Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

AKTIVITAS AKARISIDA BEBERAPA MINYAK ATSIRI, INSEKTISIDA NABATI, DAN CUKA KAYU TERHADAP Varroa destructor Anderson & Trueman (Acari: Varroidae) Kuntadi Kuntadi; Lincah Andadari
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 10, No 1 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.384 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2013.10.1.33-42

Abstract

Varroa destructor Anderson and Trueman merupakan hama parasit yang telah menyebabkan kerusakan koloni lebah madu dan menimbulkan kerugian besar bagi kegiatan perlebahan di seluruh dunia. Pengendalian kimiawi V. destructor menggunakan insektisida sintetis telah menyebabkan berkembangnya resis-tensi hama dan terakumulasinya residu insektisida pada madu dan produk perlebahan lainnya. Minyak atsiri dipandang sebagai bahan alternatif untuk mengendalikan V. destructor, karena aktivitasnya sebagai akarisida serta kandungan zat aktifnya yang relatif aman bagi lebah madu dan hasil madu. Penelitian di-lakukan untuk mengevaluasi aktivitas akarisida beberapa zat nabati terhadap V. destructor di laboratorium dan lebah madu Apis mellifera. Enam jenis minyak atsiri, yaitu minyak cengkeh (eugenol), gandapura (metyl salisilat), kayu putih (sineol), sereh (sitronellal), kayu manis (sinamaldehida), dan pepermint (menthol). Tiga jenis insektisida nabati berbahan minyak atsiri, yaitu IS-1 (eugenol + sitronellal + xanthorizol), IS-2 (eugenol + sinamaldehida), dan IS-3 (eugenol + sitronellal), serta cuka kayu (metanol + asam asetat) digunakan sebagai perlakukan dalam percobaan dengan pola Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan diaplikasikan sebagai fumigan dan masing-masing dipaparkan ke sejum-lah sampel V. destructor dan lebah pekerja A. mellifera yang ditempatkan dalam wadah. Penelitian menun-jukkan bahwa insektisida nabati IS-1 dengan konsentrasi 20% dapat memberikan tingkat mortalitas yang tinggi terhadap V. destructor (91,5 + 7,5%). Hasil ini mengidindikasikan IS-1 sebagai bahan yang paling berpeluang sebagai akarisida pengendali hama V. destructor dibandingkan bahan lainnya. Daya toksik IS-1 terhadap lebah madu relatif aman ditunjukkan dengan tingkat mortalitas larva yang rendah (42,0 + 32,5%).
PENGARUH PENYIMPANAN DAN WAKTU PENETASAN TELUR TERHADAP KUALITAS BIBIT ULAT SUTRA DAN KUALITAS KOKON BOMBYX MORI L. (The Effect of Egg Preservation and Hatching Schedule on Seed Quality and Cocoon Quality of Silkworm Bombyx Mori L.) Lincah Andadari; Kuntadi Kuntadi
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 16, No 1 (2019): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.563 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2019.16.1.35-45

Abstract

SariABSTRACTSilkworm eggs are a key factor in sericulture industry. Good quality of silkworm eggs cannot be produced any  times. Therefore eggs preservation techniques becoming the most important aspect to be handled. Storage trial of Bombyx mori L. silkworm eggs through one cooling stage at 5 C was carried out to obtain appropriate  preservation techniques for longterm period. A factorial experiment based on randomized block design was performed to study the egg preservation and hatching techniques of 2 silkworm races. The results showed that cold storage duration affected incubation period and hatching uniformity. High hatching percentage  (>90%) was produced by eggs preservation at 25 °C  for 1 day followed by cold storage (5 °C  ) for 69 days, then  treated with HCl of 1.094 specific gravity at 48 C  for 7 minutes. The duration of cold storage affected the hatching percentage, but did not affect the quality of caterpillars and cocoon productions. Silkworm hybrid produced higher quality cocoon compare to pure strain. Eggs preservation at room temperature (25° C) for 10 days followed by refrigeration at 5° C for 60 days produced better quality of eggs and cocoons.ABSTRAKBibit telur ulat sutra merupakan faktor kunci di dalam industri persutraan alam. Bibit ulat sutra bermutu baik  tidak dapat diproduksi setiap saat sepanjang waktu. Oleh sebab itu teknik penyimpanan telur menjadi aspek penting yang harus dikuasai agar mampu menyediakan bibit berkualitas sepanjang waktu sesuai kebutuhan. Uji coba penyimpanan telur ulat sutra Bombyx mori L. melalui satu tahap pendinginan pada suhu 5°C telah dilakukan dengan tujuan mendapatkan teknik penyimpanan yang sesuai untuk tetap menjaga kualitas dan produktivitas bibit dalam jangka panjang. Percobaan faktorial dalam rancangan acak kelompok digunakan untuk menguji mutu bibit ulat sutra melalui teknik penyimpanan dan penetasan telur dari dua galur ulat sutra. Hasil penelitian menunjukkan lama penyimpanan dingin berpengaruh terhadap lama waktu inkubasi dan keserempakan penetasan. Persentase penetasan yang tinggi (>90%) dihasilkan oleh telur yang telah melalui penyimpanan pada suhu 25°C selama 1 hari dan penyimpanan dingin (5°C) selama 69 hari, kemudian diberi  perlakuan asam HCl dengan berat jenis 1,094 pada temperatur 48C selama 7 menit. Lama penyimpanan dingin hanya memengaruhi persentase penetasan, tetapi tidak berpengaruh terhadap mutu ulat dan kokon. Ulat sutra galur hibrid menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur murni. Penyimpanan pada 25°C selama 10 hari dan dilanjutkan pada suhu 5°C selama 60 hari menghasilkan  kualitas telur dan kokon yang lebih bagus.    
DINAMIKA SERANGAN ULAT Heortia vitessoides Moore (Lepidoptera: Crambidae) PADA TANAMAN GAHARU DI HUTAN PENELITIAN CARITA, PROPINSI BANTEN Kuntadi Kuntadi; Ragil SB Irianto; Lincah Andadari
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 13, No 2 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2680.318 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2016.13.2.83-93

Abstract

ABSTRACTHeortia vitessoides Moore is the most serious pest on agarwood trees for causing defoliation. A three years survey was conducted at Carita Forest Research Station, Banten Province, to describe the pattern and dynamic of pest infestation. Monthly monitoring were done at 3 permanent plots, each representing planting block of agarwood with different ecological and stand conditions. Each plot contained six subplots and each subplot consisted of 15 agarwood trees. The presence of pests, the level of infestation, and the attacking frequency were recorded. The results showed that pests occurred throughout the year with attack patterns fluctuated. The highest infestation occurred during dry season. The pest was mostly found as one colony of gregarious caterpillars in various instar. Most of the agarwood trees had recurrent attacks with a frequency of 2-3 times per year. The intensity of attack tend to be higher in the seedling of agarwood trees grown in open areas with lower density of shrubs and vegetation.Key words: Agarwood trees, dynamics, frequency, intensity, pestABSTRAK Heortia vitessoides Moore adalah jenis rama-rama dari famili Crambidae. Larva serangga ini merupakan hama paling serius pada tanaman gaharu karena menyebabkan penggundulan daun. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola dan dinamika serangan ulat H. vitessoides pada tanaman gaharu. Penelitian dilakukan selama 3 tahun di Hutan Penelitian Carita, Propinsi Banten, dengan melakukan monitoring berkala di 3 plot pengamatan permanen yang masing-masing mewakili blok penanaman gaharu dengan kondisi ekologis dan ukuran tegakan berbeda. Pada setiap plot penelitian terdapat 6 sub plot dan setiap sub plot terdiri dari 15 tanaman gaharu yang rutin diamati. Data yang dikumpulkan, yaitu keberadaan hama (meliputi stadia dan populasi hama), tingkat serangan dan frekuensi serangan hama yang dicatat setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan serangan hama terjadi sepanjang tahun dengan pola serangan berfluktuasi. Serangan tertinggi terjadi pada musim kemarau. Pada setiap pohon yang terserang rata- rata hanya ditemukan satu koloni ulat gaharu dalam berbagai instar. Sebagian besar tanaman gaharu mengalami serangan berulang dengan frekuensi 2-3 kali per tahun. Intensitas serangan cenderung lebih tinggi pada tingkat seedling dan pada pertanaman gaharu di lokasi terbuka dengan tingkat kerapatan vegetasi dan tumbuhan bawah yang semakin rendah.Kata kunci: Dinamika, frekuensi, hama, intensitas, tanaman gaharu,
PEMILIHAN JENIS HIBRID MURBEI UNTUK DIKEMBANGKAN DI DATARAN TINGGI Sugeng Pudjiono; Lincah Andadari; Darwo Darwo
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 13, No 2 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1765.806 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2016.13.2.133-138

Abstract

ABSTRACTThe quality and quantity of feed silkworm affect the yield and quality of cocoon. Crossing among mulberry species was conducted in order to obtain new hybrids with higher productivity. This study aimed to select mulberry hybrid for highland cultivation purpose. Survival rate, length of branches, number of branches, and weight of wet leaves were measured to determine the productivity of five mulberry hybrids. Mulberry hybrids Morus cathayana x M. amakusaguwa IV.10 and M. cathayana x M. amakusaguwa IV.12 are selected hybrids for highland cultivation.Both hybrids produced leaves production increment by 158% and 145% compared to M. cathayana as control.Keywords: Highland, hybrid, mulberry and productivity.,ABSTRAKKualitas dan kuantitas pakan ulat sutera mempengaruhi produksi dan kualitas kokon. Persilangan antar spesies murbei telah menghasilkan hibrid baru dengan harapan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hibrid murbei yang optimal untuk dikembangkan di dataran tinggi. Lima hibrid baru diuji produktivitasnya berdasarkan nilai persentase tumbuh, panjang cabang, jumlah cabang serta bobot daun basah per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan murbei hibrid Morus cathayana x M. amakusaguwa IV.10 dan M. cathayana x M. amakusaguwa IV.12 paling optimal untuk dikembangkan di daerah tinggi. Kedua hibrid tersebut menghasilkan peningkatan produksi daun sebesar 158% dan 145% dibandingkan M. cathayana sebagai kontrol.Kata kunci: Dataran tinggi, hybrid, murbei dan produtivitas
PEMILIHAN JENIS HIBRID ULAT SUTERA YANG OPTIMAL UNTUK DIKEMBANGKAN DI DATARAN TINGGI DAN/ATAU DATARAN RENDAH Lincah Andadari
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 13, No 1 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1305.024 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2016.13.1.13-21

Abstract

ABSTRACTOne constraints in natural silk industryin Indonesia is slow production and poor quality of cocoon. This is due to theuse of same type of worm for diverse locations. This study aimed to obtain best silkworm for highlands and/orlowlands rearing. Four silkwormhybrids from Forest R&D Centre and one commercial hybrid from Perhutani weretested The experimental design using a split plot design in a randomized block design.The main plot was locationaltitude (highland and lowland) and subplot was silkworm hybrids (P3H-1, P3H-2, P3H3, P3H-4, and C301). Theresults showed that the rate of hatching silkworms were not affected by the hybrids and altitudes with hatchingpercentages were above 96 %Three hybrids namely P3H-1, P3H-2, and P3H-4 are suitable to be reared in lowlands.Two hybrids namely P3H-2 and P3H-3 are suitable for highlands. Hybrids P3H-2 are potentially reared in lowlandand highland.Keywords: Hybrid, productivity, silkwormABSTRAKSalah satu kendala dalam usaha persuteraan alam di Indonesia adalah masih rendahnya produksi dan kualitas kokon.Hal ini akibat penggunaan jenis ulat yang sama untuk lokasi yang beragam. Penelitian ini bertujuan untukmendapatkan bibit ulat sutera yang optimal untuk dikembangkan di dataran tinggi dan/atau dataran rendah. Ulatsutera yang diujikan yaitu 4 hibrid ulat sutera dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan 1 hibrid dari PerumPerhutani. Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot dalam Rancangan Acak Kelompok. Petak utama berupalokasi dataran rendah dan dataran tinggi dan anak petak terdiri atas 5 jenis ulat sutera (P3H-1, P3H-2, P3H-3, P3H-4dan C301). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penetasan ulat sutera tidak dipengaruhi oleh jenis ulatsutera maupun ketinggian lokasi pemeliharaan, dengan persentase penetasan di atas 96%. Ulat sutera yang cocokdikembangkan di dataran rendah adalah hibrid P3H-1, P3H-2 dan P3H-4. Jenis hibrid yang sesuai untukdibudidayakan di dataran tinggi yaitu P3H-2 dan P3H-3. Hibrid P3H-2 potensial untuk dikembangkan dataranrendah dan di dataran tinggi.Kata kunci: Hybrid, produktivitas, ulat sutera
Uji Adaptasi Hybrid Ulat Sutra asal Tiongkok (Adaptation Test of Hybrid Silkworm from China) Minarningsih Minarningsih; Rosita Dewi; Lincah Andadari
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 18, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpht.2021.18.2.147-158

Abstract

ABSTRACTOne of the factors that determine the success of the natural silk development in Indonesia is the supply of superior silkworm eggs. It can be done through the procurement of superior eggs both from domestic and imported. Superior silkworm eggs must have high quality and productivity. This study aims to examine the productivity and quality of hybrid silkworm eggs of the Liangguang II originating from China with the commercial local hybrid C301 and other commercial hybrids. The study was conducted at the Natural Silk Development Station, Garut Regency, West Java. The results showed that the Liangguang II hybrid had better larva quality than the local commercial hybrid C301. The Liangguang II hybrid had a shorter larval period of 1 day 2 hours, better cocoon quality, higher cocoon quality, and the same filament quality as the C301 hybrid. The Liangguang II hybrid had a higher percentage of cocoon shells (22.19%) compared to imported F9X7 hybrids from China (20.96%) and Bulgarian hybrids (19.26%). The Liangguang II hybrid is recommended to be developed in the highlands in West Java.Keywords: Productivity, commercial, imported hybrid, silkworm eggs ABSTRAKSalah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan persutraan alam di Indonesia adalah pemenuhan bibit ulat sutra unggul. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka dapat dilakukan pengadaan bibit unggul yang berasal baik dari dalam negeri maupun impor. Bibit unggul harus memiliki kualitas dan produktivitas yang tinggi. Penelitian bertujuan untuk menguji produktivitas dan kualitas bibit ulat sutra hybrid Liangguang II asal Tiongkok dibandingkan dengan hybrid lokal komersial C301 dan hybrid lainnya. Penelitian dilakukan di Stasiun Pembinaan Persutraan Alam, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit hybrid Liangguang II memiliki kualitas ulat yang lebih baik dari hybrid lokal komersial C301. Hybrid Liangguang II memiliki masa larva yang lebih pendek 1 hari 2 jam, kualitas kokon lebih baik, produktivitas kokon lebih tinggi, dan kualitas filamen sama dengan hybrid C301. Hybrid Liangguang II memiliki persentase kulit kokon (22,19%) lebih unggul dibandingkan dengan hybrid impor jenis F9X7 asal Tiongkok (20,96%) dan hybrid Bulgaria (19,26%). Hybrid Liangguang II direkomendasikan untuk dikembangkan di dataran tinggi di Jawa Barat.Kata kunci: Produkitivitas, komersial, hybrid impor, telur ulat sutra
PERBANDINGAN HIBRID ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) ASAL CINA DENGAN HIBRID LOKAL DI SULAWESI SELATAN Lincah Andadari; Kuntadi Kuntadi
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 11, No 3 (2014): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.364 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2014.11.3.173-183

Abstract

Uji mutu hibrid ulat sutera asal Cina dilakukan dengan membandingkan beberapa parameter pemeliharaan dengan hibrid lokal produksi Perum Perhutani guna menilai potensinya sebagai hibrid alternatif. Kedua hibrid diuji coba di dua lokasi berbeda di Sulawesi Selatan, yaitu Soppeng (100 m dpl) dan Enrekang (800m dpl), menggunakan rancangan acak kelompok dengan pola faktorial. Parameter yang diamati meliputi persentase penetasan, masa larva, rendemen pemeliharaan dan kualitas kokon. Hasil penelitian menunjukan hibrid Cina menghasilkan persentase daya tetas, rendemen pemeliharaan, dan daya gulung serat sutera yang lebih tinggi daripada hibrid lokal di kedua lokasi pemeliharaan. Perbedaan kedua hibrid sekitar 9% untuk daya tetas telur, 13% untuk rendemen pemeliharaan, dan antara 6–9% untuk daya gulung serat. Hibrid Cina juga memiliki masa larva yang lebih pendek sekitar dua hari dibandingkan hibrid lokal. Sementara hibrid lokal Perhutani menghasilkan kualitas kokon yang lebih baik dari pada hibrid Cina. Hibrid lokal juga menghasilkan persentase jumlah kokon normal yang lebih tinggi.