Trisno Raharjo
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Legitimacy of Ondoafi in Conflict Settlement of Customary Land Tenure in Sentani, Papua Tri Mulyadi; Kamsi Kamsi; Surwandono Surwandono; Trisno Raharjo
Jurnal Media Hukum Vol 26, No 1, June 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.20190127

Abstract

The charismatic power of ondoafi as a leader in customary government can determine the direction of the policy including the resolution of problems of indigenous people. In the new order Era, ondoafi was not involved further in resolving land issues, so he would not be labeled as part of the Free Papua Movement (OPM). In the Special Autonomy era, the roles of ondoafi got stronger as indicated by the privileges given by the government to indigenous people in Papua. This paper explores the roles of ondoafi in resolving the conflict over the customary land in Sentani, Jayapura, Papua, using a qualitative approach with secondary data. The result of the research shows that ondoafi could not resolve the conflict over the customary land in Sentani effectively due to the discrepancy of values between the conflicting parties. Nevertheless, ondoafi should become a mediator to resolve the conflicts between indigenous people and non-indigenous people; including privates or corporates and the central government. An ondoafi should be able to become a diplomat who can bridge the values differences between the conflicting parties and urge the conflicting parties to understand others’ interests and values so that conflicts can be resolved in a peaceful manner.
Mediasi Pidana dalam Ketentuan Hukum Pidana Adat Trisno Raharjo
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 17 No. 3 (2010)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol17.iss3.art8

Abstract

This research focused to dispute resolution through negotiation in “Adat” Law. This research operates in “adat” community of Banjar, Aceh, Ambon, North Lombok, and Lamaholot. The researched question is penal mediation as conflict resolution between perpetrator and victim of criminal conduct. Using normative, conceptual, and historical approach, this research reveals negotiation becomes the basis conflict dispute between perpetrator and victim. Negotiation inspired the development of criminal mediation which is known as traditional village or tribal moots.Key words : Criminal Mediation, “adat” penal law, “adat” community
PELAKSANAAN PIDANA PELATIHAN KERJA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH ANAK DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA Ningrum Sulistio; Trisno Raharjo
Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC) Vol 1, No 2 (2020): Juli
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/ijclc.v1i2.9645

Abstract

Tindak pidana pencabulan merupakan bagian dari kejahatan terhadap kesusilaan, dimana perbuatan tersebut tidak saja terjadi pada orang dewasa tetapi juga terjadi pada anak. Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan sanksi pidana dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c adalah pelatihan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pidana pelatihan kerja untuk anak pelaku tindak pidana pencabulan di Balai Perlindungan dan Rehalibitasi Sosial Remaja (BPRSR). Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian sosiologi hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan pidana. Data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan melalui wawancara kepada narasumber. Data sekunder diperoleh dari buku, dokumen dan hasil penelitian sebagai pelengkap data primer. Analisis data yang diperoleh menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitan dilakukan di Balai perlindungan dan Rehalibitasi Sosial Remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan kerja di BPRSR dilaksanakan dengan bentuk membersihkan masjid, ini disebabkan karena belum adanya peraturan pelaksana mengenai pidana pelatihan kerja tersebut. Pelaksaan pelatihan kerja dengan membersihkan masjid belum bermanfaat untuk anak pencabulan dikarenakan membersihkan masjid adalah kegiatan sehari-hari dan bukan merupakan suatu keterampilan atau keahlian. Apabila Balai Perlindungan dan Rehalibitasi Sosial remaja dalam memberikan pelatihan kerja untuk anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, pendidikan vokasional atau bimbingan ketrampilan akan bermanfaat sesuai dengan amanat Undang-undang.
Penanggulangan Tindak Pidana Oleh Bea Dan Cukai Jakarta Terhadap Penyelundupan Smartphone Menra Lianjaya Putra; Trisno Raharjo; Yeni Widowaty
Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC) Vol 2, No 1 (2021): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/ijclc.v2i1.11565

Abstract

Smartphone merupakan telepon genggam memiliki kemampuan maupun fungsi menyerupai komputer. Naskah pubikasi ini membahas tentang penegakan hukum pidana terhadap penyelundupan smartphone oleh Bea dan Cukai Jakarta, didalam permasalahan penegakan hukum pidana penyelundupan smartphone oleh  Bea dan Cukai Jakarta dan kendala dalam upaya penegakan hukum oleh Bea dan Cukai Jakarta terhadap penyelundupan smartphone. Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan menggunakan beberapa pendekatan penelitian hukum pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan historis. Data primer adalah data yang berasal dari fakta di lapangan yang diperoleh dengan cara wawancara dengan narasumber. Kemudian data sekunder adalah data yang diperoleh dari aturan perundang-undangan dan studi keperpustaan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penegakan hukum pidana terhadap penyelundupan smartphone oleh Bea dan Cukai Jakarta, prosedur pelaksanaan penegakan hukum sudah sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-53/Bc/2010 Tentang Tatalaksana Pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi : Intelejen, Penyidik, Penindak, dan Sarana Operasi. terdapat juga kendala-kendala dalam upaya penegakan hukum oleh Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai terhadap penyelundupan, kendala ini meliputi : Penegakan hukum yang masih lemah, modus penyelundupan, faktor ekonomi dan penerapan dalam penjatuhan pidana atau sanksi administrasi.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS Fabryan Nur Muhammad; Yeni Widowaty; Trisno Raharjo
Media of Law and Sharia Vol 1, No 1: December 2019
Publisher : Faculty of Law Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.101 KB) | DOI: 10.18196/mls.v1i1.7526

Abstract

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, yang mana pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum lainnya. Akta terebut dapat mempunyai fungsi formil (formalitatis causa). Berdasarkan hal tersebut, maka akta otentik dapat diartikan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dalam halnyaterjadi suatu tindakkan hukum berupa pemalsuan akta otentik terdapat beberapa sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak yang melakukannya. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian secara yuridis normatif. Adapun Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian adalah (1) Perumusan dari unsur-unsur tindak pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris adalah bahwa notaris T.E terbukti telah memenuhi unsur subjektif tindak pidana yaitu melakukan kejahatan pemalsuan akta autentik. Berdasarkan perumusan unsur-unsur pidana dari bunyi Pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris tidak bisa diterapkan kepada pelaku yakni Notaris yang memalsu akta otentik. (2) Penerapan sanksi pidana terhadap pemalsuan akta autentik yang dilakukan oleh notaris yaitu dimana notaris terlibat dalam suatu tindak pidana apabila setiap akta yang dibuat Notaris tidak bersumber pada aturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) 2 Tahun 2014, dan dapat dijatuhi hukuman berdasarkan ketentuan pasal 264 ayat (1) dan 266 ayat (1) KUHP isinya sama yaitu tentang pembuatan akta dengan kesengajaan memakai akta seolah-olah isinya benar.