Anandy Satrio Purnomo
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

THE URGENCY TO INCLUDE GENDER AS PROTECTED GROUP UNDER THE CRIME OF GENOCIDE Anandy Satrio Purnomo
Padjadjaran Journal of International Law Vol. 4 No. 1 (2020): Padjadjaran Journal of International Law, Volume 4, Number 1, January 2020
Publisher : International Law Department, Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/pjil.v4i1.344

Abstract

Abstract This research will discuss exigence to assign gender as protected groups in Genocide under Rome Statute which contains about gender (indeed third gender) selective mass killing. This research is inspired from the allegation of selective mass killing to gender in Nanjing, China, India, and Indonesia which begs protection from crime of genocide. This research method used is the juridical normative approach method. The research is conducted by analyzing the data gained from library studies and international conventions related to International Criminal Law. The specification of research is done by describing the related legislations associated with the legal theory and practice of implementing an object of research. The result of this research shows that the gender has similar characteristics exclusive groups as the protected groups under article 6 Rome Statute. What the result of that based on article 9 Rome Statute, amendment protected group is possible to do. Keywords: Gender, Genocide, International Criminal Court Abstrak Penelitian ini akan membahas urgensi untuk menambahkan gender sebagai kelompok yang dilindungi dalam kejahatan genosida yang diatur di bawah ketentuan Statuta Roma terkait pembantaian berpreferensi gender (termasuk gender ketiga). Penelitian ini terinspirasi dari adanya dugaan pembantaian selektif gender di Nanking, Tiongkok, India, bahkan Indonesia yang membutuhkan perlindungan dari ketentuan genosida. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi peraturan konvensi internasional yang berkaitan dengan Hukum Pidana Internasional. Penelitian menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yaitu menggambarkan peraturan yang dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan suatu objek penelitian. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa gender memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok yang dilindungi dalam kejahatan genosida. Sehingga sesuai dengan Pasal 9 Statuta Roma amandemen terhadap kelompok yang dilindungi dalam kejahatan genosida dimungkinkan untuk dilakukan. Kata Kunci: Gender, Genosida, Mahkamah Peradilan Pidana
Organisasi Masyarakat di Indonesia: Perubahan Politik Hukum Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakaatan dan Persepsi Masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 20 Anandy Satrio Purnomo; Ikhsan Permana; Dwamy Trezaryo Junansyah; Septian Aditya Prabowo; Shafira Meidina Rafaldini; Shafira Nadya R. Sembiring
Padjadjaran Law Review Vol. 5 (2017): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 5 NOMOR 1 DESEMBER 2017
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pada tanggal 10 Juli 2017, Wiranto selaku Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Kemanan mengumumkan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam pertimbangannya, Wiranto berpendapat bahwa Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang genting dan mendesak untuk segera mengatasi permasalahan yang ada, yang mana di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak menganut asas contrarius actus sehingga tejadi kekosongan hukum dalam hal penegakan hukum yang efektif untuk membubarkan Organisasi Massa yang secara terang-terangan menganut dan menyebarkan paham anti-pancasila. Kemudian pada tanggal 24 Oktober 2017, Perppu tersebut disahkan menjadi Undang-Undang melalui sidang paripurna dengan agenda pembahasan Perppu tersebut. Terjadi pro dan kontra terkait eksistensi Perrpu ini sehingga menarik untuk dijadikan bahan penelitian. Di dalam artikel ini penulis akan mencoba untuk membahas secara sistematis substansi politik hukum Perppu ini dan penulis akan coba membingkai persepsi pro dan kontra yang terjadi di masyarakat. Kata kunci: Kontra, Organisasi Massa, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Persepsi, Pro. Abstract On July 10, 2017, Wiranto as Coordinating Minister for Political, Legal and Security announced the issuance of Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2017 on Amendment of Law Number 17 Year 2003 on Social Organization. In his consideration, Wiranto argued that Indonesia is currently in a critical situation and urgent to immediately overcome the existing problems, which in Law No. 17 of 2013 on Social Organizations do not adhere to the principle of contrarian actus so that there is a legal vacuum in the case of law enforcement which is effective for dissolving the Mass Organization which openly embraces and disseminates anti-Pancasila ideology. Then on October 24, 2017, the Perppu was passed into the law through a plenary session with the agenda discussion of the Perppu. There are pros and cons related to the existence of Perrpu, which is so interesting to be used as research material. In this article the author will try to systematically discuss the legal substance of this Perppu and the author will try to frame the perceptions of the pros and cons that occur in society. Keywords: Cons, Government Regulation in Lieu of Law No. 2 of 2017 on Amendment to Law Number 17 Year 2013 on Community, Perception, Pros, Community Organizations.