Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Hubungan antara Kadar Plasminogen Activator Inhibitor-1 Serum dengan Derajat Kontrol Penderita Asma Andi Kartini Eka Yanti
UMI Medical Journal Vol 3 No 1 (2018): June 2018
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.695 KB) | DOI: 10.33096/umj.v3i1.31

Abstract

Latar Belakang: Asma merupakan penyakit heterogen ditandai hiperrespons dan inflamasi saluran napas. Proses inflamasi pada asma erat hubungannya dengan remodelling saluran napas. Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) adalah enzim penghambat pada cascade plasminogen-plasmin sehingga menyebabkan deposisi matrix extracellular dan proses fibrosis pada remodeling jalan napas. Salah satu faktor penyebab asma tidak terkontrol dihubungkan dengan proses remodeling jalan napas. Tujuan: Menilai hubungan antara kadar PAI-1 serum dengan derajat kontrol penderita asma. Metode: Penelitian observational ini menggunakan metode rancangan potong lintang, dilaksanakan pada bulan April-Juni 2016 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas Hasanuddin, pada penderita asma dengan umur >18 tahun, bukan perokok dan tidak menderita infeksi paru. Kadar PAI-1 diperiksa dengan metode teknik enzyme linked immune sorbent assay, dan metode analisa statistik menggunakan SPSS versi 22. Derajat kontrol asma dinilai menggunakan modifikasi kriteria GINA 2015. Hasil: Sebanyak 47 subyek asma yang diperiksa, berumur 20-74 tahun, perempuan lebih banyak dibanding laki- laki (70,2% vs 29,8%),76,6% subyek non-obes, dan 53,2% menderita asma tidak terkontrol. Didapatkan rentang kadar PAI-1 serum yaitu 0,95-33,39 U/mL dengan rerata 5,73+5,75. Pada subyek dengan asma tidak terkontrol, rerata kadar PAI-1 serum signifikan lebih tinggi dibanding asma terkontrol (p=0,003). Berdasarkan umur, subyek yang <50 tahun dengan derajat asma tidak terkontrol, rerata kadar PAI-1 serum signifikan lebih tinggi dibanding asma terkontrol (p=0,007). Subjek obese dengan asma tidak terkontrol, kadar PAI-1 lebih tinggi dibandingkan dengan subjek obese asma terkontrol, meskipun secara statistik tidak signifikan (p>0,05). Subjek non-obese dengan asma tidak terkontrol, kadar PAI-1 signifikan lebih tinggi dibandingkan subjek non-obese dengan asma terkontrol (p=0,007). Kesimpulan: Kadar PAI-1 ditemukan lebih tinggi secara bermakna pada asma tidak terkontrol.
Relationship between Age, Gender and Body Mass Index (BMI) with HbA1c Levels at Ibnu Sina Hospital Makassar Ayu Hartati Bakri; Aryanti Bamahry; Ahmad Ardhani Pratama; Irmayanti Haidir Bima; Andi Kartini Eka Yanti
Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. 3 No. 9 (2023): September
Publisher : Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/fmj.v3i9.297

Abstract

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia karena kurangnya sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa 371 juta orang antara usia 20 dan 79 menderita DM di seluruh dunia. Risiko menderita c akan meningkat seiring bertambahnya usia dan usia >40 tahun lebih rentan terkena intoleransi glukosa. Sekitar 80% penderita DM tipe 2 terbukti mengalami obesitas dan risiko diabetes meningkat secara progresif yang ditunjukan oleh indeks massa tubuh. Penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar HbA1c pada penderita DM Tipe 2 di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Penelitian ini penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 120 orang. Hasil penelitian menunjukkan usia >40 tahun 111 orang (92.5%), <40 tahun 9 (7.5%), jenis kelamin perempuan 67 orang (55.8%), laki-laki 53 orang (44.2%), underweight 12 orang (10%), gizi normal 43 orang (35.8%), overweight 27 orang (22.5%), obesitas 38 orang (31.7%). Kadar HbA1c dengan risiko tinggi >6.5% 110 orang (91.7%) dan risiko rendah <6.5% 10 orang (8.3%). Berdasarkan uji fisher diperoleh hasil yang berhubungan dengan kadar HbA1c adalah faktor usia p=0,003 dan IMT p=0,034. Analisis multivariat didapatkan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor usia dengan nilai p=0,000. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan IMT dengan kadar Hba1c pada penderita Diabetes melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Karakteristik Pasien PPOK di RS Ibnu Sina Makassar Periode 2018-2020 Reza Farelim Wardana; Prema Hapsari Hidayati; Andi Kartini Eka Yanti; Edward Pandu Wiriansya; Dwi Anggita
Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. 3 No. 12 (2023): Desember
Publisher : Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/fmj.v3i12.359

Abstract

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang bersifat progresif yang meliputi kondisi bronchitis kronis, emfisema dan penyakit saluran nafas kecil yang secara patogis berbeda namun dapat timbul bersamaan. Untuk mengetahui karakteristik pasien PPOK di RS Ibnu Sina Makassar periode 2018-2020. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif untuk memperoleh karakteristik pasien PPOK di RS Ibnu Sina Makassar periode 2018-2020. Data distribusi berupa, pasien PPOK paling banyak berjenis kelamin laki-laki; usia >65 tahun; pekerjaan buruh; & memiliki riwayat merokok. Hasil CXR terbanyak adalah bronchitis, bronchopneumonia & tuberculosis paru. Hasil pemeriksaan darah rutin, rata-rata sampel memiliki nilai normal pada seluruh variable, kecuali lymphocyte yang menunjukkan rata-rata sampel memiliki kadar lymphocyte rendah. Terapi paling sering diberikan adalah terapi bronkodilator kombinasi SABA+SAMA & terapi O2. Distribusi komorbid terbanyak; asthma & hipertensi. Hasil spirometry; sebanyak 6 sampel termasuk GOLD 4, GOLD 3 6 sampel & 1 GOLD 1. Uji statistik, didapatkan perbedaan yang signifikan pada nilai lymphocyte & ALC antara pasien PPOK GOLD 3 dan GOLD 4.