ICD 10, modul Praktik Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit dan Masalah Terkait (PKKPMT). dan Kamus Kedokteran Dorlan sebagai objek. Perancangan multimedia interaktif ini didasari oleh hasil survey terhadap mahasiwa rekam medis UGM dan wawancara dengan dosen PKKPMT. Perancangannya menggunakan Adobe Flash CS6.Hasil: Hasil dari perancangan berupa multimedia interaktif pengodean penyakit yang berisi rule, terminologi, struktur ICD-10, contoh soal dan latihan soal. Perancangan menggunakan lima tahap yaitu pembuatan konsep, desain, pengumpulan bahan, assembly, testing dan distribusi.Kesimpulan: Setelah dilakukan perancangan, bab yang paling sulit dalam ICD-10 menurut mahasiwa D3 Rekam Medis SV UGM adalah Bab XV tentang kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perancangan multimedia interaktif pengodean penyakit berdasarkan ICD-10 membutuhkan isi berupa berupa rule bab XV, struktur ICD-10 bab XV, terminologi, contoh soal dan latihan soal yang dirancang dengan Adobe Flash CS6 dengan tahapan perkembangan multimedia menurut Luther (1994). Multimedia interaktif telah diuji cobakan kepada mahasiswa D3 Rekam Medis SV UGM dengan respon multimedia pengodean penyakit berdasarkan ICD-10 bisa dimanfaatkan pada mata kuliah praktek pengodean penyakit.
Telaah Input Data Sistem Informasi Kesehatan di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta
Angga Eko Pramono;
Nur Rokhman;
Nuryati Nuryati
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 3, No 1 (2018): Mei
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22146/jkesvo.34249
Latar Belakang: Saat ini, sistem informasi kesehatan diperlukan untuk mendukung layanan kesehatan. Penerapan sistem informasi kesehatan berpotensi meningkatkan performa fasilitas kesehatan, menghemat biaya, dan meningkatkan kepuasan pelanggan (pasien). Namun, implementasi banyak sistem justru akan menambah beban kerja petugas.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan dan jenis-jenis data pada sistem informasi kesehatan di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subyek penelitian ini adalah lima orang petugas pengguna sistem sedangkan obyeknya adalah sistem informasi kesehatan yang diimplementasikan di puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif.Hasil: Sistem informasi kesehatan yang digunakan di Puskesmas Gondokusuman II sebanyak tujuh sistem. Pengguna harus memasukkan data kesehatan yang sama pada setiap sistem informasi kesehatan. Data tersebut meliputi identitas sosial pasien dan data klinis. Proses pemasukan data yang sama akan membuat pekerjaan menjadi tidak efisien. Untuk mengatasinya, model pengembangan bridging system berbasis web service perlu dikembangkan.Kesimpulan: Bridging system yang diterapkan sebaiknya mencakup semua sistem informasi kesehatan sehingga pengguna tidak perlu memasukkan data yang sama secara berulang. Sistem memungkinkan data yang sama secara otomatis masuk ke sistem lain tanpa harus diketikkan kembali.
‘Resik’ sebagai Sistem Informasi untuk Identifikasi Berkas Rekam Medis Ganda di Rumah Sakit Umum Daerah X Daerah Istimewa Yogyakarta
Nuryati Nuryati;
Annisa Maulida Ningtyas;
Guntur Budi Herwanto;
Widhi Sulistiyo
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 5, No 2 (2020): Mei
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (651.995 KB)
|
DOI: 10.22146/jkesvo.51442
Latar Belakang: Di salah satu RSUD X DIY masih terdapat potensi duplikasi nomor rekam medis dan diharapkan untuk segera dilakukan identifikasi untuk menangani masalah tersebut. Diperlukan sebuah mekanisme standar yang digunakan untuk melakukan identifikasi kesamaan data rekam pasien di rumah sakit yang bertujuan untuk menghilangkan duplikasi data rekam medis. Mekanisme tersebut dituangkan dalam sebuah framework untuk mendeteksi duplikasi rekam medis yang diberi nama ”RESIK”.Tujuan: Menerapakan framework ”RESIK” di salah satu RSUD X DIY untuk mengidentifikasi terjadinya duplikasi rekam medis.Metode: Metode identifikasi duplikasi rekam medis menggunakan pairwise comparison. Kriteria yang dikomparasikan adalah 100.000 data sosial pasien yang ada pada database SIMRS di RSUD X DIY. Identifikasi potensi duplikasi menggunakan data nomor rekam medis, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat pasien.Hasil: Dari 100.000 data sosial pasien, ditemukan bahwa terdapat 413 berkas rekam medis yang terindikasi duplikasi (0,413%). Dari 413 berkas rekam medis, ditemukan sebanyak 407 pasien (98,547%) memiliki dua nomor rekam medis berbeda, 5 pasien (1,211%) memiliki 3 nomor rekam medis berbeda, dan 1 pasien (0,242%) memiliki empat nomor rekam medis berbeda. Kesimpulan: Framework ”RESIK” terbukti dapat mengidentifikasi adanya duplikasi nomor rekam medis di RSUD X DIY.