Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

INDUSTRI INDIGO DI KABUPATEN CIREBON PADA MASA SISTEM TANAM PAKSA (1830-1870) Awaludin Nugraha; Kunto Sofianto; R.M. Mulyadi
Sosiohumaniora Vol 3, No 2 (2001): SOSIOHUMANIORA, JULI 2001
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v3i2.5205

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk merekomendasi industri bahan pewarna alam yang dikenal dengan indigo atau tarum di Kabupaten Cirebon pada tahun 1830 sampai 1870, yaitu ketika Sistem Tanam Paksa diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memaksa penduduk pribumi di kabupaten tersebut untuk menjalankan industri indigo. Fokus penelitian ini diarahkan pada bagaimana beroperasinya industri tersebut di Kabupaten Cirebon dan sampai sejauh mana dampak yang ditimbulkannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut dipergunakan metode sejarah, karena peristiwanya sudah terjadi sekitar 1,5 abad yang lalu. Dari penelitian ini bahwa industri indigo di Kabupaten Cirebon pada masa Sistem Tanam Paksa mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi Kerajaan Belanda dan sangat menyengsarakan bagi petani di kabupaten tersebut. Industri ini juga memberi keuntungan bagi para pejabat local pribumi dan sikep-sikep kaya di kabupaten tersebut, sehingga menimbulkan diferensi ekonomi yang semakin tajam antara pejabat local pribumi dan sikep-sikep kaya dengan petani. Dengan demikian, maka Kabupaten Cirebon telah dijadikan sebagai daerah satelit untuk mencari keuntungan ekonomi oleh Kerajaan Belanda yang bertindak sebagai negara metropolis dan pemilik modal, yang dalam hal ini modalnya berupa kekuasaan bukan materi. Kata kunci : Tanam paksa, tarum, dampak, sikep, daerah satelit, metropolis
KOMUNITAS MASYARAKAT JAWA DI DESA WANAREJA SEBAGAI JEJAK MIGRASI MASYARAKAT JAWA KE PANGANDARAN Dian Indira; R.M. Mulyadi; Riki Nasrullah
Sosiohumaniora Vol 21, No 1 (2019): SOSIOHUMANIORA, MARET 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.013 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v21i1.19024

Abstract

Terjadinya kontak budaya antara satu budaya dengan budaya di lingkungan masyarakat Indonesia yang multikultural berlangsung secara alami. Akulturasi budaya berupa perpaduan antara budaya-budaya yang hidup di dalam masyarakat tidak terhindarkan dan hal yang menarik budaya asli masing-masing tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari pemilik budaya. Di Desa Wonoharjo Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran komunitas masyarakat Jawa hidup berdampingan dengan masyarakat Sunda. Masyarakat yang hidup dalam komunitas ini tetap memertahankan nilai-nilai dan pranata Jawa yang mereka miliki. Komunikasi sehari-hari yang terjalin antar-penduduk Desa Wonoharjo dilakukan di dalam bahasa Jawa. Saat mereka bekomunikasi dengan masyarakat Sunda mereka menggunakan bahasa Sunda, yang dikenal dengan istilah bahasa Jawa Reang. Di wilayah Pangandaran sendiri pertunjukan ‘Kuda Lumping’, yang sesungguhnya seni yang hidup dalam komunitas masyarakat Jawa di mana pun, dikenal oleh masyarakat Pangandaran pada umumnya salah satunya berasal dari Desa Wonoharjo. Metode yang digunakan adalah metode historis, yang digunakan untuk merekonstruksi masa lalu. Tahapan metode historis terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi jejak migrasi masyarakat Jawa ke wilayah Pangandaran dan mengkaji kehidupan mereka sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat Sunda. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya akulturasi dan asimilasi dalam seni dan bahasa Jawa dengan seni budaya dan bahasa Sunda di Desa Wonoharjo Kecamatan Pangandaran. 
The Story of the War Gamelan Is A Story of Truth Hendra Santosa; Nina Herlina Lubis; Kunto Sofianto; R.M. Mulyadi
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 31 No 3 (2016): September
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v31i3.46

Abstract

Stories about gamelan used in warfare are regarded as a character in a fairy tale, a story ofthe past apocryphal. The slogan of history that says no document no historical is an expression that history should not be based solely on “people said" or a story that is not necessarily true, he should be based on the facts of historical events occurred, so that the necessary documents to uncover the historical events. A historical narrative method is needed in the process of developing the method known as historical methods. The ancient manuscripts as a source of literary history, many stores historical events related to culture, especially with the musical arts. In this article will be discussed is the word Bheri and Mrdangga of two ancient manuscripts that ofwhich have been translated into Indonesian by previous researchers.Keyword: gamelan, war gamelan, story, mredangga, bheri
Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa Hendra Santosa; Nina Herlina Lubis; Kunto Sofianto; R.M. Mulyadi
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 32 No 1 (2017): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v32i1.84

Abstract

Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi yang berjudul “Gamelan Perang di Bali, Abad ke-10 Sampai Awal Abad ke-21”, sebagai salah satu syarat untuk maju Ujian Naskah Disertasi pada program studi Ilmu Sastra Konsentrasi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (UNPAD). Tulisan ini mengulas tentang gamelan zaman Bali Kuno yang mengambil rentang waktu dari Tahun 882 sampai 1077 Masehi, yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan seni pertunjukan agar tidak terlalu sama dengan bagian disertasi yang dimaksud tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan tentang seni pertunjukan pada masa pemerintahan Dinasti Warmadewa melalui penelusuran prasasti dan naskah-naskah Jawa Kuna.Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Pada tahap heuristik, prasasti-prasasti yang dikeluarkan pada zaman Bali Kuno dikoroborasikan dengan karya kesusastraan yang sezaman dengan masanya. Pada zaman Dinasti Warmadewa tidak semua seni pertunjukan ditujukan untuk kegiatan upacara, tetapi ada juga seni pertunjukan untuk hiburan baik untuk kalangan istana maupun untuk rakyat biasa.