Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN TERJADINYA PENINGKATAN AMBANG PENDENGARAN Diva Natasya Krismanita; Zulfikar Naftali; Rakhma Yanti Hellmi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.612 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18563

Abstract

Latar Belakang Gangguan pendengaran sensorineural dapat terjadi sebagai komplikasi dari diabetes melitus. Salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya gangguan pendengaran adalah lamanya menderita diabetes melitus.Tujuan Membuktikan hubungan antara lamanya menderita Diabetes Mellitus dengan terjadinya peningkatan ambang pendengaran.Metode Penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian Cross-sectional pada pasien diabetes melitus yang berusia kurang dari sama dengan 65 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang.Hasil Terdapat 50 pasien diabetes melitus berusia kurang dari atau sama dengan 65 tahun. Empat puluh sembilan orang (98%) dengan derajat pendengaran telinga kanan normal dan 1 orang (2%) dengan derajat pendengaran telinga kanan dengan gangguan ringan. Sedangkan pada telinga kiri terdapat 45 orang (90%) dengan derajat pendengaran normal, 4 orang (8%) dengan gangguan pendengaran ringan, dan 1 orang (2%) dengan gangguan pendengaran sedang. Hubungan lamanya menderita diabetes melitus dengan terjadinya peningkatan ambang pendengaran adalah tidak bermakna (p=0,390 untuk telinga kanan dan p=0,060 untuk telinga kiri)Kesimpulan Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya menderita diabetes melitus dengan gangguan pendengaran
PENGARUH DERAJAT MEROKOK TERHADAP FUNGSI TUBA EUSTACHIUS PADA PEROKOK AKTIF Adiyani Harianingrum; Zulfikar Naftali; Dwi Marliyawati
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.962 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21191

Abstract

Latar belakang: Tuba Eustachius merupakan saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Gangguan fungsi tuba eustachius didefinisikan sebagai terganggunya ventilasi dari tuba eustachius yang ditandai dengan adanya gejala-gejala dan tanda-tanda disregulasi tekanan di telinga tengah. Penyebab gangguan fungsi tuba eustachius bermacam-macam, dan salah satunya adalah merokok.Tujuan: Mengetahui pengaruh derajat merokok terhadap fungsi tuba eustachius pada perokok aktif. dan menganalisis perbedaan fungsi tuba eustachius pada perokok aktif derajat ringan, dan perokok aktif derajat sedang-berat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross-sectional. Sampel merupakan laki-laki perokok aktif di lingkungan Undip, Tembalang, Kota Semarang yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu perokok derajat ringan  (indeks brinkman <200) dan derajat sedang-berat (indeks brinkman ≥200). Pemeriksaan fungsi tuba eustachius dilakukan dengan menggunakan alat timpanometri. Dilakukan pengukuran puncak timpanogram (P1), puncak timpanogram dengan induksi perasat toynbee (P2) dan perasat valsava (P3). Perokok aktif dikatakan mengalami gangguan fungsi tuba eustachius apabila P1-P2<10daPa atau Pmax-Pmin<15daPa pada satu atau kedua telinga. Analisis statistik uji fishers exact digunakan untuk menilai perbedaan fungsi tuba eustachius pada perokok derajat ringan dan perokok derajat sedang-berat.Hasil: Didapatkan sampel 75 perokok aktif, 69(92%) perokok derajat ringan dan 6(8%) perokok derajat sedang-berat. Insidensi gangguan fungsi tuba eustachius pada perokok aktif sebesar 74,7%. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada hasil analisis fungsi tuba eustachius perokok derajat ringan dan perokok derajat sedang-berat (p>0,05).Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perokok aktif derajat ringan dengan perokok aktif derajat sedang-berat terhadap gangguan fungsi tuba eustachius
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS IRIGASI HIDUNG DENGAN SPUIT DAN NASAL WASH BOTTLE TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG : STUDI PADA PETUGAS GERBANG TOL Anisa Rochmah Maulida; Anna Mailasari Kusuma Dewi; Zulfikar Naftali
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.338 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21473

Abstract

Latar Belakang : Asap kendaraan bermotor dapat menimbulkan inflamasi pada mukosa hidung. Hal ini memunculkan gejala sumbatan hidung. Irigasi hidung menggunakan larutan salin dapat menurunkan gejala tersebut.Tujuan : Mengetahui perbandingan efektivitas irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle terhadap derajat sumbatan hidung pada petugas gerbang tol.Metode : Penelitian ini berjenis eksperimental dengan rancangan penelitian pretest and posttest randomized group. Subjek sebanyak 43 orang dibagi menjadi kelompok perlakuan (irigasi hidung dengan spuit) dan kontrol (irigasi hidung dengan nasal wash bottle). Irigasi hidung dengan NaCl 0,9% selama 14 hari. Derajat sumbatan hidung dinilai sebelum dan setelah 14 hari dengan NOSE Scale dan PNIF.Hasil : Rerata selisih derajat sumbatan hidung berdasarkan NOSE Scale antara kelompok perlakuan dengan kontrol adalah 1,57 dan 1,55; sedangkan pengukuran PNIF adalah 21,43 dan 23,86. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p NOSE Scale=0,692; p PNIF=0,789)Simpulan : Tidak terdapat perbedaan efektivitas irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle terhadap derajat sumbatan hidung pada petugas gerbang tol.
Correlation of the Mastoid Pneumatization and Bone Destruction in CSOM with Acquired Cholesteatoma using Computed Tomography Dyah Nilasari; Farah H Ningrum; Zulfikar Naftali
Journal of Agromedicine and Medical Sciences Vol 2 No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) is still a public health problem especially in developing countries. CSOM with acquired cholesteatoma accompanied referred to as the type of hazard, as they often lead to dangerous complications and have a high rate of morbidity and mortality. Mastoid CT with 0,625mm slice thicness may reveal detail cholesteatoma and bone destruction. It’s an analytic observational study with cross sectional design. This study consisted of 30 cases CSOM, aged 18-60 years and had a 0,625mm slice thicness CT scan mastoid examinations in Dr. Kariadi Hospital Semarang and indicating a cholesteatoma and bone destructions. The result showed that hypopneumatization type and mild degree of bone destructions obtained in most subjects, each 20 and 21, but there’s no correlation between mastoid pneumatization and bone destruction (p 0,367 or p > 0,05). This study showed more lower type of the mastoid pneumatization, more severe degree of bone destructions.Keywords: CSOM, mastoid pneumatization, Mastoid CT
PERBANDINGAN KEJADIAN LEUKOPENIA DAN TROMBOSITOPENIA PADA PENDERTIA KARSINOMA NASOFARING YANG MENDAPATKAN KEMOTERAPI PACLITAXEL CISPLATIN DAN CISPLATIN 5-FLUOROURACIL (5-FU) Nadya Tara Audina; Willy Yusmawan; Zulfikar Naftali; Suprihati Suprihati
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (352.228 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25355

Abstract

Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah nasofaring. Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Salah satu kombinasi obat kemoterapi adalah paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-fluorouracil. Efek samping dari kemoterapi timbul karena obat-obatan kemoterapi. Efek samping kemoterapi berbasis cisplatin dan melihat efek samping hematopoetik berdasarkan hemoglobin, leukosit dan trombosit. Efek samping tersebut mulai terjadi setelah seri pertama dan signifikan setelah seri-seri berikutnya. Sistem hematopoetik pascakemoterapi cisplatin-paclitaxel pada penderita kanker kepala dan leher menunjukkan penurunan yang signifikan setelah seri I, II dan III. Efek supresi sumsum tulang akibat paclitaxel terjadi 6 – 12 hari. Tujuan : Mengetahui perbandingan kejadian leukopenia dan trombositopenia pada penderita karsinoma nasofaring yang mendapatkan kemoterapi paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-fluororacil (5-FU). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dikaji dari rekam medis sebagai data sekunder poli THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2013-2017. Terdapat 97 sampel kelompok yaitu paclitaxel cisplatin dan cisplatin 5-FU. Analisis hasil data dengan uji Chi Square dan uji Fisher. Hasil : kejadian leukopenia pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi paclitaxel cisplatin sebanyak 37 (80,4%). Kejadian leukopenia pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi cisplatin 5-fluorouracil (5-FU) sebanyak 9 (19,6%). Kejadian trombositopenia pada penderita KNF yang mendapatkan kemoterapi paclitaxel cisplatin sebanyak 9 (69,2%) sedangkan kejadian trombositopenia pada penderita KNF yang mendapatkan kemoterapi cisplatin 5-fluorouracil (5-FU) sebanyak 4 (30,8%). Simpulan : Kejadian leukopenia dan trombositopenia ditemukan lebih banyak pada penderita KNF yang mendapat kemoterapi paclitaxel cisplatin dibandingkan dengan cisplatin 5-fluorouracil (-FU).Kata Kunci    : Karsinoma Nasofaring, Kemoterapi, paclitaxel cisplatin, cisplatin 5-fluorouracil (5-FU)
Factors influencing auditory verbal therapy outcome among children with cochlear implant Nourma Wahyu Andriani; Zulfikar Naftali; Dwi Marliyawati; Pujo Widodo; Muyassaroh
Indonesian Journal of Biomedicine and Clinical Sciences Vol 57 No 1 (2025)
Publisher : Published by Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/inajbcs.v57i1.12244

Abstract

Early intervention with cochlear implants and habilitation with auditory-verbal therapy (AVT) methods can promote better development later in childhood. A previous study reported that communication methods,educational methods, duration of communication, frequency of therapy, and type of therapy influencing the effectiveness of amplification in children based on observations from parents. The AVT assessment uses severalassessments that can help determine a child’s hearing skill level, one of which is the early learning accomplishment profile (E-LAP). The study aimed to assess the factors influencing auditory–verbal therapy (AVT) outcomes among children with cochlear implants. It was an analytical observational study with a cross-sectional design in several home therapy. The assessment was using E-LAP. Chi-square test and multivariate logistic regression were used to measure the association between categorical variables. From 52 subjects, there were 32.7% who had received their cochlear implants <3 yr, 67.3% ≥3 yr, 51.9% ≥3 yr using cochlear implant, 53.8% good family participation, 51.9% had undergraduate parents, 71.2% had a profound hearing before implant, 86.5% underwent routine therapy, and 55.8% had a good outcome in AVT. This study showed age of implantation (p= 0.043), optimal family participation (p=0.006), and frequency of AVT (p= 0.002) were related to the outcomes of AVT. From multivariate logistic regression the duration of implant use was the most related (p=0.008). In conclusion, age of implantation, duration of implant use, family participation, and frequency of AVT are related to the outcomes of AVT.