Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan Yasser Arafat; Mawardi Khairi
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.724

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang dengan prinsip negara hukum yang berorientasi kesejahteraan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Kebijakan tersebut memunculkan pro-kontra di kalangan nelayan. Bagi nelayan tradisional di sejumlah daerah yang selama ini menggunakan alat tangkap tradisional dan sejumlah lembaga yang concern pada pelestarian lingkungan mendukung kebijakan tersebut. Di sisi lain, nelayan pengguna alat tangkap cantrang justru menolak kebijakan larangan tersebut. Mereka menilai regulasi tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan dan akan mempengaruhi kesejahteraan mereka padahal pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan larangan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang sudah sesuai dengan prinsip negara hukum yang berorientasi pada kesejahteraan. Selain melarang penggunaan alat penangkapan ikan cantrang yang selama ini diperbolehkan, pemerintah juga memberikan jangka waktu tertentu untuk memberikan kesempatan kepada semua nelayan cantrang untuk mengalihkan penggunaan alat penangkapan ikan mereka atas dasar pertimbangan keadilan dan kesejahteraan.
PENYELESAIAN PERKARA DELIK ADUAN DENGAN PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE Yasser Arafat
Borneo Law Review Volume 1, No 2 Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v1i2.714

Abstract

Hukum pidana tidak hanya memiliki dimensi publik, tetapi juga dimensi privat. Keberadaan delik aduan menjadi salah satu buktinya. Delik aduan pada dasarnya merupakan tindak pidana yang bersifat privat dan penuntutan terhadap delik aduan harus berdasarkan pada pertimbangan dari pihak korban. Berbeda dengan delik biasa sebagai tindak pidana yang dianggap mengganggu kepentingan masyarakat umum sehingga negara menjadi pihak yang menentukan penuntutan terhadap pelaku. Perbedaan inilah yang membuat proses penyelesaian perkara delik biasa dan aduan seharusnya bisa berbeda. Delik biasa yang mengganggu kepentingan masyarakat umum diselesaikan dengan proses peradilan dan berakhir dengan sanksi pidana. Namun delik aduan, seharusnya bisa menggunakan pendekatan alternatif dalam penyelesaiannya yaitu dengan pendekatan restorative justice. Restorative Justice merupakan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dan berfokus pada pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Pendekatan restorative justice juga sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan praktek yang selama ini berlaku di dalam hukum adat dimana menyelesaikan segala permasalahan antar anggota masyarakat dengan musyawarah. Dengan pendekatan restorative justice, penyelesaian perkara delik aduan yang selama ini selalu menggunakan pendekatan retributive (pembalasan) bisa bergeser menjadi pendekatan restorative (pemulihan). Pendekatan restorative justice diharapkan bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat, terutama di pihak korban.
Protection of personal data of victims of child sexual abuse in court decision Mansyur Mansyur; Yasser Arafat
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 6, No 2 (2023): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v6i2.255

Abstract

This article was prepared with the intention of outlining legal protection for victims who are not anonymized in decisions on cases of child sexual intercourse and legal remedies that can be taken. The research method used is normative legal research with research data in the form of legal materials consisting of primary legal materials in the form of laws and regulations and all official documents containing legal provisions relating to research topics and secondary materials consisting of text books written by influential jurists, law journals, legal cases related to the research topic. The law material analysis technique used is logical deduction. The research approach used is a statutory, conceptual and case approach. The author concludes that the law provides protection to the aggrieved party due to negligence in obscuring the child's identity in court decisions published on the website of the Supreme Court decision directory in the form of threats of disciplinary sanctions and/or criminal sanctions. Sanctions are a form of preventive legal protection that makes people introspective so that they do not violate the law so that no party is harmed. The aggrieved party can submit an application to the Supreme Court through the District Court in order to obscure the identity of the party in the decision that has already been published. If the request is not followed up, then the aggrieved party can report to the Ombudsman.