Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

IMPLEMENTASI SURAT EDARAN DIRJEN BIMAS No. P-005/ DJ. III/HK.00.7/10/2021 TENTANG IDDAH SUAMI (Studi Pada Kantor Urusan Agama di Kota Bandar Lampung) Teresa, Teresa; Firdawati, Linda; Zaelani, Abdul Qodir
Al-Maslahah : Jurnal Ilmu Syariah Vol 20, No 1 (2024)
Publisher : Fakultas Syariah (Syari'ah Faculty )

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-maslahah.v20i1.2984

Abstract

This study aims to determine whether the implementation of Circular Letter of the Director General of Bimas No. P-005/ DJ. III/HK.00.7/10/2021 concerning husband's iddah (Study at the Office of Religious Affairs in Bandar Lampung City) is effective. In addition to seeing the purpose of Director General of Religious Affairs Circular No. P-005/DG. III/HK.00.7/10/2021 in mubādalah. Problems regarding marriage are basically cases that continue to grow and become more complex. One of them is about the breakup of marriage which results in the implementation of iddah, whether iddah due to divorce or death. From several definitions put forward, the essence of iddah can be compiled, namely the period that must be waited for by a woman who has divorced from her husband so that she can remarry to find out whether her womb is clean or to carry out Allah's orders. Departing from the literature written by Religious Court judges, if a husband or man divorces his wife in the context of divorce raj'i then while the wife's iddah period is still ongoing the husband or man enters into a new marriage with another woman without the knowledge of the wife and family, then returns to refer to his wife before the wife's iddah period is over, this will certainly lead to legal fraud, namely illegal polygamy. This study uses descriptive analytical qualitative research. The form of implementation of the KUA in Bandar Lampung City regarding this circular letter is the prohibition to marry a husband whose wife's iddah period has not been completed in order to prevent polygamy in disguise to provide legal certainty, provide legal order and provide clarity to men who marry during the iddah period of a wife who is divorced raj'i. Speaking of male iddah in the concept of mubādalah, the concept of intermarriage itself does not aim to dominate one party and is not only about the relationship between two parties related to the spirit of partnership, cooperation, reciprocity, general or special relations.
PENYELESAIAN KASUS PERSEKUSI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DAN SOSIOLOGI HUKKUM ISLAM H. M. Wagianto, H. M. Wagianto; Firdawati, Linda
ASAS Vol. 12 No. 2 (2020): Asas, Vol. 12, No. 01 Desember 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/asas.v12i2.8274

Abstract

Hukum normatif dalam penyelesaian tindakan persekusi belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada beberapa kasus yang terjadi diarahkan penyelesaiannya melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah  faktor apa saja yang menjadi penyebab tindakan persekusi yang dilakukan oleh perseorangan atau sebagian masyarakat di Indonesia? Bagaimana penyelesaian persekkusi melalui pendekatan UU No. 9 Tahun 1999 tentang HAM dan pendekatan perspektif sosiologi hukum Islam?.Adapun metode penelitian melalui pendekatan yuridis normative, tidak memerlukan lokasi penelitian melainkan melalui library research, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dengan deskriptif analisis yang melahirkan konsklusi. Sedangkan  tujuan dari penelitian ini: Untuk mengetahui beberapa faktor penyebab seseorang atau sebagian masyarakat melakukan tindakan persekusi atau main hakim sendiri; juga untuk mengetahui bagaiman penyelesaian persekusi melalui pendekatan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan dalam perspektif sosiologi hukum Islam.Hasil penelitian (l). bahwa faktor penyebab tindakan persekusi dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pertama muqodimah diawali nafsu amarah diekspesikan dalam bentuk persekusi tujuannya memberikan ganjaran atas perbuatannya; kedua kondisi jiwa persecutor yang merasa khawatir atas tindakannya, menganggap orang yang mengetahuinya akan melakukan ancaman dan mengakibatkan penderitaan; ketiga goyahnya  perasaan, kondisi jiwa pada akhirnya merasakan penyesalan atas tindakan persekusi. (2). Penyelesaian tindakan persekusi dilakuakn  melalukan pendekatan litigasi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mengingat belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sanksi persekusi. Juga penyelesaian melalui pendekatan non litigasi, yaitu pendekatan sosiologi hukum Islam adalah menjadi alternative penyelesaian persekusi dengan landasan hukum Islam  hak yang paling mendasar bagi manusia. Konstribusi dari hasil penelitian diharapkan: (1). Bagi aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, agama hendaknya mengambil pemahaman akan faktor penyebab persekusi, untuk dijadikan upaya preventif (pencegahan) agar tidak ada lagi kasus persekusi di Indonesia; (2). Bagi aparat penegak hukum, pemerintah dan DPR untuk mengambil landasan hukum Islam, dan menjadikan reasoning hukum untuk dijadikan draft akademik untuk dilanjutkan dalam proses legislasi nasional guna menetapkan Undang-Undang  yang berkaitan dengan tindak pidana persekusi di Indonesia.Kata Kunci : Persekusi, penyelesaian litigasi (UU), dan non litigasi (sosiologi Hukum Islam)
ENDOGAMOUS MARRIAGE OF WEST LAMPUNG SAIBATIN COMMUNITY FROM THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC LAW Firlina, Amria; Zuhraini, Zuhraini; firdawati, Linda
Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 16 No. 2 (2023): Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/ijpmi.v16i2.17361

Abstract

Endogamous marriage is a union between tribes, ethnicities, and families in the same environment. Endogamous marriage in the family environment is a marriage between cousins and descendants who are the same or still have a family relationship between the two. Marriage or nayuh in the Saibatin community is carried out by people of the same tribe, one faith, and even some with close relatives. The meaning of close is marriage between third cousins and so on. With the development of the current era, the marriage system among clans or tribes has faded after a shift in social values. This study aims to analyze endogamous marriages in the Saibatin tribe according to the perspective of Islamic law. This research is field research with a descriptive-qualitative approach. The research subject comprises a married couple who have entered an endogamous marriage. The research location is in three villages from several sub-districts in West Lampung Regency. The results of the researcher's survey of respondents and correspondents show that endogamous marriages did not conflict with Islamic law. According to maqasid shari'ah, it is judged as permissible to be carried out as the law is daruriyat because it is to maintain religion, soul, mind, offspring, and property. According to urf, it is judged as shahih urf because it does not conflict with Islamic law and is based on taghayurul ahkam wal amkinah. Endogamous marriages are rare due to shifting social values in local customary law; as for the marriage law, it is mubah.
Problematika Pembaruan Pernikahan pada Keluarga Eks Tenaga Kerja Indonesia Muhammad, Hasanuddin; Sapinah, Sapinah; Firdawati, Linda
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v3i1.12720

Abstract

Abstrak : Problematika pembaruan pernikahan pada keluarga eks Tenaga Kerja Indonesia merupakan upaya untuk mengurai masalah-masalah yang muncul ketika terjadi pembaruan pernikahan yang dilakukan oleh eks tenaga kerja Indonesia (TKI) di Desa Siom Kecamatan Limau Tanggamus yang sudah pulang ke kampung halaman. Artikel ini mencoba menjawab masalah dalam pembaruan pernikahan yang terjadi di Desa Siom dalam tiga aspek yaitu problem dalam perspektif hukum islam, hukum positif dan living law. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan mewawancarai warga desa yang pernah menjadi TKI dan melakukan pembaruan pernikahan. Analisa dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif serta menggunakan pendekatan normatif analitik. Hasilnya pembaruan pernikahan yang dilakukan masyarakat Desa Siom secara hukum Islam sah apabila mendasarkan pada pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan tidak sah jika mendasarkan pada pendapat Yusuf Al-Ardabili. Pembaruan pernikahan adalah bagian dari kepercayaan masyarakat dan aturan yang hidup dalam masyarakat. Dalam perspektif hukum positif pembaruan pernikahan tidak perlu dilakukan berdasarkan ketentuan tafsir ekstensif terhadap pasal 53 Kompilasi Hukum Islam.Kata Kunci : Pembaruan Pernikahan, Problem Nikah Ulang, Hukum Nikah Ulang