Muadilah Hs. Bunganegara
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

REKONSTRUKSI PEMAHAMAN “PEREMPUAN DICIPTAKAN DARI TULANG RUSUK “(Analis pendekatan intertekstual) Fadhlina Arief Wangsa; Muadilah Hs. Bunganegara
AL-Fikr Vol 23 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perempuan merupakan salahsatu makhluk mulia yang diciptakan oleh Allah swt. yang hak dan kewajiban disetarakan dengan laki-laki dihadapan penciptanya. Akan tetapi, sejak zaman pra Islam perempuan seringkali dianggap rendah dan lemah, terkadang ketika terlahir bayi perempuan maka akan dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai aib keluarga, dan hal demikian berubah ketika datangnya ajaran Islam. Penciptaan perempuan telah disebutkan didalam sebuah hadis bahwa “perempuan itu tercipta dari tulang rusuk”. Hal demikian memberikan pengaruh kepada perempuan yang terkadang diperlakukan seenaknya oleh lelaki, karena merasa laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Akan tetapi, pada zaman dahulu sampai sekarang, manusia keliru memaknai hadis tersebut.  Sehingga, sangat perlu mendeskripsikan makna hadis “perempuan diciptakan dari tulang rusuk”, agar perempuan-perempuan memiliki derajat yang sama dengan lelaki, yaitu dapat menjalankan hak dan kodratnya dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisis pendekatan intertekstual, yaitu mengumpulkan informasi dari beberapa literature yang relevan agar dapat dibuktikan keakuratan suatu penelitian, dan tidak terjadi pemahaman yang keliru terhadap pemahaman hadis. Dengan demikian, ditengah banyaknya manusia yang keliru terhadap pemaknaan hadis tersebut dan banyaknya kaum perempuan yang dianggap rendah, penelitian ini hadir sebagai upaya merekonstruksi pemahaman yang terkandung dari hadis “perempuan tercipta dari tulang rusuk”. Makna hadis tersebut ialah sifat wanita yang seperti tulang rusuk, yaitu lemah lembut. Sehingga dengan mengetahui makna hadis tersebut, tidak ada lagi perlakuan seenaknya kepada perempuan, sehingga laki-laki pun lebih menghargai sekaligus menghormati wanita melalui rahmat  ajaran Islam yang senantiasa disebarkan, salahsatunya penerapan keadilan antara laki-laki dan perempuan sesuai hak dan kodratnya.
Setan dalam Aliran Darah Manusia Perspektif Hadis Nabi Saw. : Analisis pendekatan Psikologi Muhammad Ali Ngampo; Muadilah Hs. Bunganegara
AL-Fikr Vol 24 No 1 (2022): Jurnal Ushuluddin
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setan merupakan sifat untuk mendefenisikan semua makhluk yang jahat, pembangkang, selalu berkhianat, bermaksiat, tidak taat, suka melawan aturan atau semacamnya. Akan tetapi dewasa ini, masih minoritas di kalangan masyarakat yang memiliki kesadaran akan kekuatan yang dimiliki setan dalam menjerumuskan dan menemani manusia hingga terlepas dari perintah Allah Swt. Salah satu sifat yang sering terjadi di kehidupan kita yakni sifat marah/emosi, yang disebabkan karena bergejolaknya darah di dalam tubuh manusia. Adanya sifat marah/emosi merupakan naluri manusia dan tidak dapat dihilangkan secara sempurna, tetapi dapat diwaspadai dengan cara melakukan bentuk perlindungan diri. Sehingga, sangat perlu memahami makna hadis tentang “Setan dalam Aliran Darah Manusia Perspektif Hadis”, agar masyarakat dapat lebih menyadari terhadap segala bentuk godaan setan dan dapat berlindung diri darinya. Adapun proses penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan ilmu hadis dan psikologi. Dengan demikian, ditengah banyaknya masyarakat yang memahami adanya setan tetapi tidak memiliki kepekaan terhadap godaannya, maka penelitian ini hadir sebagai upaya menyadarkan akan godaan yang diberikan setan layaknya darah yang mengalir di dalam tubuh manusia dan nantinya akan memberikan dampak pada fisik/psikis manusia tersebut. Adapun makna setan yang diperoleh dari hadis tersebut, bahwa suatu sifat buruk yang menentang, menyalahi, dan menjauhkan atau jauh dari rahmat Allah Swt. serta membangkang, yang terdapat di dalam diri manusia, jin ataupun binatang dan akan senantiasa merayu serta menggoda bagaikan darah yang tidak akan terpisah.
KAEDAH KEDABITAN PERIWAYAT: KAEDAH AL-JARH WA TADHBIT Muadilah Hs. Bunganegara; I Gusti Bagus Agung Perdana Rayyn
Qolamuna : Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2023): Februari 2023
Publisher : STIS MIFTAHUL ULUM LUMAJANG PRESS (STISMU PRESS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55120/qolamuna.v8i2.947

Abstract

Abstract : Kedabitan is one of the requirements for categorizing a hadith, whether it is of valid, hasan or daif quality. The narrator's method of inheritance is a very important measurement tool in hadith research, especially in the aspect of the narrator's intellectual credibility. The existence of different views among hadith critic scholars in assessing the intellectual credibility of the narrator gave birth to the criteria for the narration of hadith narrators. This research focuses on redefining the understanding of "kedabitan" and the methods used in addressing differences in the intellectual credibility of narrators and differences of opinion among hadith critics in assessing the credibility of narrators. The purpose of this research is to provide an understanding related to the rules of obedience of hadith narrators, which will have implications for the quality of a hadith. This research is a literature research that is descriptive qualitative in nature, by collecting relevant literature and information in order to prove the accuracy of a study, and not cause any confusion in the hadith narration process. So that the results of this study, namely the hadith critic scholars have some fundamental differences in addressing the credibility of hadith narrators, namely in terms of the method used as a measuring tool, the pronunciations of the narrator's assessment of the authenticity of the narrator as an analytical knife and the method of analyzing the authenticity of the narrators of hadith as a form of effort to find out and ensure that the hadiths are truly sourced from the Prophet. Keywords : Dabit, Narrator, Al-Jarh, Tadhbit