Devianty Fitri
Fakultas Hukum Universitas Andalas

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENYELESAIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA DALAM KAITANNYA DENGAN KEWENANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN Devianty Fitri; Yussy A Mannas
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 1 (2018): Januari – Juni 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.497 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v4i1.61

Abstract

Polygamy is allowed only for those who their law and religion allowing a husband to have more than a wife. Such provision has been stated in general elucidation of Marriage Law at point 4c states that “This Law encourages monogamy. Only if requested by concerned parties, under their law and religion of the concerned parties, which allowing a husband to have more than a wife.” The word “law” in general elucidation of Marriage Law at point 4c refers to the marriage law of the husband. The Judge of Religious Court may have competency to consider any reasons and requirements of request for polygamy. The Judge of Religious Court shall try the case and render its judgment in accordance to the prevailing laws, Al Qur’an, Al Hadits, and the opinion of Islamic scholars. The judgment must have clear and suffi  cient consideration, in which the judge may base its verdict. Article 62(1) of Law No. 7 of 1989 concerning Religious Court provides that all ex parte decisions and judgments rendered by the court shall contain sufficient consideration and refer to certain rules of the prevailing laws both written or unwritten regulation.
PENYELESAIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA DALAM KAITANNYA DENGAN KEWENANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN Devianty Fitri; Yussy A Mannas
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 1 (2018): Januari – Juni 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v4i1.61

Abstract

Polygamy is allowed only for those who their law and religion allowing a husband to have more than a wife. Such provision has been stated in general elucidation of Marriage Law at point 4c states that “This Law encourages monogamy. Only if requested by concerned parties, under their law and religion of the concerned parties, which allowing a husband to have more than a wife.” The word “law” in general elucidation of Marriage Law at point 4c refers to the marriage law of the husband. The Judge of Religious Court may have competency to consider any reasons and requirements of request for polygamy. The Judge of Religious Court shall try the case and render its judgment in accordance to the prevailing laws, Al Qur’an, Al Hadits, and the opinion of Islamic scholars. The judgment must have clear and suffi  cient consideration, in which the judge may base its verdict. Article 62(1) of Law No. 7 of 1989 concerning Religious Court provides that all ex parte decisions and judgments rendered by the court shall contain sufficient consideration and refer to certain rules of the prevailing laws both written or unwritten regulation.
PEMBUKTIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERADILAN ADAT Misnar Syam; Devianty Fitri; Ulfanora Ulfanora; Nanda Oetama
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.303

Abstract

Penyelesaian perkara melalui lembaga adat dilakukan dengan asas musyawarah atau kekeluargaan untuk menegakkan hukum, dan menghilangkan akibat lanjut dari suatu perkara. Tujuan tertinggi yang ingin dicapai adalah keseimbangan yang terwujud dalam kerukunan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan historis dan perundang-undangan terkait pembuktian dalam penyelesaian sengketa adat pada peradilan adat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Pembuktian dalam peradilan adat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dan peran aktif dari pemuka adat. Dalam peradilan adat penyelesaian sengketanya dilakukan secara damai, sehingga pembuktiannya ada yang dilakukan para pihak dan ada yang dilakukan oleh pemuka-pemuka adat yang memeriksa perkara. Alat bukti yang digunakan adalah alat bukti tertulis (surat), saksi, keterangan para pihak dan perilaku dari para pihak di tengah-tengah masyarakat.
SENGKETA LEASING DALAM KONTEKS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Misnar Syam; Zahara Zahara; Devianty Fitri; Neneng Oktarina
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.324

Abstract

Dalam prakteknya perjanjian leasing ini banyak terjadinya wanprestasi yang menimbulkan sengketa antara pihak lessor dengan lessee. Penyelesaian sengketa yang dipilih oleh lessee (konsumen) adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Putusan BPSK dalam penyelesaian sengketa leasing ini sering diajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke Pengadilan Negeri, dan putusan Pengadilan Negeri selalu membatalkan putusan BPSK dengan pertimbangan BPSK tidak berwenang memutus perkara antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen karena hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha merupakan perjanjian bersama dengan penyerahan harta secara fidusia. Menurut Mahkamah Agung sengketa leasing tidak termasuk dalam sengketa konsumen, sementara konsumen mengajukan gugatannya ke BPSK. Sengketa leasing sebagai sengketa di bidang lembaga keuangan diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, Sengketa leasing merupakan sengketa konsumen di sektor jasa keuangan yang telah mempunyai aturan khusus dalam penyelesaian sengketanya di luar pengadilan melalui LAPS sebagaimana yang diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Adapun sarannya adalah Adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan konsumen terutama tentang penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, sehingga tidak ada kerancuan dalam pelaksanaannya. Para hakim harus lebih memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam penyelesaian sengketa leasing.