Sofyan Triana
Unknown Affiliation

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

APLIKASI KOORDINASI SIMPANG BERLAMPU DENGAN PROGRAM TRANSYT 12: STUDI KASUS JALAN R. E. MARTADINATA Vinny Assatry; Sofyan Triana; Herman .
Jurnal Transportasi Vol. 6 No. 2 (2006)
Publisher : Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.321 KB) | DOI: 10.26593/jtrans.v6i2.1804.%p

Abstract

Abstrak Persimpangan merupakan salah satu lokasi yang rawan terhadap kemacetan akibat konflik pergerakan kendaraan. Konflik pergerakan ini menyebabkan tundaan, kecelakaan serta kemacetan. Jika arus lalu lintas terlalu tinggi, masalah yang ditimbulkan karena adanya konflik meningkat sehingga pemasangan lampu lalu lintas perlu dilakukan. Dalam laporan Tugas Akhir ini dibahas mengenai perbandingan antara analisis simpang isolated dengan menggunakan MKJI 1997 dan analisis simpang koordinasi dengan menggunakan program Transyt 12, persimpangan yang dibahas yaitu persimpangan RE Martadinata-Banda, RE Martadinata-Citarum-Lombok, RE Martadinata-Cihapit, RE Martadinata-T Pramuka-Aceh. Dalam perhitungan, data yang dibutuhkan adalah data volume lalu lintas, geometrik jalan seting lampu dan kondisi lingkungan. Data-data tersebut diperoleh dari survei dilapangan.Dari hasil analisa secara system, simpang dengan kondisi isolated mempunyai nilai rasio kendaraan berhenti total adalah 29.028 stops/smp, rasio kendaraan rata-rata adalah 6.603 stops/smp, tundaan total 508.577 smp-jam/jam, tundaan rata- rata 9.436 menit dan panjang antrian 735 m, simpang dengan kondisi koordinasi tanpa optimasi mempunyai nilai rasio kendaraan berhenti total adalah 17.720 stops/smp, rasio kendaraan rata-rata adalah 3.850 stops/smp, tundaan total 836.4 smp-jam/jam, tundaan rata- rata 15.471 menit dan panjang antrian 1165 m, simpang dengan kondisi koordinasi dengan optimasi mempunyai nilai rasio kendaraan berhenti total pada adalah 15.02 stops/smp, rasio kendaraan rata-rata adalah 3.185 stops/smp, tundaan total 656.6 smp-jam/jam, tundaan rata- rata 12.394 menit dan panjang antrian 1004 m.Kata-kata kunci: isolated, koordinasi, transyt, optimasi
Kinerja Persimpangan Jl. Ibrahim Adjie – Jl. Jakarta Dengan Beroperasinya Flyover Jl. Jakarta, Kota Bandung Aan Wijaya; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 2, No 2: Juni 2016
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v2i2.117

Abstract

ABSTRAKPermasalahan transportasi di daerah persimpangan banyak terjadi di berbagai kota. Pergerakan transportasi memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Tujuan penelitian adalah menganalisa kinerja simpang APILL persimpangan Jl Jakarta - Jl Ibrahim Adjie Bandung sebelum dan setelah Flyover beroperasi. Digunakan PKJI 2014 sebagai pedoman analisa. Analisa dilakukan pada 7 kondisi yaitu Kondisi 1: Dj antara 0,762-1,357, tundaan rerata 249 det/smp. Kondisi 2: Dj antara 0,772-1,422, tundaan rerata 343,96 det/smp. Kondisi 3: Dj 0,666, tundaan rerata 50,99 det/smp.  Kondisi 4: Dj = 0,88, tundaan rerata 117,12 det/smp. Kondisi 5: Dj 0,564, tundaan rerata 28,46 det/smp. Kondisi 6: Dj 0,829, tundaan rerata 95,23 det/smp. Kondisi 7: Dj 0,745, tundaan rerata 69,79 det/smp. Kondisi 5 yaitu Simpang APILL Setelah Beroperasinya Flyover (2 Fase Pagi) menghasilkan kinerja lebih baik untuk pagi hari. Kondisi 7 yaitu Simpang APILL Setelah Beroperasinya Flyover (2 Fase Sore) menghasilkan kinerja lebih baik untuk sore hari.Kata kunci: waktu siklus, derajat kejenuhan, kinerja persimpangan, PKJI 2014. ABSTRACTThe problems in the transportation sector is a problem in many cities. This transportation movement requires the adequated facilities and transportation infrastructures. The purpose of this study was to analyze the performance of signaled intersection at the junction of the Jakarta Rd – Ibrahim Adjie Rd, Bandung at condition before and after Flyover operates. The guidelines used is PKJI 2014. The performance calculation based on 7 conditions. The 1st condition: DS varied 0.762 to 1.357, the average delay is 249 sec/pcu. The 2nd condition: DS varied between 0.772 to 1.422, the average delay 343.96 sec/pcu. The 3rd condition: DS 0.666, the average delay is the intersection of 50.99 sec/pcu. The 4th condition: DS = 0.88, the average delay 117.12 sec/pcu. The 5th condition: DS 0.564, the average delay of 28.46 sec/pcu. The 6th condition: DS 0,829, an average delay of 95.23 sec/pcu. The 7th condition: DS 0.745, the average delay of 69.79 sec/pcu. The 5th condition is APILL intersection (2 phase in morning) produce better performance for the morning. The 7th condition is APILL intersection (2 phase in afternoon) produce better performance for the afternoon.Keywords: cycle time, the degree of saturation, the performance of intersection, PKJI 2014.
Optimasi Waktu Siklus Lampu Sinyal Lalu Lintas Pada Dua Persimpangan Terkoordinasi Menggunakan Program PTV Vissim 6 Imam Muhammad Fikri; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 2, No 1: Maret 2016
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v2i1.96

Abstract

ABSTRAKPersimpangan adalah bagian dari sistem jaringan jalan yang merupakan daerah atau titik dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu atau bersilangan. Lancar tidaknya pergerakan dalam suatu jaringan jalan sangat ditentukan oleh pengaturan dan pengendalian pergerakan di persimpangan. Secara umum kapasitas persimpangan dapat dikontrol dengan mengendalikan arus lalu lintas dalam sistem jaringan jalan tersebut. Hasil analisis pada kondisi isolated actual menggunakan MKJI 1997 menghasilkan waktu siklus 90 detik dengan tundaan rata-rata 44,048 det/smp pada persimpangan pertama dan  waktu siklus 85 detik dengan tundaan rata-rata 40,095 det/smp pada persimpangan kedua, Sementara untuk kondisi persimpangan terkoordinasi tanpa optimasi dan kondisi persimpangan terkoordinasi dengan optimasi menghasilkan waktu siklus masing-masing sebesar 90 detik dan 60 detik, dengan tundaan sistem sebesar 59,060 det/smp dan 53,790 det/smp. Hasil analisis menyatakan bahwa kondisi persimpangan terkoordinasi dengan optimasi waktu siklus menghasilkan tundaan sistem lebih baik dibandingkan dengan kondisi isolated actual MKJI 1997 and kondisi persimpangan terkoordinasi tanpa optimasi.Kata Kunci: MKJI 1997, terkoordinasi tanpa optimasi, terkoordinasi dengan optimasi.ABSTRACT The intersection is part of the road network system that is an area or point where two or more roads meet or crosss. Smooth movements in the absence of a road network is determined by the setting and control of movement at the crossing. In general, the intersections capacity can be controlled by controlling the flow of traffic on the road network system. The analysis of the isolated actual condition uses MKJI 1997 resulted in a cycle time of 90 seconds to delay an average of 44,048 sec/pcu on the first intersection and a cycle time of 85 seconds to delay an average of 40,095 sec/pcu on the second intersection. For the intersection coordinated without optimization condition and the intersection coordinated with optimization conditions produces each cycle time of 90 seconds and 60 seconds, the system delay of 59.060 sec/pcu and 53.790 sec/pcu. The Results of the analysis states that the condition of the intersection coordinated with the optimization of the cycle time delay generation system is better than the isolated actual condition and the intersection coordinated without optimization condition.Keyboard: MKJI optimization. 1997, coordinated without coordinated with optimization,
Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat Muhammad Faishal; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 4, No 1: Maret 2018
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v4i1.11

Abstract

ABSTRAKModa transportasi kereta api mempunyai banyak keunggulan dibandingkan transportasi jalan antara lain kapasitas angkut besar (massal), cepat, aman, hemat energi, dan ramah lingkungan serta membutuhkan lahan yang relatif sedikit. Dalam studi kasus ini pembangunan jaringan jalur kereta api di Pulau Kalimantan khususnya jalur Mempawah-Sanggau adalah untuk memenuhi kebutuhan pergerakan penumpang dan pergerakan barang. Jalur Kereta Api Mempawah-Sanggau direncanakan dengan satu jalur lintasan (single track) dengan panjang lintasan ± 237 km. Dari studi terdahulu (studi kelayakan dan perencanaan jalan kereta api Pontianak-Sanggau, 2016) diketahui bahwa jumlah pergerakan penumpang pada Tahun 2060 sebesar 1.936.375 orang/tahun dan untuk jumlah pergerakan barang yang menggunakan moda transportasi kereta api pada Tahun 2060 sebesar 45.061.558 ton/tahun. Untuk Tahun 2060 kapasitas lintas kereta api barang tertutup untuk jalur Mempawah-Sanggau tidak bisa dioperasikan sehingga perlu penambahan jalur.Kata kunci: kereta api, pola operasi kereta api, Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). ABSTRACTThe railway transport have many adventages over road transportation among other large capacity, more fast, safe, energy saving and environmentally friendly and require less land. In this case study the construction of the railway network at Kalimantan Island especially track of Mempawah-Sanggau is to meet the needs of the movement of passengers and movement of item. The Mempawah-Sanggau railway is planned with a single track with length ± 237 km. From previous studies (feasibility study and railway planning Pontianak-Sangggau, 2016) it is know thar the number of passenger movements in 2060 is 1.936.375 person/year and the total of item movement using railway transport in 2060 is 45.061.558 tons/year. For the year 2060 the capacity of trainway freight train for track at Mempawah-Sanggau can not be operation and need for additional trainway.Keywords: train, pattern of rail operations, Railway Travel Graph (RTG).
Evaluasi dan Perencanaan Posisi Parkir Pesawat pada Apron Bandara Husein Sastranegara Bandung Dita Meilinda Meilinda; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 2, No 3: September 2016
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v2i3.126

Abstract

ABSTRAKBandara Husein Sastranegara mempunyai luas apron eksisting 388 m x 80 m. Peningkatan penerbangan menyebabkan dilakukannya evaluasi untuk menyesuaikan apron dengan pesawat rencana B 737-900 ER dan peraturan Kementerian Perhubungan no. 39 tahun 2015. Hasil evaluasi apron pada kondisi eksisting didapatkan bahwa apron tidak sesuai dengan peraturan sehingga dilakukan perluasan apron dengan luas 388 m x 94 m. Analisis frekuensi dan jam puncak digunakan untuk mengetahui pergerakan pesawat sesuai data jadwal keberangkatan dan kedatangan. Hasil analisis jam puncak pesawat harian diperoleh pada  jam 15.20-16.20 WIB. Konfigurasi parkir pesawat yang terbaik adalah tipe angled nose-in parking dengan jumlah parking stand 7 buah yang dapat menampung 10 pesawat dalam 1 jam. Perencanaan lainnya adalah menentukan posisi parkir pesawat pada parking stand yang disesuaikan dengan jadwal penerbangan eksisting.Kata kunci: apron, konfigurasi pesawat, angled nose-in, posisi parkir ABSTRACTHusein Sastranegara Airport has a existing area of apron 388 m x 80 m. The increasing number of flights causing the evaluation of existing apron needs to be done to adjust the apron with a plan B 737-900 ER aircraft and regulations of the Ministry of Transport No. 39 Year 2015. The results of evaluation showed that apron is not in accordance with the regulations so as to expand apron 388 m x 94 m. The peak hour frequency analysis used to determine the movement of aircraft according to data scheduled departure and arrival. The results of analysis daily peak hour aircraft obtained on the clock 15:20 to 16:20 pm. The best aircraft parking configuration type is angled nose-in parking with seven parking stand that can accommodate 10 aircraft within one hour. Other planning is to determine position of aircraft parking at parking stand adapted to existing flight schedule.Keywords: apron, aircraft configuraton, angled nose-in, aircraft parking
Kriteria Green Infrastructure dalam Penentuan Luas Stasiun Kereta Api Nadia Ulfah; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 4, No 1: Maret 2018
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v4i1.22

Abstract

ABSTRAKPembangunan infrastruktur adalah salah satu penyebab kerusakan lingkungan saat ini. Salah satu infrastruktur yang mendukung moda transportasi kereta api adalah bangunan stasiun. Agar membangun suatu stasiun yang tidak merusak lingkungan dan memberikan ruang gerak yang nyaman kepada pengguna maka dilakukan analisis mengenai luas kebutuhan lahan menurut peraturan yang berlaku sesuai dengan salah satu kriteria bangunan hijau yaitu harus memenuhi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Data sekunder dibutuhkan dalam perhitungan luas berdasarkan ruang gerak manusia dan standar stasiun. Hasil perhitungan diperoleh luas stasiun sebesar 2.685,5 m2 yang merupakan KDB 60% sedangkan untuk luas RTH 40% sebesar 1.790,3  m2 sehingga diperoleh luas lahan stasiun sebesar 4.475,8 m2. Pada peraturan yang berlaku mengenai bangunan stasiun hanya membahas KDB atau luas terbangun dan tidak membahas mengenai kebutuhan RTH maka dapat diusulkan perhitungan baru untuk merancang stasiun ramah lingkungan yang membahas luas KDB dan RTH sehingga didapat luas tanah keseluruhan.Kata kunci: green infrastructure, stasiun, luas bangunan, ruang gerak manusia, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Ruang Terbuka Hijau (RTH). ABSTRACTInfrastructure development is one of the causes of current enviromental damage. One of the infastructure supporting the train transportation capital is station building. Build a station will not be damaging the environment and giving comfortable space if it has been done analysis about wide of land environment according to the prevailling regulations in accordance with the one of the criteria of green building that fulfills Coefficient of Bulding Base (KDB) and Green Open Space (RTH). The secondary data is needed in wide calculation based on space for human movement and station standard. The calculation results obtained area of the station is 2.685,5 m2 that is KDB 60% while the area of RTH 40% is 1.790,3 m2 so that obtained area of station land 4.475,8 m2. In the applicable regulations about station building only discuss KDB or wide awake not RTH needs. So it can be proposed the new calculation to design the environmentally friendly station that discusses area of KDB and RTH so obtained the total land area.Keywords: green infrastrucutre, station, building area, human movements space, Coefficient of Building Base (KDB), Green Open Spaces (RTH).
Kajian Tarif Kereta Api Penumpang Pontianak – Sanggau Kalimantan Barat Azka Qonita Fatharani; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 4, No 1: Maret 2018
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v4i1.33

Abstract

ABSTRAKPenetapan tarif kereta api yang berlaku adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh penyedia jasa angkutan kereta api. Penyedia jasa angkutan kereta api dituntut memberikan fasilitas sarana dan prasarana serta pelayanan sebaik-baiknya agar sesuai dengan tarif yang dikeluarkan oleh penumpang kereta api. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besaran tarif kereta api penumpang yang berlaku berdasarkan biaya operasional kereta api. Perhitungan biaya operasional kereta api dan tarif kereta api mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: 69 Tahun 2014 tentang Pedoman Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa pola operasi kereta api, besaran penumpang kereta api, dan komponen biaya operasional kereta api. Dari hasil analisis data di dapatkan Biaya Operasional Kereta Api sebesar Rp63.749.645/lintas, besaran tarif dasar Rp998/penumpang km, dan  besaran tarif jarak untuk rute Pontianak-Sanggau sebesar Rp178.764/penumpang.Kata kunci: tarif, kereta api, biaya operasional kereta api ABSTRACTApplicable railway fare is one of the problems faced by the railway service providers. Railway service providers are required to provide facilities and infrastructure and services as well as possible to fit the fare issued by rail passengers. The purpose of this research is to know the amount of railway passengers fare that applies based on rail operational cost. The calculation of rail operational cost and railway fare refers to Regulation of the Minister of Transportation of the Republic of Indonesia Number: 69 of 2014 on Guidelines for Calculating and Stipulating Transit of People by Railway. The data used are secondary data in the form of railway operation pattern, railway passenger size, and rail operational cost component. From the result of data analysis, obtained the railway operational cost Rp63,749,645/cross, the basic cost Rp998/passenger km, and the distance cost for Pontianak-Sanggau route is Rp178,746/passenger.Keywords:  fare, train, train operational cost
Simulasi Pemodelan Transportasi pada Jaringan Jalan Menggunakan Aplikasi Saturn Fakhri Naufal; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 2, No 1: Maret 2016
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v2i1.72

Abstract

ABSTRAKPerkembangnya kebutuhan manusia, salah satunya kegiatan transportasi tidak seimbang dengan fasilitas transportasi yang ada. Proses perencanaan  transportasi ransportasi melalui pemodelan transportasi untuk mengatasi permasalahan ersebut dilakukan dalam proses empat tahap pemodelan transportasi. Untuk memahami proses pembebanan jaringan, maka dilakukan pemodelan sederhana yaitu pada simulasi jaringan jalan yang hanya memiliki beberapa ruas jalan dan beberapa zona asal tujuan. Proses pembebanan dilakukan dengan metode All or Nothing, pembebanan Keseimbangan Wardrop cara manual dan dan dengan bantuan aplikasi SATURN. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan diperoleh bahwa terjadi perbedaan hasil pembebanan. Perbedaan hasil pembebanan dilihat dari nilai konvergensi, nilai konvergensi yang paling kecil dianggap paling akurat. Dalam perhitungan manual, metode All or Nothing dengan nilai konvergensi yaitu 0,119 sedangkan metode Keseimbangan Wardrop dengan nilai konvergensi yaitu 0,110. Dan aplikasi SATURN menghasilkan nilai konvergensi yaitu 0,106 artinya perhitungan menggunakan aplikasi SATURN lebih akurat dibanding perhitungan manual.Kata Kunci: Jaringan Jalan, SATURN, All or Nothing, Keseimbangan Wardrop ABSTRACTDeveloping of human needs, one of which is transport activities was not balanced by transportation facilities ransportation planning process through ransportation modeling do in the four-step transportation modeling to solve these problems. To have a good grip of the process of network assignment, then a simple model that simulated road network has only a few roads and some zones of origin destination. Assignment process by the manual method All or Nothing, Wardrop assignment equilibrium and SATURN applications. Based on analysis and calculation of the results that there is a difference of assignmnent and which is the smallest value is most accurate. In manual calculations, All or Nothing assignment method convergence value is 0.119, Wardrop Equilibrium method convergence value is 0.110. And using SATURN application convergence value is 0.106. It means calculation using the SATURN application more accurate than manual calculation.Keywords: Road Network, SATURN, All or Nothing, Wardrop Equilibrium
Analisis Teknis Operasional Light Rail Transit Kota Bandung Afif Nur Muhammad; Sofyan Triana
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 3, No 4: Desember 2017
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v3i4.36

Abstract

ABSTRAKJumlah permintaan masyarakat akan transportasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sehingga volume kendaraan semakin padat dan menyebabkan terjadinya kemacetan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Kota Bandung membangun suatu sistem baru berupa transportasi massal berbasis rel yaitu Light Rail Transit (LRT). Data yang digunakan diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Bandung. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain potensi demand pada Tahun 2020, headway, load factor, waktu sirkulasi, kapasitas lintas dan Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA). Berdasarkan hasil analisis operasional diperoleh total pergerakan Tahun 2020 sebesar 1.508 penumpang per hari, nilai headway sebesar 251 menit dari Stasiun Babakan Siliwangi s.d. Stasiun Leuwipanjang ataupun dari arah sebaliknya, load factor tertinggi sebesar 79%, waktu sirkulasi sebesar 54,72 menit, dan dengan nilai headway tersebut jumlah kereta yang dapat beroperasi sebesar 6 KA/hari.Kata kunci: LRT, demand, headway, load factor ABSTRACTThe number of people demand for transportation from year to year has increase so that the volume of vehicles getting crowded and led to traffic jams. To overcome this the Government of Bandung to build a new system of rail-based mass transportation that is Light Rail Transit (LRT). The data was obtained from Bandung Transportation Departement. Analyzes conducted in this study include potential demand in Year 2020, headway, load factor, circulation time, cross capacity and railway travel graph. Based on operational analysis results obtained total movement of 2020 for 1,508 passengers per day, headway value of 251 minutes from Babakan Siliwangi Station to Leuwipanjang Station or from the opposite direction, the highest load factor of 79%, a circulation time of 54.72 minutes, and with the headway value the number of trains that can operate is 6 KA/day.Keywords: LRT, demand, headway, load factor