Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Sifat Fisikokimia Dan Sensori Bakso Kerbau Dari Berbagai Jenis Daging Karkas Dan Bahan Pengisi Sri Usmiati; nFN Miskiyah
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 1 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v3n1.2006.33-40

Abstract

Aspek penting dalam pembuatan bakso adalah daging sebagai bagian dari karkas dan sifat fisikokimianya. Komposisi kimia dan sifar Iisik daging bervariasi tergantung kepada letak dan fungsi daging di dalam tubuh. Dalam pcmbuatan bakso, bahan lain yang diperlukan adalah bahan pengisi yang berfungsi memperbaiki emulsi, memperkecil penyusutan dan menambah berat produk sehingga dapat menekan biaya produksi. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah bahan pengisi yaitu: adalah tepung tapioka dan tepung sagu. Penelitian penggunaan daging dari bagian karkas kerbau yang berbeda dengan perbandingan tapioka dan pati sagu yang berbeda perlu dilakukan untuk melihat sifat Iisikokimia dan sensori bakso yang dihasilkan Penelitian menggunakan kombinasi dua komponen perlakuan yaitu: A = daging dari bagian karkas (tiga bagian yaitu A1 =jantung. A2=paha belakang, dan A3=campuran yaitu 50% daging leher:50% daging rusuk ), dan B= perbandingan jenis bahan pengisi (4 macam perbandingan tapioka.pati sagu yaitu B1 =1:0. B2= 1:1. B3=2:1. dan B4=1:2). Peubah yang diamati meliputi pH adonan, daya mengikat air, tingkat keempukan, kadar air, abu, protein. dan lemak, serta uji hedonik terhadap rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum. Analisis data sifat fisikokimia nggunakan Kruskal-Wallis , sedangkan data uji hedonik diuji statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter bakso kerbau yang paling baik adalah bakso yang dibuat menggunakan daging campuran daging leher dan daging rusuk pad a seluruh perbandingan tapioka dengan pati sagu ditandai oleh kadar protein yang tinggi (12,6%). kadar lemak yang sedang (0,5%) dan tingkat keempukan yang baik (23,7 mm/det) dengan tingkat kesukaan panelis berkisar pada nilai hedonik :3-4 (netral-suka) Bakso kerbau yang berasal dari daging campuran dianggap lebih ekonomis karena harga) daging campuran lebih murah dibandingkan daging paha belakang. Physico Chemical and Sensory Properties of Buffalo Meatball Made From Various Kind of Meat Carcass and FillerThe important aspects of meatball production as type of meat as part of carcass and its physicochemical properties. Chemical compositions and physical properties of meal vary depend on its function and location on the body. The other material which is needed in meatball production is filler that has a function to improve emulsion, to minimize cooking loss and to increase yield of product so it can reduce the production cost Occasionally, filler which is used in meatball making are tapioca and sago starch. Research on usage of meat from different part of carcass  and various comparison of tapioca and sago starch needs to be conducted in order to know the buffalo meatball physicochemical and sensory. Research was using combination of two components: A= flesh from different parts of buffalo Carcass (three parts: A1=heart. A2=silverside and A3=mixed/50%chuck and 50%rib), and B= comparison or different filler (4 comparisons or tapioca and sago starch: B1=1:0; B2=1:1. B3=2:1 and B4=1:2). Parameters observed were pH of clough, WHC (water holding capacity). tenderness. moisture content, concentration of protein. fat, and ash. hedonic test on taste, color, aroma, texture and elasticity. Physicochemical data was analyzed by Kruskal-Wallis test. while hedonic result was analyzed by parametrix statistical. Result of research indicated that best character or buffalo meatball was made from flesh mixed (chuck and rib) at all comparisons or tapioca and sago starch marked by high protein concentration (12.6%), good in fat concentration (0.5%) and tenderness (23.7 mm/s) as well as panelist reference around hedonic value 3-4 (neutral-prefer) and this buffalo meatball was assumed more economic because price of mixed flesh cheaper than silverside.
Stabilitas Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Keju Probiotik Susu Kambing Winiati Puji Rahayu; Triana Setyawardani; nFN Miskiyah
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n2.2010.110-117

Abstract

Susu kambing adalah salah satu sumber protein hewani yang berpotensi untuk dikembangkan. Keunggulan susu karnbing antara lain kadar laktosa rendah, ukuran globula lemak yang kecil, kadar MCFA (Medium Chain Fatty Acid) dan kadar nukleotida yang tinggi. Susu kambing juga merupakan sumber isolat bakteri asam laktat (BAL) yang bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian ini telah berhasil mengisolasi BAL probiotik Lactobacillus rhamnosus dan Lactobacillus plantarum I selanjutnya digunakan untuk mengbasilkan keju fungsional. Penelitian dikerjakan dalam tiga tahapan, yaitu : (1) pemeliharaan dan persiapan kultur BAL, (2) Pembuatan keju dan uji stabilitas BAL, (3) analisis organoleptik dan proksimat keju. Keju lunak probiotik dengan isolat probiotik L. rhamnosus dan L. plantarum l mempunyai stabilitas BAL selama 4 minggu penyimpanan dengan jumlah BAL 10° log CFU/g. Keju yang dihasilkan mempunyai aroma yang sama dcngan keju kambing komersial, tetapi berbeda tekstur dan rasa (P<0,05) terhadap keju kambing komersial. Tekstur keju lunak probiotik mernpunyai kisaran rataan kekerasan 0,115-0,452 N. Kekerasan tekstur secara statistik berbeda nyata (P<O,05) untuk keju lunak dengan penggunaan BAL probiotik berbeda. Komposisi kimia keju probiotik memiliki kadar air 56,38-60,58%; kadar protein 13,57-17,40%; lemak 17,66-20,42%; dan kadar abu 2,69-3,19%. Stability Of Lactic Acid Bacteria (LAB) In Probiotic Cheese From Goat MilkGoat milk has low content of lactose, high MCFA, protein and nucleotides. in addition, goat milk is the natural source of lactic acid bacteria that have beneficial effect to the health. This research successfully isolated Lactobacillus rhamnosus and L. plantarum I and then applied those bacteria to cheese made from goat milk. This study was done in three stages, i. e. (1) Preparation of lactic acid bacteria culture, (2) probiotic cheese making and stability testing, (3) chemical analysis and sensory test of the probiotic cheese. LAB in isolate probiotic soft cheese with L. rhamnosus and L. plantarum I was viable for 4 weeks of storage with the number of LAB 10° log CFU/g. The flavor of the resulting cheese was similar to that of commercial goat cheese, but its texture and taste were different (P<0.05) from commercial goat cheese. The hardness of probiotic soft cheese ranged from 0.115 to 0.452 N and the value were significantly different (P<0.05) for soft cheese incomporated different probiotic LAB. The chemical composition of probiotic cheese was moisture 56.38-60.58%; protein 13.57-17.40%, fat 17.66-20.42% and ash 2.69-3.19%.
Application of starch-based edible coating enriched with lemongrass oil as antimicrobials to improve shelf life of red-bell pepper nFN Widaningrum; nFN Miskiyah; Christina Winarti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n1.2016.11-20

Abstract

Red-bell peppers (Capsicum annuum var. Athena) is a perishable vegetable, so it is necessary to improve its shelf life. The edible coating technology can potentially be used to increase shelf life and improve microbiological quality of paprika. This study aimed to determine the effect of sago starch-based coating material with incorporation of natural antimicrobial lemongrass oil on the characteristics of red-bell pepper during storage at 20 and 8°C. The study included preparation of sago starch-based coating material with the addition of lemongrass oil as antimicrobial, their application on red-bell pepper and analysis of physical properties as well as the total microbial during storage. The research design used was factorial completely randomized design consisting of two factors (concentration of lemongrassoil as an antimicrobial and dipping time) with three replications. The results showed that the best treatment was dipping of red-bell peppers into coating formula containing lemongrass oil 0.2% for 5 minutes and storing at 8°C. This treatment provided enhancement of red-bell pepper shelf life up to 7 days with the acceptable total microbials and quite fresh conditions. APLIKASI BAHAN PENYALUT BERBASIS PATI SAGU DAN ANTIMIKROBA MINYAK SEREH UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN PAPRIKA (Capsicum Annum Var. Athena) MERAHPaprika (Capsicum annuum var. Athena) termasuk jenis bahan pangan yang mudah rusak, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan umur simpannya. Teknologi bahan penyalut potensial digunakan untuk meningkatkan masa simpan dan memperbaiki mutu mikrobiologis paprika. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan bahan penyalut berbasis pati sagu dengan inkorporasi antimikroba alami minyak sereh terhadap karakteristik paprika merah selama penyimpanan pada suhu 20 dan 8° C. Penelitian meliputi pembuatan bahan penyalut berbasis pati sagu dengan penambahan minyak sereh sebagai antimikroba, aplikasinya pada paprika merah, dan analisis sifat fisik serta total mikrobanya selama penyimpanan. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas dua faktor (konsentrasi minyak sereh sebagai antimikroba dan lama pencelupan) serta dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan paprika merah dengan pencelupan selama 5 menit dalam formula bahan penyalut yang ditambah minyak sereh sebagai antimikroba pada konsentrasi 0,2% dan disimpan pada suhu 8 °C. Pada perlakuan tersebut, paprika merah mampu meningkat masa simpannya sampai 7 hari dengan jumlah total mikroba yang masih dapat diterima dan kondisi yang cukup segar.
Kontaminasi Patulin Pada Buah dan Produk Olahan Apel Christina Winarti; nFN Miskiyah; S Joni Munarso
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Patulin (4-hydroxy-4H-furo (3,2c) pyran-2(6H)-one) merupakan mikotoksin yang diproduksi sejumlah kapang yang terdapat pada buah dan produk olahan buah, terutama apel. Penelitian membuktikan bahwa patulin berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan, antara lain hyperaemia, pendarahan, peradangan dan pembengkakan saluran cerna. Pada dosis tinggi patulin bersifat karsinogenik, imunotoksik dan neurotoksik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kadar patulin pada buah apel segar maupun jus apel, baik jenis lokal maupun impor. Sejumlah sampel diambil secara acak untuk pengujian kadar patulinnya.Buah apel sebanyak 15 sampel (12 sampel jenis Manalagi dan 3 sampel jenis Rome beauty), sedangkan untuk apel impor yaitu jenis Fuji dan Washington sebanyak 8 sampel yang diperoleh dari pedagang buah dan supermarket. Untuk produk olahan apel terdiri atas 20 sampel jus apel produk lokal dan 5 merk jus impor, serta masing-masing 2 sampel makanan bayi dan cider apel. Pengujian kadar kontaminan patulin dilakukan dengan HPLC dan sebelumnya dilakukan identifikasi jenis kapang pada buah segar. Hasil pengujian menunjukkan pada apel lokal var Manalagi teridentifikasi kapang Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Fusarium sp., sementara pada apel Fuji hanya ditemukan Penicillium sp, Aspergillus sp. Hasil pengujian kadar patulin diketahui bahwa 33,3 % sampel apel lokal yang diuji positif terdeteksi mengandung patulin, sedangkan pada apel impor 37,5% positif terdeteksi patulin. Dari 5 sampel buah apel lokal yang positif tersebut 1 sampel mempunyai kadar patulin >50 mg/kg. Hasil pengujian terhadap produk olahan apel menunjukkan bahwa 17,6% sari apel lokal positif terdeteksi adanya patulin, sedangkan untuk sari apel impor 60% positif terdeteksi patulin dengan kadar > 50 mg/l. Pada produk makanan bayi semua sampel yang diuji tidak terdeteksi adanya patulin, sedangkan pada sampel cider apel, terdapat satu sampel positif mengandung patulin.
Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya nFN Widaningrum; nFN Miskiyah; nFN Suismono
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan bermotor telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai. Sayur-sayuran berdaun yang ditanam di pinggir jalan raya memiliki resiko terpapar logam berat yang cukup tinggi. Data terakhir pada caisim kandungan timbal (Pb) bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), sedangkan batas aman residu Pb yang diperbolehkan oleh Ditjen POM pada makanan hanya 2 ppm. Pencemaran tersebut menyebabkan sebagian sayuran dapat mengandung logam berat yang membahayakan kesehatan, padahal sayuran merupakan menu sehari-hari di dalam diet orang Indonesia. Akumulasi logam berat di dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu sistem peredaran darah, urat syaraf dan kerja ginjal. Pada tingkat rumah tangga, penurunan jumlah residu logam berat yang terlanjur terdapat dalam sayuran dapat dilakukan dengan mencuci sayuran menggunakan sanitizer komersial atau memblansirnya dengan air mendidih selama 3-5 menit sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Para ibu rumah tangga juga sebaiknya tidak menggunakan peralatan masak yang dipatri dengan timbal dan membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Penanganan pra panen dan pascapanen dapat dilakukan dengan pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, melakukan cara pengangkutan yang baik selama distribusi sayuran, misalnya dengan menutup sayuran menggunakan terpal atau penutup yang aman agar sayuran terhindar dari kontaminasi logam berat dari debu kendaraan bermotor atau asap pabrik selama perjalanan menuju pasar atau konsumen.
Sistem Keamanan Pangan Berbahan Baku Jagung Agus Supriatna Somantri; nFN Miskiyah
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 8, No 2 (2012): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keamanan pangan saat ini menjadi issue yang sangat penting untuk menjamin pangan yang aman dan layak dikonsumsi. Suplai pangan yang aman tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas generasi muda melalui pangan yang aman dan layak dikonsumsi. Upaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis melalui HACCP pada penanganan pascapanen jagung perlu dilakukan. Di sisi lain, pengetahuan masyarakat mengenai kapang penghasil mikotoksin yang terdapat pada jagung masih terbatas. Mengingat pengaruhnya terhadap kesehatan, maka pemerintah menjadi bagian terdepan dalam penanggulangan kontaminasi mikotoksin. Penanganan kontaminan mikotoksin perlu dilakukan sejak tahap budidaya sampai dengan pascapananen, karena beberapa jenis kapang sudah mulai menginfeksi ketika tanaman sedang dalam masa pertumbuhan. Penanganan pascapanen merupakan tahapan penting terjadinya kontaminan mikotoksin, dimana tahapan proses yang menjadi titik kritis adalah saat pemanenan, sortasi, pengeringan, sortasi mutu serta penyimpanan.
Studi Kandungan Residu Pestisida pada Kubis, Tomat dan Wortel Di Malang dan Cianjur S Joni Munarso; nFN Miskiyah; Wisnu Broto
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pestisida dipercaya dapat menurunkan populasi hama dengan cepat sehingga meluasnya hama dapat dicegah. Pestisida pada tanaman dapat terserap tanaman dan terbawa oleh hasil panen berupa residu yang dapat terkonsumsi oleh konsumen lewat makanan. Residu pestisida menimbulkan efek yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa gangguan pada sistem syaraf serta metabolisme enzim. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui insiden residu pestisida pada sayuran kubis, tomat, dan wortel di Malang, Jawa Timur dan Cianjur, Jawa Barat. Metode penelitian yang dilakukan bersifat survai. Contoh diambil secara acak, dari petani, pedagang, dan pasar swalayan, di Malang dan Cianjur masing-masing 3 contoh. Contoh kemudian diambil secara komposit sebanyak 2 kg, kemudian dimasukkan kedalam ice box, dan dibawa segera ke laboratorium untuk dianalisis kadar residu pestisida menggunakan Gas Chromatography (GC). Untuk ucuan uji digunakan 17 jenis bahan aktif pestisida dari 3 golongan organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Data hasil analisis kemudian diinterpretasikan, dan angka yang diperoleh dibandingkan dengan standar Batas Maksimum Residu pestisida yang tercantum dalam SNI 7313:2008, dan disajikan secara deskriptif. Hasil analisis residu pestisida pada kubis menunjukkan bahwa bahan aktif endosulfan dominan ditemukan pada contoh kubis baik yang berasal dari Malang maupun Cianjur, dengan kandungan residu pestisida tertinggi 7,4 ppb yang dianalisis dari contoh yang diambil dari petani di Cianjur. Residu lain yang terdeteksi antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation, dan karbaril. Contoh wortel yang dianalisis menunjukkan bahwa bahan aktif endosulfan juga dominan pada contoh wortel baik yang diambil dari Malang maupun Cianjur dengan kadar tertinggi 10,6 ppb. Sedangkan bahan aktif lain yang terdeteksi antara lain klorpirfos, metidation, dan karbofuran.
Edible Coating Berbasis Pati Sagu dan Vitamin C Untuk Meningkatkan Daya Simpan Paprika Merah (Capsicum Annum Var. Athena) nFN Miskiyah; nFN Widaningrum; Christina Winarti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v8n1.2011.39-46

Abstract

Paprika merah berpotensi dalam perdagangan baik pasar lokal maupun ekspor. Paprika merah mempunyai daya simpan terbatas, sehingga diperlukan teknologi penanganan pascapanen untuk mempertahankan kesegarannya. Salah satunya adalah penggunaan edible coating. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan edible coating berbasis pati sagu dan asam askorbat pada paprika merah selama penyimpanan. Rancangan penelitian yaitu rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri dari 3 faktor, yaitu faktor A:konsentrasi vitamin C (A0:0%;  A1:0,5%; dan A2:1,0%); faktor B:lama pencelupan (B1 =3 menit dan B2=5 menit); dan faktor C:suhu penyimpanan (C1 :20°C dan C2:8°C). Parameter yang diukur susut bobot, warna, dan kekerasan yang dilakukan setiap tiga hari sekali, serta vitamin C dan kadar air yang dilakukan seminggu sekali. Pengamatan dilakukan hingga paprika mengalami kerusakan, Adapun parameter kerusakan yang dimaksud adalah kisut, adanya kapang, dan lepasnya hagian batang. Hasil menunjukkan bahwa kombinasi 3 perlakuan penelitian yaitu konsentrasi asam askorbat, lama pencelupan, dan suhu penyimpanan hanya berpengaruh terhadap susut bobot. Sedangkan suhu mampu mempertahankan kekerasan dan warna paprika merah. Penambahan asam askorbat efektif untuk meningkatkan kandungan Vitamin C paprika merah selama penelitian. Sehingga berdasarkan hasil analisis terhadap seluruh parameter yang diamati, maka kombinasi perlakuan asam askorbat 0,5%, lama pencelupan 3 menit, dan suhu penyimpanan pada 8°C memberikan hasil terbaik. Edible Starch Coating with Vitamin C to Prolong the Storage Life of Red Paprika (Capsicum annum var. Athena).Red paprika is highly marketable locally and internationally. However, it has a limited storage life and hence it requires appropriate postharvest treatments to maintain its freshness during storage and distribution. The aim of this study was to investigate the influence of edible starch coating with vitamin C (ascorbic acid) on quality and storage life of red paprika. The present study was arranged in a completely randomized design with three types of treatments, (a) concentration of vitamin C (0%, 0.5%, and 1.0%), (b) dipping time (3 min and 5 min), and (c) storage temperature (20°C and 8°C). Weight loss, color, and hardness of treated red paprika was determined every three days, while vitamin C and moisture content were determined weekly. The experiment and observation were stopped when red paprika decayed. The result showed that combination of the three treatments (concentration of ascorbic, dipping time, and storage temperature) influenced the weight loss, but not the other quality parameters. The storage temperature applied could maintain the color and hardness of red paprika. The addition of ascorbic acid increase vitamin C content of red paprika. The best quality and storage life of red paprika was obtained when the edible starch coating was applied with 0.5% ascorbic acid, 3 min dipping time, and 8°C storage temperature.
PENAMBAHAN ENKAPSULAN DALAM PROSES PEMBUATAN YOGHURT POWDER PROBIOTIK DENGAN METODE SPRAY DRYING Juniawati Sahib; nFN Miskiyah; Ayu Kusuma
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v16n2.2019.56-63

Abstract

Yoghurt merupakan salah satu produk olahan susu yang memiliki umur simpan yang relatif singkat yaitu 2-3 minggu pada suhu dingin.  Kondisi penyimpanan yoghurt pada suhu dingin membatasi distribusi yoghurt. Pengolahan yoghurt powder merupakan salah satu alternatif yang dilakukan untuk mempertahankan kualitas yoghurt selama proses distribusi dan penyimpanan.  Pengeringan yoghurt menggunakan metode spray drying dengan teknik enkapsulasi mampu menghasilkan yoghurt powder dengan karakteristik kimia dan mikrobiologi yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bahan pengkapsul terbaik yang dapat digunakan dalam pembuatan yoghurt powder susu sapi dan susu kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu skim merupakan bahan enkapsulan yang paling baik dalam pembuatan yoghurt powder susu sapi dan susu kambing karena menghasilkan nilai gizi yang lebih tinggi dan dapat mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat selama proses pengeringan. Nilai gizi yoghurt powder susu sapi kadar protein 24,25 %, kadar lemak  5,74% dan calcium 8,22 ppm. Nilai gizi yoghurt susu kambing kadar protein 26,89 %, kadar lemak  8,21 % dan calcium 9,60 ppm.  Penurunan total viabilitas bakteri asam laktat yoghurt powder dengan bahan enkapsulan susu skim lebih rendah dibandingkan dengan gum arab dan maltodekstrin. Yoghurt powder susu sapi mengandung total BAL sebesar 12,23 log CFU/g atau turun sekitar 4,01 log sedangkan yoghurt powder susu kambing mengandung total BAL 12,54 log CFU/g atau turun 4,5 log. Encapsulation in yogurt powder processing with spray drying menthodYogurt is one of dairy products with relatively short shelf life, 2-3 weeks in cold temperatures. Conditions for storing yogurt in cold temperatures limit the distribution of yogurt. Processing of yogurt powder is an alternative way to maintain the quality of yogurt during distribution and storage. Drying yoghurt using spray drying method with encapsulation technique is able to produce yogurt powder with good chemical and microbiological characterics. This study aims to determine the best encapsulating material that can be used in making cow milk yogurt powder and goat milk yogurt powder. The experiment was set up in compeletely randomized design with basic materials (cow milk and goat milk) and encapsulant (maltodextrin, arabic gum and skim) as treatments and repeated three times. The results showed that skim was the best encapsulant in making cow milk and goat milk yogurt powder because it produced higher nutritional value and could maintain the viability of lactic acid bacteria during the drying process. Nutritional value of cow milk yogurt are protein content 24.25%, fat content 5.74% and calcium 8.22 ppm. Nutritional value of goat milk yogurt are protein content 26.89%, fat content 8.21% and calcium 9.60 ppm. Decrease in total viability of lactic acid bacteria yogurt powder with skim lower than arab gum and meltodextrin. Cow milk yogurt powder contains total lactic acid bacteria 12.54 log CFU/g go or decrease 4.5 log.