Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PROBLEMATIKA HUKUM DEMONSTRASI DI TEMPAT TERBUKA DI ATAS PUKUL 18.00 (STUDI KASUS AKSI SOLIDARITAS SERIBU LILIN) MAYA NOVITA PUTRI; HANANTO WIDODO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 4 No 4 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v4i4.23747

Abstract

Aksi solidaritas 1000 Lilin yang dilaksanakan di berbagai kota, termasuk Surabaya dinilai melanggar ketentuan pembatasan waktu yang tercantum dalam Pasal 7 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2012, di mana aksi tersebut dilaksanakan d iatas pukul 18.00 di tempat terbuka, sementara itu dalam Perkapolri tersebut diatur mengenai pembatasan waktu hanya pada pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00 di tempat terbuka, meskipun telah melanggar pembatasan waktu yang telah ditetapkan, aksi solidaritas 1000 lilin di Surabaya dan beberapa kota lainnya masih tetap dilaksanakan. Pengaturan mengenai demonstrasi yaitu UU Nomor 9 Tahun 1998 Juncto Perkapolri Nomor 7 Tahun 2012 menggunakan konsep pemberitahuan di mana konsep tersebut bukan merupakan suatu pembolehan terhadap larangan. Penelitian ini khusus mengkaji kewenangan kepolisian untuk membolehkan aksi demonstrasi tetap dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta akibat hukumnya apabila demonstrasi tersebut dilaksanakan sekalipun melanggar ketentuan batasan atas waktu didalam Perkapolri Nomor 7 Tahun 2012. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai kewenangan kepolisian dalam melakukan pembiaran terhadap pelaksanaan demonstrasi di tempat terbuka di atas pukul 18.00 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta akibat hukum apabila demonstrasi yang melebihi batas waktu yang telah ditentukan tetap dilaksanakan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Jenis bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan non hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah studi kepustakaan. Teknik analisis menggunakan metode preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan kepolisian dalam melakukan pembiaran terhadap aksi solidaritas 1000 lilin tidak memiliki kepastian hukum, di mana seharusnya tindakan hukum kepolisian yang berdasarkan kewenangan bebasnya dituangkan dalam izin sebagai bentuk kepastian hukum atas pelaksanaan demonstrasi tersebut. Akibat hukum atas pelaksanaan demonstrasi yang melebihi ketentuan perundang-undangan dan tidak ada izin sebagai bentuk kepastian hukumnya adalah melanggar asas kepastian hukum dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik dan Pasal 510 KUHP, namun dalam pelaksanaannya tidak dikenakan upaya paksa karena kepolisian mempertimbangkan lima prinsip atas penggunaan tindakan kepolisian dalam Pasal 3 Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009, di mana aksi demonstrasi tersebut hanya merupakan tindakan pasif yang berjalan dengan damai.kata kunci : demonstrasi, pembatasan waktu, kewenangan bebas, izin.Abstract ‘The 1000 Candles’ act of solidarity held in various cities, including Surabaya city is considered as violating the time limitation provision contained in Article 7 of Regulation of National Police Chief Number 7 Year 2012, in which the action was held above 6 PM in open area. Meanwhile, according to Regulation of National Police Chief, the time limitation given is only from 6 AM to 6 PM in open area. Therefore, there are still some cities which violating the rules, one of the cities is Surabaya. The regulation of demonstration which is Law Number 9 Year 1998 Juncto. Regulation of National Police Chief Number 7 year 2012 uses notification concept where the concept is not permission for prohibition. This study specifically examines police authority in allowing demonstration to be carried out in accordance with the existed laws and regulations, as well as the legal consequence if the demonstration is violating the time limits provisions in Regulation of National Police Chief Number 7 Year 2012.The purpose of this study is to analyze the authority in conducting demonstration in open area above 6 PM is the authority in accordance with the existed laws and regulations, and legal consequence if the demonstration is held beyond the time limitation provision. The research design used is normative juridical research with statutory approach and concept approach. The types of legal material used consist of primary law, secondary law, and non-law. The technique used to collect the legal materials is literature study technique. Meanwhile, the analysis technique used prescriptive method.The results of the study show the police authority in permitting ‘1000 candles’ act of solidarity does not have legal certainty, whereas the police law of act should be based on authority is set forth in the license as a form of legal certainty over the implementation of the demonstration. The legal consequences for the implementation of demonstrations that exceed the time provisions and had no license as a form of legal certainty are violating the principle of legal certainty in the General Principle of Good Government and Article 510 Criminal Code, but in its implementation, there is no force because the police consider the five principles on the use of police action in Article 3 Regulation of National Police Chief No. 1 Year 2009, where the demonstration is only a passive act that goes peacefully.Keywords: demonstration, time limitation, free authority, permission.
ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS GUBERNUR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PUJI YANTO; HANANTO WIDODO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 4 No 4 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v4i4.24375

Abstract

Abstrak Kontroversi keputusan yang dikeluarkan oleh Pelaksana Tugas Gubernur (Plt. Gubernur) DKI Jakarta yaitu Sumarsono bermula ketika beliau menandatangani APBD. Sumarsono menandatangani APBD atas dasar Pasal 9 ayat (1) huruf d Permendagri No. 74/2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota. Menurutnya, pasal tersebut memberikan kewenangan untuk mengubah APBD. Pelaksana tugas mendapatkan kewenangan melalui mandat. Menurut Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.”. APBD merupakan tindakan strategis mengenai alokasi anggaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan Plt. Gubernur menurut peraturan perundang-undangan dan implikasi dari keputusan dan/atau tindakan yang diambil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum serta teknik analisis bahan hukum dengan cara melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menujukkan bahwa APBD yang ditandatangani oleh Sumarsono tetap sah karena Plt. Gubernur berwenang menandatangani APBD setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Perluasan kewenangan yang dicantumkan dalam Permendagri No. 74/2016 merupakan langkah diskresi Mendagri. Langkah diskresi Mendagri bertujuan agar roda pemerintahan berjalan dengan lancar, karena terjadi kekosongan jabatan pada saat APBD harus disahkan. Diskresi yang diambil oleh Mendagri berpotensi menimbulkan tindakan penyalahgunaan wewenang. Implikasi dari penelitian ini adalah apabila APBD disahkan oleh Pejabat yang tidak berwenang, maka APBD tersebut tidak sah setelah resmi dibatalkan. Ada dua mekanisme pembatalan perda, yakni Judicial Review dan Executive Review. a) Judicial Review dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pembatalan ini dilakukan dengan cara uji materiil, yang merupakan salah satu cakupan judicial review. Hak uji materiil merupakan hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. b) Executive Review dilakukan oleh menteri atau gubernur. Untuk perda kabupaten/kota yang bertentangan dengan perda provinsi, Gubernur berwenang membatalkan perda kabupaten/kota tersebut dengan keputusan Gubernur. Kata Kunci: pelaksana tugas gubernur, kewenangan, diskresi Abstract Decision controversy issued by the Action Governor of DKI Jakarta (Act. Governor) Sumarsono started when he signed the annual budgets. Sumarsono signed the annual budgets on the basis of Article 9 Paragraph (1) Sub-Paragraph d of Permendagri number 74/2016 about Leave Out of State Dependence For Governors and Deputy Governors, Regents and Deputy Regents, and Mayors and Deputy Mayors. According to him, the article gives the authority to change the annual budgets. Executing tasks get authority through mandate. Based on article 14 paragraph (7) of Law number 30/2014 about Administration of Governments states that "The Agency and / or Government Officials who have the Authority through the Mandate are not authorized to take any strategic Decisions and/or Measures that affect the change of legal status on the organizational, personnel, and budgetary aspects". Annual bidgets is a strategic action on budget allocation. The purpose of this research is to know the authority of Act. Governor according to legislation and to know the implications of the decisions and / or actions taken. This study uses legal research methods. Technique of analyzing legal substance by conducting a review on legal issue. The research approach uses legislation approach, conceptual approach and case approach. The results of this study indicate that the annual budgets signed by Sumarsono remains valid because Act. The Governor is authorized to sign the annaul budgets after obtaining written approval from the Minister of Home Affairs. The extension of the authority set out in Permendagri No. 74/2016 is a discretionary measure of the Minister of Home Affairs. The discretionary step of the Minister of Home Affairs aims to make the wheels of government run smoothly, because vacancy occurs when the annual budgets has to be ratified. The discretion taken by the Minister of Home Affairs has the potential to cause misuse of authority. The implication of this study is that if annual budgets is approved by an unauthorized official, then the annual budgets is not valid after it is officially canceled. There are two mechanisms for cancellation of local regulations, namely Judicial Review and Executive Review. a) Judicial Review conducted by the Supreme Court. This cancellation is done by material test, which is one of the scope of judicial review. The right to judicial review is the right of the Supreme Court to assess the content of statutory content under the law against higher laws and regulations. b) Executive Review conducted by the minister or governor. For the district/city regulation that is contrary to the provincial regulation, the Governor has the authority to cancel the district/city regulation with the Governors decision. Keywords: action governor, authority, discretion
EFEKTIVITAS PENGAWASAN BAGI PENDATAAN PENDUDUK DI SURABAYA ULI EKAYUNI SIMBOLON; HANANTO WIDODO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 4 No 3 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v4i3.24392

Abstract

Penduduk yang datang dari luar kota yang tinggal di tempat berbeda dengan KTP selama beberapa waktu dan tidak pindah menetap disebut sebagai penduduk non permanen. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman Pendataan Penduduk Non Permanen menyatakan bahwa pemerintah melaksanakan pendataan terhadap penduduk non permanen dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Tingginya jumlah penduduk non permanen di Surabaya sering menjadi permasalahan dalam hal pengawasan. Sebelum dikeluarkan Permendagri No. 14 Tahun 2015 tentang Pedoman Pendataan Penduduk Non Permanen, pengawasan yang dilakukan yaitu dengan adanya Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) yang harus dimiliki oleh tiap penduduk non permanen. Dikeluarkannya peraturan baru, maka penduduk non permanen tidak perlu memiliki SKTS tetapi hanya dilakukan pendataan dan dirasa kurang dalam hal pengawasannya. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk pengawasan bagi pendataan penduduk non permanen berjalan secara efektif atau tidak, untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pendataan terhadap penduduk non permanen di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis. Hasil penelitian dan pembahasan yaitu dengan hanya pendataan yang dilakukan terhadap penduduk non permanen tidak berjalan secara efektif karena tidak adanya alat pengawasan yang dimiliki oleh penduduk non permanen, sehingga sangat sulit untuk diawasi oleh pemerintah. Pendataan dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, sedangkan jumlah penduduk non permanen yang banyak tidak mungkin untuk semua bisa didata oleh petugas, akibatnya pemerintah tidak dapat melakukan pemeriksaan bukti bahwa penduduk tersebut sudah terdata. Hambatan dalam pendataan yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yaitu tidak seimbangnya jumlah petugas pendata dengan luas wilayah di Surabaya, hambatan eksternal yaitu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai peraturan pendataan penduduk non permanen. Kata Kunci : pengawasan, pendataan, penduduk non permanen
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DI STASIUN PASAR TURI SURABAYA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK Melya Dwi Octavia; Hananto Widodo
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol 2 No 1 (2014): Kajian Moral dan Kewarganegaraan (Jilid 1)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/kmkn.v1n2.p159-173

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kesadaran hukum masyarakat di Stasiun Pasar Turi Surabaya terhadap Perda No.5/2008 (2) hambatan yang dihadapi pihak Stasiun Pasar Turi Surabaya guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Perda No.5/2008 (3) upaya yang dilakukan pihak Stasiun Pasar Turi Surabaya guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Perda No.5/2008. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat yang ada di Stasiun Pasar Turi Surabaya terhadap Perda No.5/2008, yaitu masyarakat menetap masuk kategori tinggi dengan pengetahuan hukum tinggi, pemahaman hukum tinggi, sikap hukum cukup, dan telah diaktualisasikan ke dalam pola perilaku sementara masyarakat tidak menetap masuk kategori cukup dengan pengetahuan hukum tinggi, pemahaman hukum tinggi, sikap hukum cukup, tetapi belum diaktualisasikan ke dalam pola perilaku. Hal ini dengan masih ditemukannya masyarakat tidak menetap yang merokok di sembarang tempat. Kendala-kendala yang dialami dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di Stasiun Pasar Turi Surabaya adalah kurangnya kesadaran diri masyarakat terhadap Perda No.5/2008, respon perokok aktif yang cenderung tidak mendukung Perda No.5/2008, ditemukannya perbedaan sikap dan perilaku antara masyarakat tidak menetap di ruang tunggu ekonomi dengan ruang tunggu eksekutif-bisnis, tidak adanya kerjasama dengan pemerintah daerah berkaitan sosialisasi Perda No.5/2008, dan ketidaktegasan pemberian sanksi yang sesuai dengan Perda No.5/2008. Upaya yang dilakukan pihak Stasiun Pasar Turi Surabaya adalah memasang tanda larangan merokok, menghimbau masyarakat melalui pengeras suara untuk tidak merokok di sembarang tempat, memfasilitasi para perokok aktif untuk merokok di area merokok, dan melakukan pengawasan dengan berkeliling area stasiun. Kata Kunci: Kesadaran Hukum, Masyarakat, Perda No.5/2008
DAMPAK SOSIALIASI PEMILU OLEH KPU KOTA SURABAYA TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PILGUB JATIM TAHUN 2013 (DI KECAMATAN GAYUNGAN SURABAYA) Agustinus Panca N.; Hananto Widodo
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol 2 No 2 (2014): Kajian Moral dan Kewarganegaraan (Jilid 2)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/kmkn.v2n2.p372-386

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak sosialisasi kegiatan pemilu oleh KPU Kota Surabaya terhadap partisipasi politik mayarakat dalam Pemilu Gubernur Tahun 2013. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah seluruh warga masyarakat Kecamatan Gayungan yang terdaftar sebagai pemilih tetap pada pemilu gubernur tahun 2013. Sampel penelitian adalah 100 orang yang dipilih dengan metode area probability dan cluster sample. Teknik pengumpulan data berupa angket, observasi, dan wawancara. Hasil analisis deskripsi menunjukkan bahwa untuk kegiatan sosialisasi KPU Kota Surabaya pada pemilu gubernur tahun 2013, pelaksanaannya berjalan dengan baik. Partisipasi politik masyarakat Gayungan pada Pilgub 2013 dikategorikan baik. Koefisiensi korelasi antar dua variabel dihitung menggunakan rumus product momment, dengan hasil 0,239 yang berada pada kategori rendah. Jika dipresentasekan diperoleh nilai sebesar 23,9% artinya sosialisasi yang dilakukan KPU Kota Surabaya mempengaruhi partisipasi politik masyarakat Gayungan pada Pemilu Gubernur tahun 2013 sebesar 23,9%, sedangkan 76,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Nilai t hitung (1,99) > t tabel (1,98), dengan demikian hipotesis yang berbunyi: “sosialisasi kegiatan Pemilu oleh KPU Kota Surabaya berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Gubernur Tahun 2013” diterima.Kata kunci : strategi sosialisasi, partisipasi politik.AbstractThis study aims to determine the impact of socialization of the elections by the Election Commission of Surabaya against society 's political participation in the election of Governors in 2013 . Study was a descriptive study with a quantitative approach . The study population were all citizens of the District Gayungan registered as voters remain in the governor election in 2013 . In this study, using a sample area and sample groups , the study sample was 100 people registered as voters . Research instruments such as questionnaires , observation , and interviews . The results of the analysis indicate that the description for the socialization of Surabaya City Election Commission on governor elections in 2013 , its implementation is going well. Political participation in society Gayungan Pilgub 2013 well categorized . Coefficient of correlation between two variables was calculated using the formula product momment , with results that are .239 in the low category . If dipresentasekan obtained a value of 23.9 % means that socialization Commission Surabaya affect political participation in society Gayungan governor election in 2013 of 23.9 % . T value ( 1.99 ) > t table ( 1.98 ) , so the hypothesis that reads : " socialization of Elections by the Election Commission of Surabaya has no effect on the political participation of the people in the governor election in 2013 " .Keywords : strategy socialization , political participation .
UPAYA POLISI LALU LINTAS DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERLALU LINTAS PENGENDARA BERMOTOR (STUDI DESKRIPTIF TERHADAP PROGRAM KANALISASI LAJUR KIRI PADA SATLANTAS POLRESTABES SURABAYA) Yunita Permana Sarry; Hananto Widodo
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol 2 No 2 (2014): Kajian Moral dan Kewarganegaraan (Jilid 2)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/kmkn.v2n2.p564-578

Abstract

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program Kanalisasi Lajur Kiri sebagai upaya polisi lalu lintas dapat meningkatkan kedisiplinan berlalu lintas pengendara bermotor dan kendala-kendala yang dihadapi program Kanalisai Lajur Kiri yang dihadapi polisi lalu lintas sebagai upaya dalam meningkatkan kedisiplinan berlalu lintas pengendara bermotor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian menggunakan reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan pelanggaran lalu lintas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengendara bermotor khususnya roda dua secara keseluruhan sudah mulai disiplin berlalu lintas. Program Kanalisasi lajur kiri merupakan salah satu cara alternatif dalam meningkatkan kedisiplinan berlalu lintas pengendara bermotor khususnya pengendara roda dua. Tetapi dalam pelaksanaannya masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh Satlantas Polresatabes Surabaya. Antara lain, berasal dari kualitas individu (perilaku berkendara masyarakat) penataan jalan dan rambu lalu lintas yang kurang memadai. Kata Kunci: Upaya Satlantas Polrestabes Surabaya, Kanalisasi lajur kiri, Disiplin berlalu lintas Abstract This research aims to know left lane canalization as the effort of traffic police to improve The Riders’ Traffic Discipline and the constraint faced by the traffic police to realize this program. It is decriptive qualitative study. The data were obtained through interviews, observation and documentation. To analyze the data, the researcher uses data reduction, data display, and conclusion. The result of the study shows there is traffic violation decline. It proves the motorists especially two-wheeler as a whole, have begun to be disciplined in traffic. Left lane canalization program is one of the alternatives to improve The Riders’ Traffic Discipline especially two-wheeler. However, practically there are still constraints faced by Satlantas Polresatabes Surabaya which come from the individual quality (people’s driving behavior), arrangement of the roads and the traffic signs which are inadequate. Keywords: efforts of Satlantas Polrestabes Surabaya, left lane canalization, traffic discipline
JURIDICAL REVIEW OF REGIONAL HEAD ELECTION CAMPAIGNS IN UNIVERSITIES Belladina Putri Aryani Kusnandar; Hananto Widodo; Widodo Partono
Indonesian Journal of Administrative Law and Local Government Vol. 1 No. 02 (2024): INDONESIAN JOURNAL OF ADMINISTRATIVE LAW AND LOCAL GOVERNMENT (IJALGOV)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/ijalgov.v1i02.41272

Abstract

The prohibition in the Regional Head Election campaign has actually been regulated in Article 69 letter i of Law Number 1 of 2015 concerning the Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2014 concerning the Election of Governors, Regents, and Mayors into Law. In line with the time, there was an application for judicial review of the article a quo in which the Plaintiffs argued that they suffered constitutional losses. The constitutional judge granted the Petitioners' petition in its entirety through the Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XXII/2024. The purpose of this study is to analyze and describe the racio dacidendi of the constitutional judge who granted the Petitioners' petition in its entirety along with the legal consequences of the Regional Head Election campaign in higher education. The type of research used in this research is normative juridical research with a research approach, namely a statute approach, case approach, and conceptual approach. The legal materials used are primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study show that constitutional judges use historical (original) interpretation. However, the existence of the decision a quo actually creates a norm conflict with Article 8 paragraph (1) of Law Number 12 of 2012 concerning Higher Education. In addition, there are also violations of the principles stipulated in Article 3 of Law No. 12 of 2012, namely the principle of benefit, the principle of virtue, and the principle of responsibility. There are suggestions from researchers as a form of recommendation, namely the Constitutional Court needs to encourage the House of Representatives as the legislator to immediately revise the Regional Head Election Law to ensure legal certainty and also emphasize the importance of protecting the academic community from the potential influence of practical politics in the university environment and the House of Representatives needs to immediately revise the Pilkada Law to be in line with the Constitutional Court Decision No. 69/PUU-XXII/2024. Keywords: Campaign, Regional Head Elections, Constitutional Court Decision, Higher Education, Academic Community.