ABSTRAK Tulisan ini merupakan studi terhadap Putusan Nomor 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt dan Nomor 563/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan tindak pidana yang dilakukan mengancam hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia sebagai alasan memperberat. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara, lebih lama dari tuntutan jaksa berupa pidana penjara tiga tahun penjara, dan pidana denda seratus juta rupiah, subsidair satu bulan kurungan. Beberapa hal dari putusan tersebut yang menarik untuk dibahas dalam tulisan ini apakah penyidik dapat melakukan pembelian terselubung (undercover buy) untuk mengungkap tindak pidana satwa liar? Bagaimana pengaturan dan implikasi penggunaan keterangan saksi yang berasal dari penyidik sebagai alat bukti di persidangan? Serta bagaimana proporsionalitas penghukuman pada kedua putusan tersebut? Secara umum metode penelitian yang digunakan adalah studi putusan pengadilan, dengan melakukan serangkaian focus group discussion dengan mantan hakim dan jaksa, penyidik yang memeriksa perkara, dan peneliti/aktivis lingkungan hidup. Hasil studi atau kajian menemukan bahwa praktik pembelian terselubung dan penggunaan keterangan saksi penyidik dalam penegakan hukum tindak pidana satwa liar tidak memiliki landasan hukum. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang memberikan kewenangan pembelian terselubung kepada penyidik. Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya bahkan membebaskan terdakwa yang dalam pemeriksaan di tingkat pertama mendengarkan keterangan saksi penyidik. Selain itu, hukuman yang diberikan kepada pelaku juga belum proporsional. Ketiadaan pedoman berakibat pada terlalu variatif dan tidak proporsionalnya penggantian pidana denda menjadi pidana kurungan.Kata kunci: tindak pidana satwa liar; pembelian terselubung; saksi penyidik. ABSTRACT This paper is a study of the Court Decision Number 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt and Number 563/Pid. Sus-Lh/2016/PN.Rgt. In the decisions’ deliberation, the judges stated that because the crime threatened biodiversity in Indonesia, it became aggravating circumstances. The panel of judges sentenced the defendant to four years in prison, longer than the prosecutors who charged the defendant to three years in prison and to pay a fine for one hundred million rupiah, subsidiary to one month in jail. Several interesting things from the decisions that need to be discussed in this paper are: can the investigators do undercover buy to reveal wildlife crime? What is the rule and implication of using witness testimony from the investigators as evidence at trial? And how is the proportionality of the sentence in both decisions? Generally, the method used for this research is to study court decisions with former judges and procecutors, investigators who examined the case, and researchers/environmental activists. The study found that the practice of undercover buy and the use of witness testimony from the investigators did not have legal basis. There is no legal basis that gives the authority to the investigators to do the undercover buy. The Supreme Court in several of its decisions even acquitted the defendants who in the examination at the rst level listened to the testimony from investigators. Moreover, the sentence which was given to the defendant is not proportional. The absence of a guideline makes it too varied and disproportionate to the replacement of ne into con nement. Keyword: wildlife crime; undercover buy; investigator as a witness.