Yusdar Hilman
Unknown Affiliation

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Penggunaan Pupuk TSP dan SP-36 pada tanaan Bawang Putih di Dataran Tinggi Yusdar Hilman; - Suwandi; Rini Rosliani
Jurnal Hortikultura Vol 9, No 1 (1999): Maret 1999
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v9n1.1999.p%p

Abstract

Abstrak. Efisiensi penggunaan pupuk fosfat pada bawang putih tergolong rendah. Salah satu alternatif untuk meningkakan efisiens penggunaan pupuk fofat adalah penggunaan pupuk SP-36 (Superfosfat 36). Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani bawang putih di dataran tinggi iidey Kabupaten Bandung (1.400 d.p.l) dengantipe tanah andosol. Tujuan peneltian ini adalah untuk mendapatkan sumber da dosis fosfat yang paling efisien dan untuk mempelajari seberapa jauh pupuk SP-36 dapat mempertahankan hasil umbi serta perubahan ciri kimia tanah pada budidaya bawang putih. Perlakuan terdiri dari dua jenis pupuk fosfat yakni TSP dan SP-36 yang dikombinasikan dengan empat taraf dosis pemupukan fosfat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Acak kelompok dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pupuk SP-36 dan TSP pada berbagai dosis tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering, dan berat basah tanaman bawang putih dan tidak juga menigkatkan serapan nitrogen, fosfor, dan kalium total. Hasil umi total bawang putih tertinggi terjadi pada sumber fosfat yang berasal dari TSP dengan dosis 250 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk fosfat yang berasal dari SP-36. Dengan demikian, pupuk fosfat yang berasal SP-36 dengan dosis 150 kg/ha merupakan penggunaan pupuk fosfat yang paling efisien. Peningkatan dosis TSP sedikit meningkatkan pH tanah, sebaiknya peningkatan dosis SP-36 cenderung memasamkan tanah. Makin tinggi dosis TSP dan SP-36 yang digunakan makin tinggi pula P ersedia di dalam tanah. Abstract.Utilization of triple superphniplaite (TSP). and superphosphate (SP)-36 fertilizers on garlic in highland of Ciwiday, The efficiency of using P fertilizer on garlic is low. One of the alternatives to increase the efficiency is by the utilization of SP-36 fertilizer,  Experiment was conducted at farmer's field at Ciwidey, West Jawa. The altitude was 1400 m a.s.l. with Andosol suit type. The objectives of this research were to find out the most efficient rate of phosphate fertilizer and to study how far SP-36 fertilizer could increase bulb yield as well as the change of soil chemical properties in the cultural practises of garlic. The treatments  consisted of 4 dosage levels each of TSP and SP-36. Result of the experiment showed that SP-36 and TSP fertilizers al all rates tested did not influence plant height, leaf number, dry weight and fresh weight of garlic plant nor increase the total N, P, and K uptakes. The highest increase in total yield occured al the rate of 250 kg/ha TSP. However, the most rieiefficient was 150 kg/ha SP-36. Utilization of TSP slightly increased soil pH, but SP-36 tended to decrease soil pH. Soil P availability can he improved by increasing TSP and SP-36 dosage.
Status Hara Fosfat dan Kalium di Sentra Sayuran Dataran Rendah Yusdar Hilman; Holil Sutapradja; Rini Rosliani; Y Suryono
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 1 (2008): Maret 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v18n1.2008.p%p

Abstract

ABSTRAK. Data dasar status hara khususnya P dan K di sentra produksi tanaman sayuran khususnya di dataran rendah lahan kering belum tersedia, sedangkan data tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk. Selama ini rekomendasi penggunaan pupuk diperoleh dari percobaan dosis pupuk dan bukan didasarkan pada analisis hara tanah yang bersangkutan dan respons tanaman terhadap penggunaan pupuk sehingga hasil yang diperoleh tidak komprehensif. Informasi status hara P dan K pada sayuran diperoleh dengan membuat peta sebaran status hara P dan K pada beberapa lokasi. Untuk tahap awal, data status hara P dan K tersebut dihimpun dalam peta semidetail dengan skala 1:100.000 di mana setiap cm2 unit peta mewakili areal seluas 25 ha dengan jarak observasi di lapangan setiap 500 m.Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dari bulan Juli sampai September 2003, menggunakan metode survei. Tujuan penelitian adalah (i) membuat peta status hara P dan K lahan dengan skala 1:100.000 dan (ii) menyediakan data sebaran status hara P dan K di sentra produksi sayuran dataran rendah sebagai informasi dasar dalam pembuatan rekomendasi pupuk P dan K. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa luas lahan berdasarkan peta status hara P seluas 1.365,03 ha termasuk kategori sangat rendah, 3.395,37 ha rendah, 21.248,71 ha sedang, dan 13.978,87 ha tinggi, sedangkan peta status hara K adalah 6.337,79 ha termasuk kategori sangat rendah, 12.768,03 ha rendah, 17.243,78 ha sedang, dan 3.638,39 ha tinggi.ABSTRACT. Hilman, Y., H. Sutapradja, R. Rosliani, and Y. Suryono. 2008. The Status of Phosphorus and Potassium Nutrient at Production Centre of Lowland Vegetables.Database of nutrient status of P and K in vegetable production area especially in dry lowland was not available yet, while these data was highly needed as a base for determining recommended dosage for fertilization. Until now, fertilization recommendation on vegetable was merely obtained from fertilizer dose experiment and did not rely on the soil nutrient status and crop response to fertilizer used, so that the results obtained from that experiment was not comprehensive. The study on the status of phosphorus and potassium nutrient in the lowland vegetables was conducted at Bogor, West Java from July to September 2003 using survey method. Information on the nutrient status of P and K in vegetable growing areas in this study can be obtained by making map of P and K distribution. For the first step, information of these P and K status was obtained from semi-detail map at the scale of 1:100.000 where each cm2 of map unit represented the area of 25 ha with the field observation distance of 500 m. The objective of this study was (i) to make the map of P and K nutrient status in lowland vegetable production areas at the scale of 1: 100.000 and (ii) to survey data of P and K nutrient status in lowland vegetable areas as database information in making recommendation of P and K fertilization.Results of mapping indicated that land area based on P nutritional status was categorized as follows:1,365.03 ha very low; 3,395.37 ha low; 21,248.71 ha moderate, and 13,978.87 ha high, while for K nutritional status of 6,337.79 ha very low; 12,768.03 ha low; 17,243.78 ha moderate; and 3,638.39 ha high.
Respons Tanaman Bawang Merah terhadap Pemupukan Fosfat pada Beberapa Tingkat Kesuburan Lahan (Status P-Tanah) N Sumarni; R Rosliani; R S Basuki; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n2.2012.p130-138

Abstract

ABSTRAK. Pemupukan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan tanaman akan unsur hara dan kandungan hara dalam tanah, agar diperoleh hasil yang optimal. Tujuan penelitian ialah untuk mendapatkan dosis optimal pupuk P pada dua varietas bawang merah pada beberapa tingkat kesuburan tanah (status P-tanah). Penelitian dilakukan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dari bulan Mei sampai dengan Desember 2008. Rancangan percobaan yang digunakan ialah split-split plot design dengan tiga ulangan. Petak utama ialah varietas bawang merah, terdiri atas varietas Bangkok dan Kuning. Anak petak ialah kandungan/status P-tanah (Bray 1), terdiri atas rendah (<15 ppm P2O5), sedang (16–25 ppm P2O5), dan tinggi (>26 ppm P2O5). Anak-anak petak ialah dosis pupuk P (P2O5), terdiri atas 0, 60, 120, 180, dan 240 kg/ha. Pupuk N dan K diberikan sebagai pupuk dasar dengan dosis N 150 kg/ha dan K2O 150 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara varietas, status P-tanah, dan dosis pupuk P terhadap luas daun, bobot umbi segar, dan bobot umbi kering eskip per tanaman, serta serapan P tanaman bawang merah. Pada status P-tanah rendah dan sedang, dosis optimal pupuk P untuk varietas Bangkok dan Kuning masih belum diketahui, karena kurva respons hubungan antara dosis pupuk P dan hasil umbi kering eskip masih linier. Pada status P-tanah tinggi, hubungan antara dosis pupuk P dan hasil umbi kering eskip varietas Bangkok ataupun Kuning bersifat kuadratik. Hasil umbi kering eskip maksimal diperoleh dengan dosis pupuk P sebesar 126,50 kg/ha P2O5 untuk varietas Bangkok dan 0 kg/ha P2O5 untuk varietas Kuning. Makin tinggi dosis pupuk P yang diberikan, maka makin tinggi pula residu pupuk P terdeteksi dalam tanah. Implikasi hasil penelitian ialah kebutuhan  pupuk P yang optimal pada bawang merah berbeda bergantung pada status P-tanah dan varietas yang digunakan.ABSTRACT. Sumarni, N, Rosliani, R, Basuki, RS,  and Hilman, Y 2012. Response of Shallots Plant to Phosphat Fertilization on Several Soil Fertility Levels (Soil-P Status). To achieve an optimum yield, fertilization should be applied based on plant nutrient requirement and soil nutrient content. This experiment was carried out at Screenhouse of Indonesian Vegetable Research Institute from May to December 2008, to find out the optimum dosage of P fertilizer for two shallots varieties on several soil fertility levels (soil-P status). A split-split plot design with three replications was set up for this experiment. Main plots were shallots varieties i.e.: Bangkok and Kuning. Subplots were three soil-P statuses i.e.: low (<15 ppm P2O5), medium (16–25 ppm P2O5), and high (>26 ppm P2O5). Sub-subplots were five levels of P fertilizer dosage of 0, 60, 120, 180, and 240 kg/ha P2O5. Nitrogen fertilizer of 150 kg/ha and K fertilizer (K2O) of 150 kg/ha were applied to all. The results showed that there were interaction effect among varieties, soil-P status, and P fertilizer dosages influencing leaf area, fresh, and dry weight of bulb yield, and P uptake by shallots plant. The optimal dosage of P fertilizer for Bangkok and Kuning varieties on low and medium of soil-P status was still unknown yet, since the relation response curve of relationship between P fertilizer dosages and dry bulb yield was still linear. Meanwhile, in high of soil-P status, the response curve was quadratic for both Bangkok and Kuning varieties. The maximum dry bulb yield was obtained by 126.50 kg/ha P2O5 for Bangkok and 0 kg/ha P2O5 for Kuning. The higher of P fertilizer dosage applied, the higher of residual of P fertilizer detected in soil. The optimum dosage of P fertilizer for shallots production was different depend on variety and soil-P status.
Studi Bedengan Kompos Permanen pada Budidaya Mentimun di Lahan Kering Nani Sumarni; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 1 (2008): Maret 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v18n1.2008.p%p

Abstract

ABSTRAK. Ketersediaan hara dan air yang terbatas merupakan kendala dalam budidaya mentimun di lahan kering. Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan penggunaan bedengan kompos permanen. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dari bulan Oktober 2002 - April 2003 dengan tujuan mempelajari pengaruh penggunaan bedengan kompos permanen terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil mentimun di lahan kering. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 6 ulangan dan 4 perlakuan bedengan kompos permanen dengan formula limbah organik yang berbeda. Mentimun ditanam 1 bulan setelah pembentukan bedengan kompos permanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bedengan kompos permanen tanpa NPK tidak cocok untuk penanaman mentimun. Penggunaan bedengan tanah dengan diberi pupuk kandang + pupuk NPK (cara konvensional) masih merupakan cara terbaik untuk budidaya mentimun di lahan kering. Cara tersebut menghasilkan bobot buah tertinggi, yaitu sebesar 15,485 t/ha (efisiensi lahan 80%). Penggunaan bedengan kompos permanen dapat diterapkan oleh petani terutama pada daerah di mana ketersediaan air dan pupuk kandang terbatas.ABSTRACT. Sumarni, N. and Y. Hilman. 2008. Permanent Composting Bed for Cucumber Cultivations on Dryland.The problem of cucumber cultivation in dryland is the lack of water and nutrient availability. One of the efforts to overcome this problem was the utilization of permanent composting bed. The aim of the experiment was to study the effect of the use of permanent composting bed on the growth and yield of cucumber in dryland. A randomized block design with 6 replications and 4 treatments of permanent composting beds with different organic waste was used. Cucumber plants were planted at 1 month after composting process took place. Results of the experiment indicated that the use of permanent composting bed without NPK was unsuitable for growing cucumber. The conventional cultivation using regular soil bed with stable manure and NPK fertilizer was still the best method, with highest yield of cucumber (15.485 t/ha with land efficiency of 80%). Vegetable cultivation on permanent composting bed was applicable in the areas with inadequate stable manure and water supply.
Penggunaan Benzil Amino Purin dan Boron untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih True Shallots Seed Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) di Dataran Tinggi Rini Rosliani; ER Palupi; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 3 (2012): September 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n3.2012.p242-250

Abstract

ABSTRAK. Penggunaan umbi benih untuk bahan perbanyakan bawang merah mempunyai beberapa masalah, antara lain ketidaktersediaan benih bermutu, produktivitas rendah, dan mahal. Salah satu alternatif teknologi yang potensial untuk dikembangkan sebagai benih ialah penggunaan biji botani atau true shallots seed (TSS).  Penelitian dilakukan untuk memproduksi benih bawang merah TSS di dataran tinggi melalui peningkatan pembungaan dan viabilitas serbuk sari menggunakan BAP dan boron.  Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat (ketinggian 1.250 m dpl.) dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Februari 2012. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan.  Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu aplikasi benzil amino purin (BAP) 0, 50, 100, 150, dan 200 ppm dan boron 0, 1, 2, 3, dan 4 kg/ha.  Aplikasi  BAP diberikan tiga kali pada umur 1, 3, dan 5 minggu setelah tanam (MST), dan boron pada umur 3, 5, dan 7 MST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi BAP dapat meningkatkan pembungaan, viabilitas serbuk sari bawang merah, dan produksi benih TSS tetapi tidak meningkatkan mutu benih, sedangkan aplikasi boron efektif meningkatkan semua variabel yang diamati termasuk mutu benih TSS. Konsentrasi BAP yang optimum untuk menghasilkan produksi benih TSS ialah 37,5 ppm, sedangkan dosis boron yang optimum untuk menghasilkan bobot benih per plot yang tinggi dengan mutu benih sesuai standar sertifikasi mutu yaitu 2,88 kg/ha.  Hasil yang diperoleh pada perlakuan boron memberikan peningkatan sebesar 165,69% daripada kontrol. Hasil penelitian ini memberikan informasi teknologi produksi TSS yang dapat dikembangkan untuk memproduksi benih TSS bermutu tinggi. ABSTRACT. Rosliani, R, Palupi, ER, and Hilman, Y 2012. Benzyl Amino Purine and Boron Application for Improving Production and Quality of True Shallots Seed (Allium cepa var. ascalonicum) in Highlands. The use of bulb for propagation material of shallots has several problems including unavailability of quality seeds, low productivity, and expensive. One of the potential alternative technologies to be developed as seed is using true shallots seed (TSS). The aimed of research was to produce TSS in the highlands through increased flowering and pollen viability by using benzyl amino purine (BAP) and boron. The study was conducted at the Experimental Field, Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI) in Lembang, West Java (altitude 1,250 m asl.), from August 2011 to February 2012. The factorial experiment was arranged in a randomized block design with three replications. The treatments consists of two factors, namely the application of BAP 0, 50, 100, 150, and 200 ppm and boron (0, 1, 2, 3, and 4 kg/ha). Benzyl amino purine application was given three times at  1, 3, and 5 weeks after planting (WAP), and boron at  3, 5, and 7 WAP. The results showed that application of BAP improved flowering, pollen viability, and seed production of TSS but did not improve seed quality, while boron application effectively increased all variables including the seed quality of TSS. The efficient concentration of BAP to improve TSS seed weight per plot was 37.5 ppm, while the optimum concentration of boron to improve TSS seed production with the good seed quality (according to the certification standards of seed quality) was 2.88 kg/ha. The yield obtained in the treatment of boron gave an increase of 165.69% compared to the control. The results provide information about TSS production techniques that can be developed to produce  the high seed quality of TSS.
Pengaruh Konsentrasi Benzil Adenin terhadap Kualitas Pascapanen Dracaena sanderiana dan Codiaeum variegatum Muhammad Fuadi; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v18n4.2008.p%p

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan pengaruh berbagai konsentrasi benzil adenin �B� � � (BA) terhadap kualitas Dracaena sanderiana dan Codiaeum variegatum pada saat simulasi pengangkutan melalui laut (di ruang gelap). Perlakuan terdiri dari konsentrasi BA: 0 (kontrol), 75, 150, 225, dan 300 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitias D. sanderiana dan C. variegatum pada parameter laju fotosintesis, konduktansi stomata, kadar klorofil, tinggi tanaman, dan kelas tanaman dipengaruhi oleh benzil adenin. Pada D. sanderiana laju fotosintesis (6,74 μmol/m2/det) dan kandungan klorofil tertinggi dicapai pada konsentrasi 300 mg/l, sedangkan pada C. variegatum tertinggi (5,40 μmol/m2/det) pada konsentrasi 150 mg/l. K� � � � Kadar fotosintesis meningkat dengan meningkatnya kandungan klorofil. Kadar fotosintesis pada perlakuan ini 2 kali lipat bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Konduktansi stomata, berat segar daun, dan kelas tanaman juga dipengaruhi oleh konsentrasi BA. Kadar fotosintesis dan kandungan klorofil pada D. sanderiana di mana tanaman yang diberi perlakuan 300 mg/l BA menunjukkan bahwa tanggap tanaman lebih baik dan kebutuhan C. variegatum memerlukan konsentrasi yang lebih rendah (150 mg/l BA). Kelas tanaman yang lebih baik seperti warna daun hijau gelap dan segar. Dracaena sanderiana dan C. variegatum masing-masing menghendaki konsentrasi BA 300 mg/l (4,50 = kualitas sangat baik) dan 150 mg/l (4,17 = kualitas sangat baik).ABSTRACT. Fuadi, M. and Y. Hilman. 2008. The Effect of Benzyl Adenine Concentration on Postharvest Quality of Dracaena sanderiana and Codiaeum variegatum. This study was carried out with the main objective of looking at the effects of benzyl adenine (BA) on the growth and quality retention of Dracaena sanderiana and Codiaeum variegatum during simulation of subsequent shipping conditions (in the dark chamber). Concentrations of BA applied were 0 (control), 75, 150, 225, and 300 mg/l. The results showed that the growth and plant quality of D. sanderiana and C. variegatum in terms of photosynthesis rate, stomatal conductance, chlorophyll content, plant height, and plant grade were significantly (p<0.05) affected by BA. The highest photosynthesis rate (6.74 μmol/m2/sec.) and chlorophyll content were found on D. sanderiana sprayed with 300 mg/l BA, while C. variegatum gave the highest photosyntesis rate (5.40 μmol/m2/sec.) at application of 150 mg/l BA. As expected, photosynthesis rate increased with higher chlorophyll content. The photosynthesis rate for both treatments were double compared to the other treatments. Stomatal conductance, leaf fresh weight, and plant grade were also significantly (p<0.05) affected with different concentrations of BA. Similar to the photosynthesis and chlorophyll content of D. sanderiana, plants sprayed with 300 mg/l BA showed a better growth response, while C. variegatum needs lower concentrations (150 mg/l BA). In order to obtain a good plant grade in term of leaf freshness, D. sanderiana and C. variegatum required BA concentration of 300 mg/l (4.50 = excellent quality) and 150 mg/l (4.17 = excellent quality) respectively
Respons Pertumbuhan dan Produksi Pepaya terhadap Pemupukan Nitrogen dan Kalium di Lahan Rawa Pasang Surut - Martias; F Nasution; - Noflindawati; Tri Budiyanti; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 4 (2011): DESEMBER 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v21n4.2011.p324-330

Abstract

Pepaya sangat potensial dibudidayakan di lahan rawa pasang surut, tetapi ketersediaan hara dalam tanahnya tergolong rendah. Nitrogen dan kalium merupakan hara yang relatif banyak dibutuhkan pepaya, sehingga budidaya pepaya di lahan rawa pasang surut perlu penambahan hara tersebut melalui pemupukan. Penelitian dilakukan di lahan rawa pasang surut eks proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah dari bulan Juni 2007 sampai April 2008. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh pemberian hara N dan K terhadap pertumbuhan dan produksi pepaya. Benih pepaya yang digunakan ialah varietas Merah Delima. Penelitian disusun dengan rancangan acak kelompok  faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I ialah takaran pupuk nitrogen yaitu 0, 125, 250, 375 g/tanaman dan faktor II ialah takaran pupuk kalium (K20) yaitu 0, 150, 300, 450 g/tanaman. Tiap unit perlakuan terdiri atas 10 tanaman. Parameter yang diamati meliputi sifat kimia tanah, pertumbuhan vegetatif, dan produksi tanaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa  ketersediaan N, P, dan Fe di lokasi penelitian tergolong sangat tinggi, K rendah, sedangkan Ca dan Mg sangat rendah. Pemupukan N hingga taraf 375 g/tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman pepaya. Namun pada fase produktif (10 bulan setelah tanam), panjang buah secara nyata meningkat dengan pemberian N 250 g/tanaman. Pemberian K2O pada taraf 300g/tanaman secara nyata meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman (jumlah, bobot, panjang, dan PTT), sedangkan pemberian K2O yang melebihi 300 g/tanaman mengakibatkan penurunan pertumbuhan, produksi, dan kualitas buah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan penelitian dan penyusunan rekomendasi pemupukan pepaya di lahan rawa pasang surut. Papaya has opportunity to be cultivated in tidal swamp land but the availability of its nutrient in the soil is low.  Nitrogen and potassium are the major nutrients needed by papaya, so that the nutrient should be added through fertilization. The research was conducted in tidal swamp land in Mantangai, Kapuas, Central Kalimantan Province, from June 2007 to April 2008. The objective of this research was to investigate the effect of nutrient N and K on growth and production of papaya in tidal swamp land. Merah Delima variety was used as a seed in this research. The factorial experiment was arranged in a randomized block design with three replications.The first factor was dosage of nitrogen of 0, 125, 250, and 375 g/plant and the second factor was amount of potassium (K2O) from 0, 150, 300, and 450 g/plant. Each unit of treatment consisted of 10 plants. The parameters observed include the chemical properties of soil, vegetative growth, and crop production. The results showed that the availability of  N, P, and Fe at the research location was classified as very high, whereas K was low, Ca and Mg were very low. Nitrogen fertilization up to level 375 g/plant did not significantly increase the vegetative growth of papaya plants because of its high availability of the nutrition on the soil. However, in the productive phase (10 months after planting), fruit length was significantly increased with application of N in dose 250 g/plant. Application of K2O fertilizer on 300/plant increased significantly vegetative growth and yield (number of fruit, fruit weight, fruit length, and TSS), whereas application of more than 300 g/plant decreased their growth, yield, and fruit quality. The results can be used as the basis to arrange and formulate fertilizer recommendation on papaya  which is mainly grown on tidal swamp land.
Inokulasi Mikoriza Glomus sp. dan Penggunaan Limbah Cacing Tanah untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman Mentimun Rini Rosliani; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 1 (2005): Maret 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n1.2005.p%p

Abstract

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Wera, Subang mulai bulan Agustus sampai No vem ber2000. Tujuan penelitian adalah (i) mempelajari pengaruh inokulum mikoriza Glomus sp. dan limbah atau kotoranbekas cacing tanah (kascing) terhadap sifat-sifat kimia tanah, serapan N, P, dan K dan hasil buah mentimun, (ii)mengetahui efek inokulasi mikoriza dalam mengurangi pemakaian pupuk buatan NPK, dan (iii) mendapatkankombinasi pupuk hayati (mikoriza Glomus sp. dan kascing) dan pupuk NPK yang tepat dan efisien untuk mentimun.Rancangan penelitian menggunakan split-plot de sign dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas petak utama yaitupemberian mikoriza (tanpa dan dengan mikoriza), dan anak petak yaitu enam kombinasi penggunaan kascing + NPK.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kascing + NPK berpengaruh nyata terhadap serapan P vegetatiftanaman dan serapan N, P, dan K buah. Perlakuan mikoriza dan kascing dapat meningkatkan kesuburan (sifat kimiadan biologi) tanah. Dalam hal bobot buah, kascing dengan dosis 2,5 t/ha + ¾ x standar NPK merupakan aplikasi yangpal ing baik di antara perlakuan yang diuji.In oc u la tion of my cor rhi zal Glomus sp. and the use ofvermicompost to im prove soil fer til ity, nu tri ent up take, and cu cum ber yield. An experiment was conducted atWera ex per i men tal farm, Subang from Au gust to No vem ber 2000. The ob jec tives of the ex per i ment were: (i) to studymycorrhiza Glomus sp. in oc u la tion and vermicompost in im prov ing soil chem i cal prop er ties; NPK up take and yield ofcu cum ber, (ii) to find out the ef fect of my cor rhi za Glomus sp. in oc u la tion on the re duc tion of NPK fer til izer us age, and(iii) to screen the most ap pro pri ate and ef fi cient treat ment com bi na tion of biofertilizers (mycorrhyza) andvermicompost + NPK fer til izer on cu cum ber. A split plot de sign with three replications was used. Treat ments con -sisted of in oc u la tion of my cor rhi za (with and without in oc u la tion) as a main plot and six com bi na tions ofvermicompost + NPK fer til iz ers as subplot. Re sults of the ex per i ment in di cated that my cor rhi za and vermicompostap pli ca tion can im prove soil chem i cal and bi o log i cal fer til ity. Ap pli ca tion of vermicompost + NPK fer til izer sig nif i -cantly in flu enced P up take in plant veg e ta tive growth as well as N, P, and K up take in fruits. In terms of fruit weight,ap pli ca tion of vermicompost of 2.5 t/ha + ¾ x NPK stan dard was the best.
Inokulasi Mikoriza Glomus sp. dan Penggunaan Limbah Cacing Tanah untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman Mentimun Rini Rosliani; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 1 (2005): Maret 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n1.2005.p%p

Abstract

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Wera, Subang mulai bulan Agustus sampai No vem ber2000. Tujuan penelitian adalah (i) mempelajari pengaruh inokulum mikoriza Glomus sp. dan limbah atau kotoranbekas cacing tanah (kascing) terhadap sifat-sifat kimia tanah, serapan N, P, dan K dan hasil buah mentimun, (ii)mengetahui efek inokulasi mikoriza dalam mengurangi pemakaian pupuk buatan NPK, dan (iii) mendapatkankombinasi pupuk hayati (mikoriza Glomus sp. dan kascing) dan pupuk NPK yang tepat dan efisien untuk mentimun.Rancangan penelitian menggunakan split-plot de sign dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas petak utama yaitupemberian mikoriza (tanpa dan dengan mikoriza), dan anak petak yaitu enam kombinasi penggunaan kascing + NPK.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kascing + NPK berpengaruh nyata terhadap serapan P vegetatiftanaman dan serapan N, P, dan K buah. Perlakuan mikoriza dan kascing dapat meningkatkan kesuburan (sifat kimiadan biologi) tanah. Dalam hal bobot buah, kascing dengan dosis 2,5 t/ha + ¾ x standar NPK merupakan aplikasi yangpal ing baik di antara perlakuan yang diuji.In oc u la tion of my cor rhi zal Glomus sp. and the use ofvermicompost to im prove soil fer til ity, nu tri ent up take, and cu cum ber yield. An experiment was conducted atWera ex per i men tal farm, Subang from Au gust to No vem ber 2000. The ob jec tives of the ex per i ment were: (i) to studymycorrhiza Glomus sp. in oc u la tion and vermicompost in im prov ing soil chem i cal prop er ties; NPK up take and yield ofcu cum ber, (ii) to find out the ef fect of my cor rhi za Glomus sp. in oc u la tion on the re duc tion of NPK fer til izer us age, and(iii) to screen the most ap pro pri ate and ef fi cient treat ment com bi na tion of biofertilizers (mycorrhyza) andvermicompost + NPK fer til izer on cu cum ber. A split plot de sign with three replications was used. Treat ments con -sisted of in oc u la tion of my cor rhi za (with and without in oc u la tion) as a main plot and six com bi na tions ofvermicompost + NPK fer til iz ers as subplot. Re sults of the ex per i ment in di cated that my cor rhi za and vermicompostap pli ca tion can im prove soil chem i cal and bi o log i cal fer til ity. Ap pli ca tion of vermicompost + NPK fer til izer sig nif i -cantly in flu enced P up take in plant veg e ta tive growth as well as N, P, and K up take in fruits. In terms of fruit weight,ap pli ca tion of vermicompost of 2.5 t/ha + ¾ x NPK stan dard was the best.
Analisis Finansial Penggunaan Benih Kentang G4 Bersertifikat dalam Meningkatkan Pendapatan Usahatani Petani Kentang H K Ridwan; Nurmalinda Nurmalinda; Sabari Sabari; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 2 (2010): Juni 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n2.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Permasalahan utama usahatani kentang ialah produktivitas rerata yang masih rendah, yaitu sekitar16,94 t/ha. Penggunaan benih G4 bersertifikat diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan para petanikentang. Penelitian mengenai analisis finansial penggunaan benih G4 bersertifikat dalam meningkatkan pendapatanusahatani kentang di Indonesia telah dilakukan di Kecamatan Pangalengan, Bandung, Jawa Barat dan KecamatanBatur, Banjarnegara, Jawa Tengah, dari bulan Januari-Desember 2008. Tujuan penelitian ialah menganalisis secarafinansial penggunaan benih kentang G4 bersertifikat dalam hal biaya, produksi, penerimaan, dan keuntungan bersihusahatani dibanding dengan penggunaan benih kentang tidak bersertifikat. Penelitian dilaksanakan dengan metodesurvei. Data primer diperoleh melalui wawancara berstruktur dengan petani, sedangkan data sekunder dikumpulkan dariinstansi terkait. Analisis data kualitatif dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis biaya dan pendapatan dilakukandengan metode analisis finansial statik serta uji t untuk membandingkan dua perlakuan. Hasil analisis biaya usahatanikentang menunjukkan bahwa di Pangalengan rerata biaya produksi kentang dengan benih G4 bersertifikat mencapaiRp37.042.970,00, dan benih tidak bersertifikat Rp29.305.108,00 per ha/musim. Di Batur, rerata biaya produksikentang dengan benih G4 bersertifikat mencapai Rp23.718.196,00 dan benih tidak bersertifikat Rp22.589.475,00 perha/musim. Di Pangalengan, rerata produksi kentang yang dihasilkan dengan benih G4 bersertifikat mencapai 26.364kg, dan benih tidak bersertifikat mencapai 22.001 kg per ha/musim. Di Batur, rerata produksi kentang dengan benihG4 bersertifikat dan benih tidak bersertifikat masing-masing mencapai 16.976 kg dan 14.031 kg per ha/musim. Hasilanalisis masukan dan keluaran menunjukkan bahwa, di Pangalengan usahatani kentang yang menggunakan benihG4 bersertifikat dan benih tidak bersertifikat mendapatkan penerimaan serta keuntungan bersih masing-masingRp70.417.354,00 dan Rp53.529.785,00 serta Rp33.374.384,00 dan Rp24.224.677,00 per ha/musim, sedangkan di Baturmendapatkan penerimaan Rp67.130.010,00 dan Rp51.338.645,00 serta keuntungan bersih sebesar Rp43.411.814,00dan Rp28.749.170,00 per ha/musim. Hasil perhitungan uji t menunjukkan bahwa, di Pangalengan penggunaan benihkentang G4 bersertifikat memperlihatkan adanya perbedaan nyata dalam biaya dan penerimaan, sedangkan di Batur,memperlihatkan adanya perbedaan nyata dalam penerimaan dan keuntungan bersih usahatani dibanding dengan yangmenggunakan benih tidak bersertifikat.ABSTRACT. Ridwan, H.K., Nurmalinda, Sabari, and Y. Hilman. 2010. Financial Analysis of Potato FarmingSystem Using G4 Certified Seed to Improve Potato Farmer’s Income. The main problem on potato farmingsystem was low productivity (16.94 t/ha). The use of certified seeds (generation four/G4) was expected to improveproductivity and potato farmers income. The research was conducted at Pangalengan District, Bandung, West JavaProvince and Batur District, Banjarnegara, Central Java, from January to December 2008. The objectives of thisresearch was to analyze financially the used of certified seed (G4) in term of production cost, productivity, revenue,and profit of potato farming in comparation with the used of uncertified seed. The study was conducted by usingsurvey method. Primary data were obtained through interviewing farmers and secondary data were collected fromthe related institutions. Qualitative data were analyzed descriptively, while the cost and income analysis weredone by static method, and t test. The results indicated that the production cost in Pangalengan reached as much asRp37,042,970.00/ha (using certified seeds) and Rp29,305,108.00/ha (using uncertified seeds). Similar result wasobtained in Batur, the production cost was Rp23,718,196.00/ha (using certified seeds) and Rp22,589,475.00/ha (usinguncertified seeds). In Pangalengan, potato productivity reached 26,364 kg/ha (using certified seeds) and 22,001 kg/ha (using uncertified seeds), while in Batur, the productivity was about 16,976 kg/ha (using certified seeds) and14,031 kg/ha (using uncertified seeds). The result of input and output analyses showed that in Pangalengan, potatofarming provide revenue and profit about Rp.70,417,354.00 and Rp.33,374,384.00/ha/season respectively (usingcertified seeds), while uncertified seeds gave revenue and profit Rp.53,529,785.00/ha and Rp.24,224,677.00/ha/season, respectively. Whereas in Batur, the use of certified seeds provide revenue and profit Rp.67,130,010.00 andRp.43,411,818.00/ha/season respectively, while uncertified seeds provide Rp.51,338,645.00 and Rp.28,749,170.00/ha/season respectively. The results of t-test showed that in Pangalengan, the use of certified seeds was significantlydifferent in term of production cost and revenue, while in Batur, there were a significant different on the revenue andbenefit between the use of certified and uncertified seeds.