Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DKI JAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Nikolas Wiarya Putra; Sonya Claudia Siwu; Nabbilah Amir
CALYPTRA Vol. 9 No. 2 (2021): Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Mei)
Publisher : Perpustakaan Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract — In recent years, air pollution in Jakarta in has become a serious problem. AirVisual states that the average annual concentration of particulate matter (PM) 2.5 in Jakarta in 2018 reached 45.3 µg / m³ and in 2019 it reached 49.4 µg / m³. It is higher than the annual safety limit according to WHO standards, which is 10 µg / m³. In addition, it also exceeds the National Air Quality Standards and DKI Jakarta Regional Air Quality Standards, which is 15 µg / m³. One of the factors causing air pollution is the limited availability of Green Open Space. in 2019, the construction of Green Open Space in DKI Jakarta only reached 9.9%, whereas Law number 26 of 2007 concerning Spatial Planning has required the fulfillment of a green space of at least 30% of the area. The problem in this research is whether the spatial planning related to Green Open Space in DKI Jakarta is in accordance with Law number 26 of 2007 or not. To examine the problems, this research uses normative juridical research methods. The results of the study concluded that spatial planning related to Green Open Space in DKI Jakarta was not in accordance with Law number 26 of 2007 concerning Spatial Planning as well as related regulations. Keywords: spatial planning, green open space, jakarta Abstrak— Polusi udara di DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi permasalahan yang serius. Laporan kualitas udara dunia AirVisual menyebut bahwa konsentrasi rata-rata tahunan particulate matter (PM) 2.5 di DKI Jakarta pada tahun 2018 mencapai 45,3 µg/m³ dan tahun 2019 mencapai 49,4 µg/m³. Hal itu lebih tinggi dari batas aman tahunan menurut standar WHO, yaitu 10 µg/m³. Selain itu juga telah melebihi Baku Mutu Udara Nasional maupun Baku Mutu Udara Daerah DKI Jakarta, yaitu 15 µg/m³. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya polusi udara adalah Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terbatas. Pada 2019, pembangunan RTH di DKI Jakarta hanyalah mencapai 9,9%, sedangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah mensyaratkan pemenuhan RTH minimal sebesar 30% dari luas daerah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penataan RTH di DKI Jakarta telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007? Untuk mengkaji permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini menggunakan Metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Penataan ruang terkait dengan RTH di DKI Jakarta tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang serta peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Kata kunci: penataan ruang, ruang terbuka hijau, jakarta
TINJAUAN YURIDIS TERKAIT IZIN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA PASCA HADIRNYA OMNIBUS LAW Nabbilah Amir; Jerry Watumlawar
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 1 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.1.2022.71-81

Abstract

Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menimbulkan problematika. Kekhasan dari Negara Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya memberikan konsekuensi logis untuk pengoptimalan terkait pengelolaannya, sehingga undang-undang tersebut ada, bertujuan untuk memperbaiki disharmonisasi perundang-undangan dan guna mempercepat investasi demi pemenuhan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Secara khusus izin pemanfaatan pulau-pulau kecil merupakan salah satu aspek yang terdampak dari kehadiran undang-undang ini. Maka penulisan kali ini dengan merujuk pada pengaturan izin pemanfaatan pulau-pulau kecil. Izin pemanfaatan dapat menjadi salah satu upaya untuk percepatan pemenuhan tujuan berbangsa dan bernegara namun tetap perlu adanya perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian yang tepat oleh pemerintah.
Consumer Protection Against the Circulation and Supervision of Online-Based Drug Sales Marisca Gondokesumo; Nabbilah Amir
SOEPRA Vol 7, No 2: Desember 2021
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/shk.v7i2.3691

Abstract

Abstract: Increasing community needs in terms of health components in the form of drugs that are increasingly professional where the distribution is done online. Therefore, a form of legal protection is needed for the community as consumers and supervision of the circulation of buying and selling drugs online. The research method used is normative juridical. The results of the study show that legal protection for the community as consumers is needed because it places consumers in a weak bargaining position. The online trading of buying and selling drugs is not much different from the process of buying and selling conventional trade transactions in general. Therefore, as a preventive measure, the Indonesian Government through the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) has issued separate regulations for supervision and prevention efforts in online drug distribution.Abstrak: Meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam hal komponen kesehatan berupa obat-obatan yang semakin profesional dimana pendistribusiannya dilakukan secara online. Oleh karena itu, diperlukan suatu bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai konsumen dan pengawasan terhadap peredaran jual beli obat secara online. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai konsumen diperlukan karena menempatkan konsumen pada posisi tawar yang lemah. Proses jual beli obat secara online tidak jauh berbeda dengan proses transaksi jual beli konvensional pada umumnya. Oleh karena itu, sebagai upaya preventif, Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peraturan tersendiri untuk upaya pengawasan dan pencegahan peredaran obat secara online.