Maria Ulfah
Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SECARA ORGANISASIONAL MAUPUN PERSONAL Maria Ulfah; Koerniatmanto Soetoprawiro; Yudha Panji Prasetya Garna; Adrian Dimas Prasetyo
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 1 (2013)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1556.296 KB)

Abstract

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah lembaga non departemen yang memiliki peran untuk mewujudkan keamanan dalam negeri Indonesia yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. POLRI dapat dilihat secara organisasional maupun personal. Aspek organisasional melihat pada kelembagaan dari POLRI itu sendiri, sedangkan aspek personal melihat pada anggota POLRI yang menjalankan peran, fungsi, tugas, dan tanggung jawab dari organisasi. Penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini membahas sistem pertanggungjawaban hukum POLRI secara organisasional dan secara personal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa POLRI secara organisasional bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan POLRI secara personal bertanggung jawab kepada Praperadilan atau Peradilan Umum dan pihak yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif secara bersamaan. Selain itu, terdapat pula saran-saran yang diharapkan nantinya terlaksana dan dapat menjadikan POLRI menjadi lebih baik lagi. Kata kunci: Kepolisian, POLRI, tanggung jawab, organisasional, personal
Aspek Hukum Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung Sri Rahayu Oktoberina; Feby Ivalerina; Ilva Nurftriati; Maria Ulfah; Rachmani Puspitadewi; Tristam P. Moeliono; Wurianalya Maria
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 1 (2014)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1247.461 KB)

Abstract

Taman Hutan Raya memiliki fungsi sebagai kawasan konservasi beragam keanekaragaman hayati Indonesia, demikian pula Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Kajian ini lebih menyoroti bagaimana pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang telah diserahkan kepada Provinsi Jawa Barat. Selain itu, masyarakat umumnya didudukkan sebagai pemangku kepentingan yang setiap saat perlu diikutsertakan olehpemerintah dalam pengelolaan tata ruang maupun lingkungan hidup. Bagaimana hak untuk berperan serta itu dapat diwujudkan dalam pengelolaan Taman Hutan Raya Djuanda yang terletak di Kawasan Bandung Utara dan dibelah oleh sub-das Citarum (Sungai Cikapundung) yang juga berfungsi sebagai penyangga daya dukung lingkungan cekungan Bandung, Jawa Barat bahkan DKI Jakarta, menjadi fokus utama penelitian ini. Temuan yang terpenting adalah mengungkapkan peluang hukum apa yang tersedia guna mewujudkan peran serta tersebut. Sebagai kajian yuridisi normatif, kajian akandifokuskan pada data hukum (sumber-sumber hukum) dan persepsi para pemangku kepentingan yang diungkap melalui wawancara, focus group discussion, dan pengamatan lapangan secara sekilas.
Pidana Kerja Sosial, Tokyo Rules, serta Tantangannya di Masa Mendatang Maria Ulfah
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 3 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i03.p07

Abstract

Community service order is one of the alternative sanctions from short-term imprisonment and light fines as regulated in Article 65, Article 82, and Article 85 of the Draft of Indonesia Criminal Code on the September 2019 (RUU KUHP). Community service order is expected to be the one solution for the overcrowded state of Correctional Institutions in Indonesia due to the large number of articles with imprisonment. Community service order as a new criminal sanction in the future requires further arrangements that can support its implementation in the future and it is possible that several challenges arise in its implementation. The contents of further regulations related to community service order in this research are explored through general guidelines in the international law, namely the Tokyo Rules (UN General Assembly Resolution Number 45/110). This research uses qualitative research with normative juridical research methods in the form of analytical descriptive. The result of this study is twenty-two provisions in the Tokyo Rules can be used as a guide in determining the contents of further regulations related community service order. In addition, the factors can become challenges must be carefully considered by legal policy makers so that they are minimized in the implementation of community service order in the future. Pidana kerja sosial adalah salah satu sanksi alternatif dari pidana penjara jangka waktu pendek maupun sanksi pidana denda ringan yang diatur dalam Pasal 65, Pasal 82, dan Pasal 85 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana September 2019 (RUU KUHP). Pidana kerja sosial diharapkan menjadi salah satu solusi dari keadaan overcrowded Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia akibat banyaknya pasal dengan sanksi pidana penjara. Pidana kerja sosial sebagai sanksi pidana baru di masa mendatang membutuhkan pengaturan lebih lanjut yang dapat mendukung implementasinya di masa mendatang dan dimungkinkan muncul beberapa tantangan dalam implementasinya. Isi dalam pengaturan lebih lanjut terkait pidana kerja sosial dalam penelitian ini dapat digali melalui pedoman umum dalam dunia internasional yakni Tokyo Rules (Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 45/110). Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian yuridis normatif berbentuk deksriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah adanya dua puluh dua ketentuan dalam Tokyo Rules yang dapat menjadi panduan dalam menentukan isi pengaturan lebih lanjut terkait pidana kerja sosial. Selain itu, faktor-faktor yang dapat menjadi tantangan harus dipikirkan secara matang oleh pembuat kebijakan hukum agar terminimalisir dalam pelaksanaan pidana kerja sosial di masa mendatang.