Moh. Hasan Bisri
Unknown Affiliation

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

MAKNA SIMBOLIS KOMPOSISI BEDAYA LEMAH PUTIH (BEDAYA LEMAH PUTIH COMPOSITION SYMBOLIC MEANING) Bisri, Moh. Hasan
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 6, No 2 (2005)
Publisher : Department of Drama, Dance, and Musik (Sendratasik), Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v6i2.832

Abstract

Keberadaan tari Bedaya di lingkungan kraton memiliki beberapa fungsi penting   yang terkait dengan upacara kebesaran raja, upacara penobatan raja, dan upacara resmi kerajaan. Tari Bedaya menjadi simbol-simbol status bagi raja dan  merupakan pelengkap jabatan raja, dengan demikian wajar bila tari Bedaya mendapat dukungan sepenuhnya dari raja. Bedaya adalah suatu bentuk tari kelompok, yang dilakukan oleh sembilan penari putri dengan tatarias dan busana yang sama. Masing-masing penari membawakan peran dan nama yang berbeda, yaitu: Batak, Gulu, Dhadha, Endhel Weton, Endhel Ajeg, Apit Meneng, Apit Wingking, Apit Ngajeng, dan Boncit. Tari Bedaya mempunyai konvensi tertentu, dalam hal isi maupun wujud tarinya, yang meliputi susunan tari, pola gerak, pola ruang, pola lantai, iringan, dan tatarias busana. Di sisi lain tari Bedaya mengalami perkembangan hingga keluar kraton, dan juga tentunya konvensi-konvensi pada    tari Bedoyo mengalami perubahan pula antara Bedaya di luar kraton dengan Bedaya kraton. Hingga banyak bermunculan karya-karya baru tari Bedaya bahkan lepas dengan konvensi Bedaya Kraton.   Kata Kunci: Simbol, Bedaya, Lemah Putih, Semiotik
Bentuk Pertunjukan Tari Kubro Siswo Arjuno Mudho Desa Growong Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang RAIZ, IQROK JORDAN; BISRI, MOH. HASAN
Jurnal Seni Tari Vol 7 No 1 (2018): Vol 7 No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Seni Tari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.618 KB) | DOI: 10.15294/jst.v7i1.22810

Abstract

Abstrak Tari Kubro Siswo merupakan tari tradisional kerakyatan yang muncul, tumbuh, dan berkembang di kalangan masyarakat, khususnya Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini yakni mengetahui dan mendeskripsikan Bentuk Pertunjukan yang terdapat dalam tari Kubro Siswo Grup Arjuno Mudho di Desa Growong Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnokoreologi. Pengumpulan data penelitian menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tari Kubro Siswo Grup Arjuno Mudho memiliki tiga segmen atau bagian dalam pertunjukannya yakni Pembuka, Inti atau Theleng, dan Penutup. Pada akhir masing-masing segmen pasti ada aba-aba dalam baris-berbaris seperti Siap, Lencang Depan, dan Berhadap-hadapan. Biasanya setiap peralihan segmen dari inti ke penutup ada atraksi atau proses kesurupan yang tidak semata-mata hanya sebagai hiburan namun memiliki makna tersendiri yaitu sebagai interaksi antara manusia dengan roh nenek moyang yang hadir dalam pertunjukan. Bentuk Pertunjukan Tari Kubro Siswo dapat diketahui melalui aspek-aspek yang terdapat di dalamnya yakni meliputi Pelaku, Ragam Gerak, Tata Busana, Musik Iringan, Tempat Pertunjukan, Waktu Pertunjukan, serta unsur pendukung jalannya pertunjukan meliputi Sesaji dan Proses Kesurupan atau Trance. Kata Kunci : Bentuk Pertunjukan, Tari Kubro Siswo
MAKNA SIMBOLIS KOMPOSISI BEDAYA LEMAH PUTIH (BEDAYA LEMAH PUTIH COMPOSITION SYMBOLIC MEANING) Bisri, Moh. Hasan
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 6, No 2 (2005)
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v6i2.832

Abstract

Keberadaan tari Bedaya di lingkungan kraton memiliki beberapa fungsi penting   yang terkait dengan upacara kebesaran raja, upacara penobatan raja, dan upacara resmi kerajaan. Tari Bedaya menjadi simbol-simbol status bagi raja dan  merupakan pelengkap jabatan raja, dengan demikian wajar bila tari Bedaya mendapat dukungan sepenuhnya dari raja. Bedaya adalah suatu bentuk tari kelompok, yang dilakukan oleh sembilan penari putri dengan tatarias dan busana yang sama. Masing-masing penari membawakan peran dan nama yang berbeda, yaitu: Batak, Gulu, Dhadha, Endhel Weton, Endhel Ajeg, Apit Meneng, Apit Wingking, Apit Ngajeng, dan Boncit. Tari Bedaya mempunyai konvensi tertentu, dalam hal isi maupun wujud tarinya, yang meliputi susunan tari, pola gerak, pola ruang, pola lantai, iringan, dan tatarias busana. Di sisi lain tari Bedaya mengalami perkembangan hingga keluar kraton, dan juga tentunya konvensi-konvensi pada    tari Bedoyo mengalami perubahan pula antara Bedaya di luar kraton dengan Bedaya kraton. Hingga banyak bermunculan karya-karya baru tari Bedaya bahkan lepas dengan konvensi Bedaya Kraton.   Kata Kunci: Simbol, Bedaya, Lemah Putih, Semiotik
Fenomena Cross Gender Pertunjukan Lengger pada Paguyuban Rumah Lengger Mahfuri, Rindik; Bisri, Moh. Hasan
Jurnal Seni Tari Vol 8 No 1 (2019): Kajian Tekstual dan Kontekstual Tari Nusantara
Publisher : Department of Drama, Dance, and Music Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.48 KB) | DOI: 10.15294/jst.v8i1.30636

Abstract

Cross gender merupakan suatu istilah peran atau sifat yang menyeberang dari kepribadian seseorang. Fenomena cross gender yang terjadi adalah munculnya kembali penari lengger laki-laki pada kesenian Lengger yang sudah hampir hilang karena perkembangan zaman tepatnya di Paguyuban Rumah Lengger di Desa Pandak Kecamatan Baturaden Kabupaten Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena bentuk pertunjukan kesenian Lengger Paguyuban Rumah Lengger yang ditarikan oleh penari cross gender dan fenomena penari cross gender dalam pertunjukan kesenian Lengger di Paguyuban Rumah Lengger. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisa data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Berdasarkan hasil analisis data, hasil temuan dari fenomena cross gender pada kesenian Lengger paguyuban Rumah Lengger meliputi fenomena bentuk pertunjukan yang terdiri dari struktur pertunjukan (yang meliputi pola awal, pola tengah, dan pola akhir pertunjukan), gerak, properti, tata rias dan tata busana, musik iringan, dan tempat pertunjukan, serta fenomena penari cross gender dalam pertunjukan Lengger yang dapat ditunjukkan dari segi gerak dan tata rias busana.
EKSISTENSI TARI LENGGER LAUT KARYA OTNIEL TASMAN Pemiluwati, Umi Dwi; Bisri, Moh. Hasan
Jurnal Seni Tari Vol 9 No 1 (2020): Vol 9 No 1 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.872 KB) | DOI: 10.15294/jst.v9i1.37080

Abstract

The Lengger Laut dance has been staged in several events abroad and in the country, one of the performances abroad in Desingel Belgium in the Europalia Festival on October 18, 2017. One of the performances performed in the country is at the Managing Arts Grant on the 29th August 2014 in Surakarta, the 2015 Helatari performance at the Salihara Theater building in Jakarta. The purpose of this study was to determine the existence of the Lengger Laut dance by Otniel Tasman. The Lengger Laut dance was created by a young photographer from Banyumas named Otniel Tasman. This study uses a qualitative descriptive approach, ethical and emic approaches, and structural and functional approaches. Data collection techniques obtained from observation, interviews and documentation. The technique of analyzing data uses data reduction, data presentation, draw conclusions. The data validity technique is carried out by triangulation of sources, technical triangulation and time triangulation. The results showed that the existence of the Sea Lengger Dance still exists, proven by the function of the show and the spread of the development of the Sea Lengger dance performance. Lengger Laut dance is included in contemporary dance nuances of Banyumas popular tradition that has been developed following the times. The Lengger Laut dance by Otniel Tasman has elements of the performance consisting of motion, performer, accompaniment or music, theme, fashion or costume, make-up, venue or stage, lighting and sound system. The Lengger Laut dance also functions as entertainment and as a performance or spectacle. Keywords: Existence, Lengger Laut Dance, performance
FENOMENA TRANCE PADA PERTUNJUKAN TARI LENGGER PUNJEN DI SANGGAR RUKUN PUTRI BUDAYA WONOSOBO Dwi Rahayuningtyas, Nurul; Bisri, Moh. Hasan
Jurnal Sitakara Vol. 9 No. 2 (2024): Jurnal Sitakara
Publisher : Universitas PGRI Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31851/sitakara.v9i2.11081

Abstract

Fenomena Trance pada pertunjukan Tari Lengger Punjen merupakan kejadian atau peristiwa yang marak terjadi pertunjukannya di kalangan masyarakat Wonosobo. Trance selalu disajikan dalam dua sajian, yaitu trance secara alami atau sungguhan dan trance secara skenario. Tari Lengger Punjen memiliki ragam gerak yang cukup unik dengan posisi penari perempuan dipunji penari laki-laki atau punjen serta membawa boneka dan payung mengibaratkan sebuah keluarga, selain itu terdapat pula adegan kerasukan atau trance dengan fenomena atau bentuk penyajian diskenario maupun trance sungguhan atau alami. Masalah yang dikaji dalam penelitian yaitu Bagaimana Bentuk Pertunjukan Tari Lengger Punjen di Sanggar Rukun Putri Budaya dan Bagaimana Fenomena Trance Tari Lengger Punjen di Sanggar Rukun Putri Budaya. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan fenomenologi dengan tujuan untuk memahami dan mendeskripsikan Bentuk Pertunjukan dan mengetahui Fenomena Trance secara deskriptif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diabsahkan dengan triangulasi, kemudian dianalisis menggunakan tahap-tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.  Fenomena Trance yang terjadi fleksibel mengikuti permintaan orang yang mempunya hajad yaitu dapat secara alami tanpa rekayasa maupun tampil dengan diskenario. Kata Kunci: Trance; Pertunjukan; Tari Lengger Punjen.
MANAJEMEN PRODUKSI PERTUNJUKAN TARI SANGGAR PANGREKSA BUDAYA KOTA SEMARANG Pebrianti, Sestri Indah; Jazuli, Muhammad; Bisri, Moh. Hasan; Salma, Alya Happy
Joged Vol 23, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v23i2.14159

Abstract

RINGKASANSanggar Pangreksa Budaya merupakan sanggar yang berada di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dan berdiri sejak tahun 2016. Sejak awal berdirinya sampai saat ini telah memberikan kontribusi pada pelestarian seni tari. Sanggar Pangreksa Budaya mendapat kepercayaan masyarakat dalam memproduksi tari yang di tampilkan di berbagai kegiatan kesenian. Di balik berkembangnya sebuah sanggar bergantung pada cara manajemen yang diterapkan, maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen produksi tari Sanggar Pangreksa Budaya. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif, dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sanggar Pangreksa Budaya merupakan sanggar yang menggunakan manajemen keluarga dengan menerapkan sistem manajemen dengan baik yang meliputi; perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan. Sanggar Pangreksa Budaya dalam memproduksi tari sesuai dengan permintaan masyarakat (konsumen). Manajemen produksi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu terdiri dari pembentukan tim produksi kemudian proses produksi menggunakan proses observasi, eksplorasi, improvisasi dan komposisi. Sanggar Pangreksa Budaya memproduksi tari yang dipertunjukkan dalam kegiatan rutin Minggu Kliwon, Kirab Budaya, pembukaan dari berbagai acara, dan sajian perlombaan yang digarap melalui proses produksi yang telah dibentuk.ABSTRACTPangreksa Budaya Dance Production Management in the District Gunungpati, Semarang City. Sanggar Pangreksa Budaya is a studio located in Gunungpati Sub-district, Semarang City and was established in 2016. The beginning of its establishment until now has contributed to the preservation of dance art. Sanggar Pangreksa Budaya has gained the trust of the community in producing dances that are performed in various arts activities. Behind the development of a studio depends on the management applied, therefore this research aims to find out the dance production management of Sanggar Pangreksa Budaya. The research method used is qualitative, with a case study approach. Data collection techniques used observation, interview and documentation techniques. Data analysis techniques through data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Data validity techniques using source triangulation. The results showed that Sanggar Pangreksa Budaya is a studio that uses family management by implementing a good management system which includes; planning, organizing, moving, and supervising. Sanggar Pangreksa Budaya produces dance according to the demand of the community (consumers). Production management is carried out through several stages, namely consisting of the formation of a production team then the production process using the process of observation, exploration, improvisation and composition. Sanggar Pangreksa Budaya produces dances that are performed in the routine activities of Sunday Kliwon, Kirab Budaya, the opening of various events, and the presentation of the race that is worked on through the production process that has been formed consisting of the formation of the prod team formed
Fungsi tari Barongan dalam upacara Ruwatan di kabupaten Kudus Firdiyani, Nila Rizky; Bisri, Moh. Hasan; Lestari, Wahyu; Pebrianti, Sestri Indah
Imaji: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni Vol. 23 No. 1 (2025): April
Publisher : FBSB UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/imaji.v23i1.71462

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan fungsi dari sajian tari Barongan dalam upacara Ruwatan Tari Barongan merupakan salah satu kesenian khas Kabupaten Kudus yang dalam pertunjukannya merupakan representasi seekor macan. Tari Barongan memiliki peran penting dalam salah satu upacara turun temurun masyarakat Kudus dan tidak bisa digantikan dengan tari lainnya yakni upacara Ruwatan. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etik emik. Metode tersebut digunakan untuk menjelaskan tentang fungsi tari Barongan dalam upacara Ruwatan. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kemudian, data disajikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Barongan merupakan tari tradisional kerakyatan yang memiliki peran utama sebagai media dalam upacara Ruwatan. Penyajian Tari Barongan merupakan cerita legenda perang antara peran Barongan dan peran Raden Penthul, yang kemudian dimenangkan oleh Raden Penthul dan membuat kesepakatan agar tokoh Barongan tidak lagi memangsa anak sukerta dan menggantinya dengan upacara Ruwatan. Fungsi utama sajian Tari Barongan yakni sebagai sarana upacara, akan tetapi terdapat temuan di lapangan tari Barongan difungsikan sebagai sarana hiburan, sarana ekonomi dan sarana pendidikan.  The function of the Barongan dance in the Ruwatan ceremony in Kudus regency Abstract The purpose of this research is to find out and describe the function of Barongan dance in Ruwatan ceremony Barongan dance is one of the typical arts of Kudus Regency which in its performance is a representation of a tiger. Barongan dance has an important role in one of the hereditary ceremonies of the Kudus community and cannot be replaced by other dances, namely the Ruwatan ceremony. The research used a qualitative method with an emic ethic approach. The method was used to explain the function of Barongan dance in the Ruwatan ceremony. Data collection techniques include observation, interviews, and documentation studies. Data analysis techniques include data reduction techniques, data presentation, and conclusion drawing. Then, the data is presented in descriptive form. The results showed that Barongan Dance is a traditional folk dance that plays a main role as a medium in Ruwatan ceremonies. The presentation of Barongan Dance is a legendary story of the war between the role of Barongan and the role of Raden Penthul, which was later won by Raden Penthul and made an agreement so that the Barongan character no longer preys on sukerta children and replaces it with a Ruwatan ceremony. The main function of Barongan dance is as a means of ceremony, but there are findings in the field that Barongan dance functions as a means of entertainment, economic means, and educational means.
Laskar Muda Organizational Management of Wayang Orang Ngesti Pandawa Performance in Semarang Bisri, Moh. Hasan
Jurnal Seni Tari Vol. 13 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Organizational management is formed to achieve common goals. Management is necessary in the artistic journey process. Laskar Muda is a forum for young people who are members of Ngesti Pandawa, the activities of Laskar Muda in Ngesti Pandawa are in the field of and become the wheels of Wayang Orang Ngesti Pandawa activities. The research aims to analyze how the Laskar Muda organization is managed and the obstacles that exist in the Ngesti Pandawa puppet show. The research method used is a qualitative method with a phenomenological approach. A phenomenological approach was used by researchers to observe phenomena related to the Management of the Young Warriors Organization in the Semarang Ngesti Pandawa Orang Puppet Performance. Data collection techniques use observation, interviews, and documentation techniques. Data validity techniques use data reduction, data presentation, and conclusions. The results of the research show that the management of the organization formed and supported by the Ngesti Pandawa leadership is mutually cooperative which can help the development of the wayang arts of the Ngesti Pandawa people. Work programs that support the pandemic era are still running even though conditions are difficult. Suggestions for the Laskar Muda organization are that organizational management is formed in a definite manner so that, in the process of managing mutual understanding, it is recommended that the Laskar Muda work program be more formatted in a regular period. Systematic management of the organization will run smoothly. The hope is that Laskar Muda will always be active in the Ngesti Pandawa organization.                                        
Peningkatan Kreativitas dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal Wanita Agen Pancasila Melalui Pelatihan Shibori Desa Bono Aliyah, Sonia Darojatul; Shinta Nur Avivah; Moh. Hasan Bisri
Jurnal Bina Desa Vol. 7 No. 2 (2025): Vol 7 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jurnalbinadesa.v7i2.12038

Abstract

Bono Village, located in Tulung District, Klaten Regency, Central Java, has great potential for local economic development through shibori training. The aim of the shibori making training is to provide experience to PKK women as women agents of Pancasila so that they can be used to help the village community's economy. This shibori program has important value because it focuses on empowerment through skill development. The method used in making shibori is done using a training method. The research results show that the importance of the role of women as Pancasila agents in the public sphere is related to how women carry out their social life, such as in the context of work, business, PKK activities, posyandu activities, social gatherings, recital studies and other social activities. The PKK women were very enthusiastic about implementing shibori. The pattern on the fabric produced corresponds to the result of the binding or folding carried out during the shibori making process. Activity evaluation shows that the ties in the Shibori technique must be done with precision so that they are not too loose or too tight. Techniques such as itajime (triangle), itajime (square), swirl, kumo, kanoko, and twist each have their own challenges in terms of tying and folding the fabric.