Dikdik Riyadi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan geologi lingkungan terhadap wilayah bencana aliran bahan rombakan di Wasior Papua Barat Alwin Darmawan; Wahjono Wahjono; Andiani Andiani; Dikdik Riyadi
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 2, No 3 (2011)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3739.201 KB) | DOI: 10.34126/jlbg.v2i3.29

Abstract

SARIWilayah Wasior berada di pesisir pantai di kaki Pegunungan terjal Wondiboy Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat. Aliran bahan rombakan pada tanggal 4 Oktober 2010 telah terjadi secara bersamaan di 8 alur sungai di bagian barat lereng Pegunungan Wondiboy. Dari hasil pemetaan bencana pasca kejadian hanya 3 alur sungai, yaitu Sungai Anggris, Sungai Sanduai, dan Sungai Rahu, yang telah merenggut 163 korban tewas, 91 orang luka berat, 3374 orang luka ringan/berobat dan 121 orang hilang. Penilaian geologi lingkungan diawali dari tahap pertama, yaitu analisis kondisi geomorfologi dan geologi daerah pebukitan dibentuk oleh batuan Genes dengan kemiringan lereng yang ekstrem (70°), tiba-tiba berubah menjadi datar di daerah yang sempit, yang dibentuk oleh endapan kipas alluvial (alluvial fan). Tahap kedua, yaitu analisis terhadap 8 subdas alur sungai yang menunjukkan bahwa alur Sungai Sandui adalah yang terluas 27,75 km2, disusul Sungai Rahu 18,63 km2 dan Sungai Anggris 14,79 km2. Dari data curah hujan pada saat kejadian bencana, yaitu 157 mm/hari, besarnya debit aliran sungai Sungai Sanduai 257,3 m3/det., Sungai Rado 172,7 m3/det dan Sungai Anggris 137,1 m3/det, yaitu melebihi debit normal 68,5 m3/det. Tahap ke tiga merupakan pemetaan situasi kejadian gerakan tanah di 8 subdas aliran sungai yang menunjukkan bahwa longsoran bahan rombakan (debris slide) banyak terjadi di 3 subdas alur sungai Sungai Anggris, Sungai Sanduai dan Sungai Rado. Di Sungai Anggris dan Sungai Sanduai material bahan rombakan berupa bongkah-bongkah batu dan batang-batang kayu, sedangkan pada alur Sungai Rado dominan batang- batang kayu dan Lumpur. Tahap ke empat merupakan rekonstruksi dari mekanisme proses terjadinya bencana banjir bandang yang diakibatkan oleh jebolnya bendungan alam pada alur sungai, terdiri atas batang-batang kayu dan material longsoran. Tahap ke lima merupakan penyusunan peta geologi lingkungan yang berupa arahan pemanfaatan lahan dan rekomendasi teknis, terkait dengan potensi bencana alam aliran bahan rombakan yang kemungkinan akan terjadi di waktu mendatang.Kata kunci: aliran bahan rombakan, geologi lingkungan, pemanfaatan lahan, WasiorABSTRACTWasior is located at the coastal area at the foot of steep Wondiboy Wondama Bay District of West Papua. The debris flow of 4 October 2010 occurred simultaneously in eight river flows at the western part of Wondiboy Mountains. The disaster mapping carried out after the event there were only three rivers namely Anggris, Sanduai, and Rahu which had caused 163 deaths, 91 people were seriously injured, 3374 people were slightly injured and 121 people missing. Assessment of environmental geology of catastrophic events began with the first stage, namely the analysis of geological and geomorphological conditions that the ridge formed by gneiss with an extreme slope (70°), was suddenly turned into a narrow flat area, which was formed by alluvial fan deposits (alluvial fan). The second stage, is analyzing the 8 sub watersheds showed that the largest river basins is River Sandui 27.75 km2, River Rahu 18.63 km2 and River Anggris 14.79 km2. Calculation of rainfall data at the time of the event which was 157 mm/day, the discharge of River Sandui 257.3 m3/sec than River Rado 172.7 m3/sec and River Anggris 137.1 m3/ sec, which exceeds the normal discharge 68.5 m3/sec at the time of the incident. The third stage is a mapping of the situation of the landslide in 8 sub watersheds indicate that avalanches (debris slides) frequently occur in three river watersheds namely River Anggris, River Sanduai and River Rado, with debris material in the form of blocks of rocks and logs, whereas in River Rado is dominantly logs and mud. The fourth stage is a reconstruction of the mechanism of the occurrence of the flood events caused by the collapse of natural dam in the river flow by logs and avalanche material. The fifth stage is the preparation of environmental geologic map in the form of land use guidance and technical recommendations, related to the potential debris flow which is likely to occur in the future.Keywords: debris flow, environmental geology, land use, Wasior
Geologi lingkungan untuk penentuan koefisien dasar bangunan wilayah Cibinong dan sekitarnya Oki Oktariadi; Dikdik Riyadi
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 1, No 2 (2010)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1767.295 KB) | DOI: 10.34126/jlbg.v1i2.9

Abstract

SARIKejadian banjir di wilayah DKI terus berulang walaupun banyak program yang sudah dilakukan dengan curahan dana dan usaha yang besar. Pendekatan teknis yang telah dan akan dilakukan belum secara komprehensif menggunakan informasi geologi lingkungan. Sehubungan hal tersebut perlu diambil langkahlangkah untuk mengatasi masalah guna mengendalikan banjir dengan berbagai upaya jangka pendek dan mampu menjamin keberhasilan jangka panjang. Salah satunya adalah menentukan koefisien dasar bangunan (KDB) untuk meningkatkan kapasitas imbuhan air tanah. Penelitian dilakukan di enam kecamatan yang masuk ke wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Kedunghalang, Bojong Gede, dan Semplak. Untuk mengetahui KDB tersebut dilakukan analisis neraca air berdasarkan persamaan “Mock”. Dari hasil perhitungan KDB di wilayah penelitian diperoleh nilai KDB: (1) lahan yang disusun oleh batuan kipas volkanik dengan kemiringan lereng < 10% hanya dapat dibangun maksimal dengan KDB 20%, kemiringan lereng 10 – 30% dapat dibangun maksimal KDB 15%, kemiringan lereng > 30% dijadikan sebagai lahan budidaya yang dapat menghindari terjadinya peningkatan air larian, peningkatan erosi dan longsoran. (2) lahan yang disusun oleh batuan sedimen pembangunan dapat dibuat dengan KDB 25% dengan tanpa rekayasa pemulihan neraca air karena kondisi tanah/batuan yang tidak memungkinkan untuk dibuat sebagai bidang resapan. Air larian yang terjadi dapat ditampung dalam kolam penampungan (retention pond) untuk dijadikan sebagai sumber baku air bersih.Kata kunci: geologi lingkungan, KDB, resapan airABSTRACTThe flood events in keep repeating even though many programs have been conducted with the outpouring amount of funds and efforts. The technical approach that have been and will be carried out does not use environmental geology comprehensively. Regarding this matter it needs to solve the problem in order to control the flooding with varoius short term effort that can guaranted long-term success. One of them is determining the building coverage ratio (BCR) to increase ground water recharge capacity. Administratively the study area comprises six districts that includesto the regency of Bogor, namely Cibinong, Cieureup, Gunung Putri, Kedunghalang, Bojong Gede, and Semplak districts. To know the building coverage ratio (BCR) and analysis of water balance was carried out based on “Mock” equation . Calculation of BCR in the research area, results: (1) land that is composed by volcanic rock fan with a slope of <10% can only be developed with BCR of 20%, slope 10-30% can be built up with a BCR up to 15%, slope > 30% can be utilized as cultivation land which can avoid the increase of running water, erosion, and landslide. (2) land development composed by sedimentary rocks can be developed with a BCR up to 25% without engineering approach to recover water balance since the conditions of soil / rock that does not allow water to percolate downward. running water can be accommodated in retention pond to serve as a source of raw water.