Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MUATAN LOKAL MEMBATIK PADA KURIKULUM SMP DAN SMA SEBAGAI UPAYA MELESTARIKAN KEBUDAYAAN Aziz Ali Haerulloh
Jurnal PPI Dunia Vol 2 No 1 (2019)
Publisher : OISAA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas membatik sebagai keterampilan yang harus dimiliki oleh pelajar SMP dan SMAdi daerah-daerah yang memiliki budaya membatik di Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakanadalah metode kualitatif, kemudian instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi lapangandan media sosial, studi literatur, dan wawancara. Membatik merupakan keterampilan yang seyogyanyadimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, namun dewasa ini keterampilan dalam membatikdan orang-orang yang terampil membatik semakin berkurang, karena proses regenerasi yang tidakdilembagakan dan dipersiapkan secara matang oleh pemerintah. Sejalan dengan alasan tadi, minatpara pelajar untuk belajar membatik pun berkurang, terutama dalam mengapresiasi warisan budayaleluhur. Demikian pengembangan kurikulum tingkat SMP dan SMA dengan menambahkanketerampilan membatik sebagai muatan lokal (mulok), akan memberikan pemahaman yang lebih baikkepada generasi penerus dalam menjaga budaya membatik (tulis dan cap) sebagai warisan budayayang telah diakui oleh UNESCO. Penulis berpendapat dengan diadopsinya inovasi ini dalam kurikulumpendidikan akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Demikian, tanpa adanya kerjasama dalammembangun kesadaran untuk melestarikan budaya leluhur antara Kementerian Pendidikan danKebudayaan RI dengan setiap lembaga pendidikan yang berada di bawah tanggung jawabnya tidakakan terwujud suatu proses transfer nilai-nilai budaya yang berkesinambungan. This article write over membatik as skill which must know-how by high school students at regions whohave membatik tradition in Indonesia. Methodology Research which will use qualitative and alsoobservation, study literature and interview as instruments. Membatik skill which must have to allIndonesian people who have batik tradition, as time goes by membatik skill and the batik expert morediminish, because the process regeneration which not create institute for maintain the tradition andpreparation for the future by government. Accordance with the statements, interest from students forlearning membatik diminish, especially in appreciate cultural heritage. That developing of curriculum inJunior High School and Senior High School with adding skill membatik as mulok (local content), willgive understanding more better to the new generation in to protect the tradition membatik (written andstamp batik) as prestigious cultural heritage which one avowed with UNESCO. This article be of theopinion with adopted this innovation in education curriculum will brings the positive impact for Indonesia.Thus, without existence partnership in development the understanding for conserve prestigious culturebetween Ministry of Education and Culture of RI and every institution education it will not reach thesustainable cutural values.
IDENTITAS BUDAYA DAN SEJARAH SUKU BAJO DI BAJO PULAU PASCANOMADEN Aziz Ali Haerulloh; Siti Lilik Nurrohmah; Muhamad Alim; Taufik Ampera
Metahumaniora Vol 11, No 1 (2021): METAHUMANIORA, APRIL 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v11i1.32115

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui identitas budaya dan sejarah suku Bajo yang menetap di Bajo Pulau. Keunikan Bajo Pulau sebagai daerah yang merepresentasikan budaya bahari dan sejarah suku Bajo yang dikenal sebagai suku nomaden laut yang sudah mulai hidup beberapa dekade yang lalu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yang memiliki empat tahapan kerja yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan kesejarahan. Artikel ini menyimpulkan bahwa identitas budaya suku Bajo telah mengalami pergeseran akibat kontak langsung dengan budaya daratan yang mempengaruhi suku Bajo untuk mulai hidup menetap di sebuah pulau setelah Kesultanan Bima bergabung dengan Republik Indonesia. Bergesernya pola kehidupan masyarakat dari budaya bahari ke semi daratan ditandai dengan menurunnya tingkat kesadaran generasi muda seperti tidak terlalu banyak yang tertarik untuk mengambil untung dengan budaya bahari disertai dengan pudarnya kearifan lokal untuk melestarikan daya dukung daya dukungnya. lingkungan karena budaya penangkapan ikan bersifat merusak dan tidak lestari.
PERSEBARAN INDUSTRI BATIK DI BANDUNG, CIREBON, DAN TASIKMALAYA 1967-1998 Aziz Ali Haerulloh; Etty Saringendyanti; Ayu Septiani
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 13, No 1 (2021): PATANJALA VOL. 13 NO. 1 APRIL 2021
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30959/patanjala.v13i1.662

Abstract

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, serta menggunakan pendekatan sosial ekonomi untuk menjelaskan secara kronologis pengaruh adanya persebaran industri batik terhadap kesejahteraan masyarakat Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan sampel dalam mencari dan mengumpulkan data. Berdasarkan hasil penelitian studi pustaka, studi lapangan, observasi, dan wawancara, menunjukkan bahwa penyebaran budaya membatik berpengaruh terhadap munculnya industri batik yang berada di Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya. Ketiga daerah tersebut memiliki peran dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang memiiki keahlian dalam membatik, baik tulis maupun cap. Selain itu, industri batik di tiga kota tersebut memiliki skala produksi industri rumah tangga, kecil, dan menengah. Menjadi suatu hal yang menarik melihat persebaran dan dinamika industri batik dengan cara produksi tradisional di Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya berkembang pada saat Indonesia mengalami masa industrialisasi selama Orde Baru. Penelitian ini menunjukkan terjadinya pasang-surut industri batik tradisional di tengah-tengah gempuran modernisasi di bidang industri, tidak terkecuali dalam tekstil lokal.The study used the historical method which included a number of stages, such as heuristics, criticism, interpretation, and historiography and also applied a socio-economic approach to explain chronologically the effect of the distribution of the batik industry on the welfare of the people of Bandung, Cirebon, and Tasikmalaya. The sample is used in this study to find and collect data. The results of literature study, field studies, observations, and interviews have revealed that the spread of batik culture has had a significant effect on the emergence of the batik industries in Bandung, Cirebon, and Tasikmalaya. The batik industries in the three regions has played an important role in creating jobs for local communities who have the expertise in doing the batik work, both the ‘batik tulis' and the ‘batik cap'. In addition, the batik industry in the three cities also has the industrial productions which includes either the household or small to medium scale. It is an interesting fact to see the distribution and the dynamics of the batik industry were produced through traditional production methods in Bandung, Cirebon and Tasikmalaya when Indonesia was experiencing a period of industrialization during the New Order. The research has shown that there have been ups and downs in the traditional batik industry amidst the threat of modernization in the industrial sector, including local textiles.