Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : JURNAL BIOMEDIK

ENDOMETRIAL STROMAL SARCOMA PADA SERVIKS UTERI Lintong, Poppy M.; Durry, Meilany F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.3.2015.9489

Abstract

Abstract: Endometrial stromal sarcoma (ESS) is a rare malignant tumor, about 0.2% of all malignant uterine tumors. Around 75% of ESS cases occur in females under 50 years, with clinical signs such as abdominal pain and bleeding per vaginam. The uterus usually enlarges, associated with polypoid tumors protruding into the uterine cavity which can be misdiagnosed with a leiomyoma. ESS occurs in the cervix, ovarium, or retroperitoneal areas, and can be derived from endometriosis in the pelvic cavity. The immunohistochemical test of the tumor cells is positive for CD10, which is typical to differ it from a leiomyoma. We reported a case of ESS in a woman of 43 years old, with a clinical diagnosis of myoma geburt. She complained of abdominal pain and a mass that came out of her vagina. Post operation, she was diagnosed as having a cervical myoma. The macroscopic examination showed enlargement of uterus tissues 15x6x7 cm, thickened endometrium, and an exophytic tumor mass (8 cm) in the cervix, with cystic and necrotic parts in it. The microscopic examination showed endometrium hypertrophy in secretion phase, cervix with endometriosis, and ESS. ESS in uterine cervix is a rare case, and in this case it is related to endometriosis in the uterine cervix. Conclusion: This case was diagnosed as endometrial stromal sarcoma in the uterine cervix based on anamnesis, physical examination, histopathological examination, and immunohistochemistry positive for CD10.Keywords: endometrial stromal sarcoma, endometriosis, uterine cervixAbstrak: Endometrial stromal sarcoma (ESS) merupakan tumor ganas yang jarang terjadi, hanya 0,2 % dari semua tumor ganas di uterus. Sekitar 75% kasus terjadi pada wanita usia di bawah 50 tahun dengan gejala klinis nyeri perut dan perdarahan melalui jalan lahir. Uterus biasanya membesar disertai tumor polipoid menonjol dalam rongga uterus dan bisa disalah diagnosis sebagai leiomioma. ESS dapat terjadi juga di serviks uteri, ovarium, retroperitoneal, dan di rongga pelvis; dapat berasal dari endometriosis. Pemeriksaan imunohistokimia dari sel-sel tumor ESS yaitu positif untuk CD10, merupakan petanda tipikal untuk membedakannya dari leiomioma. Kami melaporkan kasus ESS pada seorang wanita berusia 43 tahun dengan keluhan nyeri perut dan adanya massa jaringan yang keluar dari jalan lahir. Diagnosis klinis ialah mioma geburt dan pasca operasi diduga sebagai mioma servikal. Pemeriksaan makroskopik menunjukkan jaringan uterus membesar berukuran 15x6x7 cm, dan pada serviks terdapat massa tumor berukuran 8 cm eksofitik, dengan fokus kistik dan nekrotik. Hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan serviks dengan endometriosis dan ESS. Pemeriksaan imunohistokimia positif untuk CD10. ESS pada serviks uteri merupakan kasus jarang yang berkembang dari endometriosis serviks uteri. Simpulan: Pada kasus ini diagnosis ESS pada serviks uterus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatlogik, dan imunohistokimia CD10 positif.Kata kunci: endometrial stromal sarcoma, endometriosis, serviks uteri
Pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap penyembuhan luka pada luka bakar derajat dua dalam pada hewan coba kelinci Susilo, Rudy H.; Hatibie, Mendy; Ngantung, Jan T.; Durry, Meilany F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15317

Abstract

Abstract: Wound healing process consists of inflammation, proliferation, and remodelling phases with increasing inflammatory cells, angiogenesis, and epithelization. Mechanism of hyperbaric oxygen therapy is O2 pressure over 1 ATA will increase oxygen pressure in the tissue. The main outcome measure is wound healing. This study was aimed to obtain the influence of hyperbaric oxygen therapy to wound healing process of deep second degree burn wounds. This was an experimental study. Subject were 36 rabbits divided into 2 groups, each of 18 rabbits. Deep second degree burn wounds were performed on all rabbits. One group was treated with hyperbaric oxygen therapy 2.4 ATA for 6 days, meanwhile the other group as control. The result of Mann-Whitney U test showed significant differences in inflammatory cells (P = 0.025) and epithelization (P = 0.024); albeit, there was not significant difference in angiogenesis (P = 0.442) between the two groups. Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy could influence the inflammatory cells and epithelization but not the angiogenesis.Keywords: second degree burn wound, healing process, hyperbaric oxygen therapyAbstrak: Proses penyembuhan luka terdiri dari: fase inflamasi, proliferasi, dan perupaan kembali/remodeling, yang tampak dengan meningkatnya sel-sel radang, angiogenesis serta epitelialisasi. Mekanisme kerja terapi oksigen hiperbarik (TOHB) ialah pemberian tekanan O2 yang melebihi 1 ATA akan menyebabkan peningkatan tekanan O2 dalam jaringan. Jenis penelitian ialah eksperimental. Subyek penelitian 36 ekor kelinci yang dibuat luka bakar derajat dua dalam, kemudian dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 18 ekor. Kelompok perlakuan diberikan TOHB dengan dosis 2,4 ATA selama 6 hari sedangkan kelompok lain sebagai kontrol. Hasil uji Mann-Whitney U menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada jumlah sel radang (P = 0,025) dan epitelialisasi (P = 0,024), tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis (p=0,442), serta ada perbedaan bermakna pada pada kedua kelompok. Simpulan: Terapi oksigen hiperbarik berpengaruh terhadap jumlah sel radang dan epitelialisasi namun tidak terhadap angiogenesis.Kata kunci: penyembuhan luka bakar, oksigen hiperbarik, luka bakar derajat dua dalam
BASALIOMA Loho, Lily L.; Durry, Meilany F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.3.2013.4345

Abstract

Basalioma merupakan tumor ganas tersering di Amerika Serikat. Di Indonesia, data dari Badan Registrasi Kanker tahun 2009 menunjukkan bahwa kanker kulit menempati urutan ke-4 dari 10 jenis kanker terbanyak, dan di Manado menempati urutan ke-2 setelah kanker leher rahim. Ciri khas basalioma ialah terjadi pada kulit berambut pada orang dewasa. Pada usia lanjut, basalioma lebih sering ditemukan pada laki-laki, sedangkan pada usia muda lebih sering pada perempuan. Faktor risiko antara lain paparan sinar matahari, arsen, dan radiasi ion; riwayat keluarga; dan imunodefisiensi sekunder. Manifestasi klinik berbeda-beda sesuai variasi histologi. Lesi utama basalioma berbentuk noduler, kemudian yang superfisial, berpigmen, dan morfea. Lokasi tersering ialah di daerah hidung. Insiden metastasis 0,01-0,1%, dan terjadi secara limfogen dan hematogen.