Abstract — In recent years, air pollution in Jakarta in has become a serious problem. AirVisual states that the average annual concentration of particulate matter (PM) 2.5 in Jakarta in 2018 reached 45.3 µg / m³ and in 2019 it reached 49.4 µg / m³. It is higher than the annual safety limit according to WHO standards, which is 10 µg / m³. In addition, it also exceeds the National Air Quality Standards and DKI Jakarta Regional Air Quality Standards, which is 15 µg / m³. One of the factors causing air pollution is the limited availability of Green Open Space. in 2019, the construction of Green Open Space in DKI Jakarta only reached 9.9%, whereas Law number 26 of 2007 concerning Spatial Planning has required the fulfillment of a green space of at least 30% of the area. The problem in this research is whether the spatial planning related to Green Open Space in DKI Jakarta is in accordance with Law number 26 of 2007 or not. To examine the problems, this research uses normative juridical research methods. The results of the study concluded that spatial planning related to Green Open Space in DKI Jakarta was not in accordance with Law number 26 of 2007 concerning Spatial Planning as well as related regulations. Keywords: spatial planning, green open space, jakarta Abstrak— Polusi udara di DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi permasalahan yang serius. Laporan kualitas udara dunia AirVisual menyebut bahwa konsentrasi rata-rata tahunan particulate matter (PM) 2.5 di DKI Jakarta pada tahun 2018 mencapai 45,3 µg/m³ dan tahun 2019 mencapai 49,4 µg/m³. Hal itu lebih tinggi dari batas aman tahunan menurut standar WHO, yaitu 10 µg/m³. Selain itu juga telah melebihi Baku Mutu Udara Nasional maupun Baku Mutu Udara Daerah DKI Jakarta, yaitu 15 µg/m³. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya polusi udara adalah Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terbatas. Pada 2019, pembangunan RTH di DKI Jakarta hanyalah mencapai 9,9%, sedangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah mensyaratkan pemenuhan RTH minimal sebesar 30% dari luas daerah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penataan RTH di DKI Jakarta telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007? Untuk mengkaji permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini menggunakan Metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Penataan ruang terkait dengan RTH di DKI Jakarta tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang serta peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Kata kunci: penataan ruang, ruang terbuka hijau, jakarta