Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

The Dialectics of Customary Law and Islamic Law: An Experience from Dou Donggo Customs of Bima, Indonesia Muhammad Mutawali
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v21i1.19825

Abstract

This article aims to critically study the shift of Donggo Customs and traditions due to its dialectics with Islamic law. The Donggo customary law is based on the traditional practices and local wisdom of their ancestors that are believed to have noble values and truth. Since the 17th Century, the dialectics signified by the Bima kingdom’s political system changes from the old customs into Islamic law. This has influenced all aspects of the Bima  people’s live, including the Donggo community. This is qualitative research, with data from interviews and document studies. This study reveals that the Donggo Community’s customary law, preserved and practiced today, comes from the dialectics between customary law and Islamic law. The practiced traditions include baja sentence, the flogging law, the mbolo weki culture, maja labo dahu and raju ritual. In Islamic law, such traditions are called ‘urf or al-‘ādah, which are living traditions in a society used as legal sources and recognized by Islamic legal scholars. Customary law implemented by the Donggo indigenous people is considered substantially similar to Islamic teachings. So, Donggo customs, corresponding with the Islamic law (‘urf ṣaḥīh), are maintained, while the contradicting ones (‘urf fāsid) are abandoned.Abstrak:Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis pergeseran adat dan tradisi Donggo sebagai proses dialektika dengan hukum Islam. Hukum adat Donggo didasarkan pada praktik tradisional dan kearifan lokal nenek moyang mereka, yang diyakini memiliki nilai-nilai luhur dan kebenaran. Sejak abad ke-17, dialektika yang ditandai dengan sistem politik kerajaan Bima berubah dari adat lama menjadi hukum Islam. Hal ini telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Bima, termasuk masyarakat Donggo. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan data dari wawancara dan studi dokumen. Kajian ini mengungkapkan bahwa hukum adat Masyarakat Donggo yang dilestarikan dan dipraktikkan hingga saat ini, merupakan hasil dari dialektika antara hukum adat dan hukum Islam. Tradisi yang dipraktikkan antara lain hukuman baja, hukum cambuk, budaya weki Mbolo, ritual Maja Labo dahu dan Raju. Dalam hukum Islam, tradisi semacam itu disebut `urf atau al-`adah, yaitu tradisi yang hidup dalam masyarakat yang dijadikan sumber hukum dan diakui oleh para sarjana hukum Islam. Adat atau hukum adat yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Donggo secara substansi dianggap mirip dengan ajaran Islam. Jadi, adat Donggo yang sesuai dengan syariat Islam (`urf shahih) tetap dipertahankan, sedangkan yang bertentangan (`urf fasid) ditinggalkan.
ARAB SUNNI DAN IRAN SYI`AH KONTEMPORER: KONFLIK ATAU PERSAINGAN? MUHAMMAD MUTAWALI
FiTUA: Jurnal Studi Islam Vol 1 No 1 (2020): JUNE
Publisher : STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47625/fitua.v1i1.228

Abstract

This article explains the problems that occur between Sunni and Shi'a schools starting after the death of the Prophet Muhammad. History records that there has been a prolonged conflict which is motivated by political conflict, ideological conflict, paradigm conflict and thought which are factors that hamper reconciliation efforts, given the existence of very painful past events between the two streams. For Shiites, the story of discrimination experienced by Ali ibn Abi Talib until the tragedy of Karbala with the killing of Husein the Prophet's grandson and the story of the Ahlul Bait pain became a very painful social memory. For Sunnis, insults, insults, curses and disbelief aimed at the main Companions of Abubakar, Umar, Uthman and the wife of Rasulullah Aisyah Al-Kubra became the main cause of disharmony in relations between Sunnis and Shiites. Disharmonization has also impacted on relations between countries in the Middle East who competed for influence in the Gulf until now after the Arab Spring.
Pemikiran Hasybi Ash-Shiddieqy dalam Hukum Islam Muhammad Mutawali
Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 1 No 1 (2015): Januari-Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Islam Syariah (STIS) Al-Ittihad Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61817/ittihad.v1i1.3

Abstract

Di era globalisasi ini, hukum Islam sering dipersepsikan dua hal yang sangat berbeda dan bahkan dikatakan saling bertentangan. Dalam satu sudut pandang, hukum Islam merupakan sesuatu yang tidak akan mungkin mengalami perubahan, karena berdasarkan wahyu Allah yang bersifat qadim, setiap yang qadim, bersifat statis tidak berubah. Untuk itu diperlukan usaha pengembangan hukum Islam sehingga mampu menjawab perkembangan zaman. Salah satu tokoh yang mengembangkan pemikiran tentang hukum Islam adalah Hasybi ashShiddieqy. Hasybi dalam pembaruan pemikiran hukum Islam mempunyai obsesi untuk mengantisipasi problema kemasyarakatan akibat perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan IPTEK menurut disiplin ilmu fiqh, terutama di Indonesia. Kesimpulan fiqh Hasybi yang ditarik berdasarkan metode istimbath yang mapan, dengan latar belakang sosial kemasyarakatan masa kini telah memberikan solusi beberapa problema fiqh. Solusi tersebut dapat berbentuk pendapatnya sendiri, dan juga pendapat mazhab yang ada.
Islam dan Negara (Kedudukan dan Hubungan Agama/Syari’ah dan Negara) Muhammad Mutawali
Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 1 No 2 (2015): Juli-Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Islam Syariah (STIS) Al-Ittihad Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61817/ittihad.v1i2.13

Abstract

Islam adalah sistem yang paripurna dan menyeluruh bagi seluruh kehidupan manusia dan diharuskan untuk memberlakukan sistem tersebut dalam suatu Negara. Islam juga telah membawa aturan paripurna, yang mampu menyelesaikan seluruh problem interaksi di dalam Negara dan masyarakat, baik dalam masalah pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan maupun politik, baik yang menyangkut interaksi yang bersifat umum. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagimanakah kedudukan dan hubungan antar agama/syari’at dan Negara? Pertanyaan ini menjadi isu hangat yang meski telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad lalu hingga dewasa ini, tetapi belum terpecahkan secara tuntas dan bahkan belakangan ini makin hangat didiskusikan tatkala antusisme melanda hampir seluruh dunia Islam.
Mahar: Antara Syariat dan Tradisi (Perspektif Historis, Yuridis dan Filosofis) Muhammad Mutawali; Rahmah Murtadha
Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 6 No 1 (2020): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Islam Syariah (STIS) Al-Ittihad Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61817/ittihad.v6i1.25

Abstract

Tulisan ini akan membincang terkait konsep mahar dalam berbagai perspektif seperti perspektif historis, yuridis dan filosofis. Tulisan ini juga berupaya untuk menjelaskan kembali hakikat mahar yang merupakan pemberian tulus ikhlas dari calon suami kepada calon istrinya sebagai simbol kasih sayang. Dalam ajaran Islam, tidak dijelaskan secara eksplisit terkait dengan bentuk dan kuantitas mahar, yang terpenting adalah pemberian tersebut bersumber dari niat yang tulus sebagai langkah awal untuk membina bahtera rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Realitas yang terjadi pada masyarakat kita, sering ditemui kasus batalnya pernikahan disebabkan penentuan kuantitas mahar dan biaya pernikahan yang tinggi, hal tersebut terjadi hanya karena dalih harga diri, prestise keluarga dan tradisi leluhur. Banyaknya kasus batalnya pernikahan dapat menjadi bahan perenungan dan pertimbangan bagi semua pihak agar dapat melangsungkan pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam dan menghindari kesan berlebih-lebihan yang justru akan mengurangi nilai-nilai kesakralan dari sebuah pernikahan suci nan mulia sesuai sunnah rasul.
PENYELESAIAN KASUS PERKAWINAN BEDA AGAMA PADA MASYARAKAT DONGGO BIMA MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Muhammad Mutawali
Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 7 No 1 (2021): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Islam Syariah (STIS) Al-Ittihad Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61817/ittihad.v7i1.37

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang penyelesaian kasus perkawinan beda agama yang ditangani oleh Lembaga Adat dan Syari`at Donggo (LASDO) yang dianalisis menurut hukum positif dan hukum Islam. Penyelesaian berbagai kasus pada masyarakat Donggo berpegang teguh pada kearifan lokal yang dilestarikan sejak masa nenek moyang hingga kini. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus, pendekatan sejarah, pendekatan perbandingan dan pendekatan perundang-undangan. Keputusan hukum yang diputuskan oleh LASDO pada kasus perkawinan beda agama dijadikan sebagai obyek penelitian. Penelitian ini menemukan bahwa lembaga adat dalam menyelesaikan kasus perkawinan beda agama pada masyarakat Donggo masih menerapkan hukum adat, yaitu menghukum pelaku perkawinan beda agama dengan hukuman pengusiran. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, tidak ada larangan perkawinan laki-laki dan wanita yang berbeda agama. Menurut hukum Islam, wanita Islam terlarang secara mutlak untuk melakukan perkawinan dengan pria non muslim. Di sisi lain, pria muslim diperbolehkan kawin dengan wanita-wanita Islam dan wanita-wanita yang termasuk ke dalam golongan ahli kitab.