Choky Risda Ramadhan, Choky Risda
Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERHADAP SATWA LIAR Choky Risda Ramadhan
Jurnal Yudisial Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v14i2.471

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini merupakan studi terhadap Putusan Nomor 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt dan Nomor 563/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan tindak pidana yang dilakukan mengancam hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia sebagai alasan memperberat. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara, lebih lama dari tuntutan jaksa berupa pidana penjara tiga tahun penjara, dan pidana denda seratus juta rupiah, subsidair satu bulan kurungan. Beberapa hal dari putusan tersebut yang menarik untuk dibahas dalam tulisan ini apakah penyidik dapat melakukan pembelian terselubung (undercover buy) untuk mengungkap tindak pidana satwa liar? Bagaimana pengaturan dan implikasi penggunaan keterangan saksi yang berasal dari penyidik sebagai alat bukti di persidangan? Serta bagaimana proporsionalitas penghukuman pada kedua putusan tersebut? Secara umum metode penelitian yang digunakan adalah studi putusan pengadilan, dengan melakukan serangkaian focus group discussion dengan mantan hakim dan jaksa, penyidik yang memeriksa perkara, dan peneliti/aktivis lingkungan hidup. Hasil studi atau kajian menemukan bahwa praktik pembelian terselubung dan penggunaan keterangan saksi penyidik dalam penegakan hukum tindak pidana satwa liar tidak memiliki landasan hukum. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang memberikan kewenangan pembelian terselubung kepada penyidik. Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya bahkan membebaskan terdakwa yang dalam pemeriksaan di tingkat pertama mendengarkan keterangan saksi penyidik. Selain itu, hukuman yang diberikan kepada pelaku juga belum proporsional. Ketiadaan pedoman berakibat pada terlalu variatif dan tidak proporsionalnya penggantian pidana denda menjadi pidana kurungan.Kata kunci: tindak pidana satwa liar; pembelian terselubung; saksi penyidik. ABSTRACT This paper is a study of the Court Decision Number 562/Pid.Sus-Lh/2016/PN.Rgt and Number 563/Pid. Sus-Lh/2016/PN.Rgt. In the decisions’ deliberation, the judges stated that because the crime threatened biodiversity in Indonesia, it became aggravating circumstances. The panel of judges sentenced the defendant to four years in prison, longer than the prosecutors who charged the defendant to three years in prison and to pay a fine for one hundred million rupiah, subsidiary to one month in jail. Several interesting things from the decisions that need to be discussed in this paper are: can the investigators do undercover buy to reveal wildlife crime? What is the rule and implication of using witness testimony from the investigators as evidence at trial? And how is the proportionality of the sentence in both decisions? Generally, the method used for this research is to study court decisions with former judges and procecutors, investigators who examined the case, and researchers/environmental activists. The study found that the practice of undercover buy and the use of witness testimony from the investigators did not have legal basis. There is no legal basis that gives the authority to the investigators to do the undercover buy. The Supreme Court in several of its decisions even acquitted the defendants who in the examination at the rst level listened to the testimony from investigators. Moreover, the sentence which was given to the defendant is not proportional. The absence of a guideline makes it too varied and disproportionate to the replacement of ne into con nement. Keyword: wildlife crime; undercover buy; investigator as a witness.
ANALISIS MANFAAT-BIAYA DALAM PEMBENTUKAN REGULASI: PRAKTIK, KRITIK, DAN INSTRUMEN DEMOKRATIK Choky Risda Ramadhan
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 10, No 2 (2021): Agustus 2021
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.951 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v10i2.716

Abstract

 Analisis Manfaat-Biaya (AMB) atau Benefit-Cost Analysis (BCA) marak diperbincangkan sebagai suatu metode meninjau usulan atau pelaksanaan kebijakan dan program (kebijakan/program). Istilah AMB atau CBA disebut dalam dokumen panduan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, panduan evaluasi peraturan perundang-undangan, hingga perencanaan pembangunan. Akan tetapi, informasi mengenai praktik AMB dalam dokumen tersebut ataupun literatur ilmiah sangat terbatas. AMB merupakan metode untuk meninjau atau menilai (assessment) suatu kebijakan dengan mengukur segala dampaknya berdasarkan satuan moneter (uang). Artikel ini berupaya untuk mengisi kesenjangan literatur mengenai konsep dan panduan praktis  untuk memahami tahapan dan teknik AMB.  Selain itu, artikel ini juga membahas mengenai berbagai kritik terhadap AMB yang berkaitan dengan perlindungan hak individual dan konsepsi keadilan yang terlalu individualis dan hedonistik. Kritik tersebut direspon dengan berbagai perkembangan AMB kontemporer yang juga mempertimbangkan perlindungan diri dan konsepsi keadilan yang lebih luas. Selain itu, artikel ini mempertahankan penggunaan AMB sebagai salah satu instrumen demokratik dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan/program. 
Cracking the Code: Investigating the Hunt for Crypto Assets in Money Laundering Cases in Indonesia Nelson, Febby Mutiara; Prosperiani, Maria Dianita; Ramadhan, Choky Risda; Andini, Priska Putri
Journal of Indonesian Legal Studies Vol. 9 No. 1 (2024): Navigating Legal Landscapes: Exploring Justice Development in Indonesia and the
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.vol9i1.4534

Abstract

This study aimed to investigate the use of digital information and communication technology in the form of crypto assets as proceeds of crime in money laundering action, due to the multi-layered security of the blockchain. This phenomenon was presented on a global scale in transnational crimes, providing challenges for Indonesian law enforcement officials in hunting the crypto assets scattered outside its legal jurisdiction. The results showed that Police Investigators and General Prosecutors utilizing penal and non-penal approaches in performing the crypto assets tracing, seizing and recovering, which shows the importance of maintaining formal and informal cooperation with other countries through the Financial Intelligence Units (FIUs) and Interpol, besides developing domestic regulations in controlling the crypto assets physical trading. Due to legal uncertainty of storing and releasing crypto assets, the investigators and the prosecutors faced disagreement in determine the procedures, which then affected the asset recovery process of Indra Kesuma case. This study proposed potential models for effective management on confiscated crypto assets that law enforcement officials could adopt in recovering these assets such as seizure orders, confiscation orders, and pre-confiscation sale. This was a legal study conducted by collecting data through literature reviews and interviews.