Hardy Salim
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KEABSAHAN PUTUSAN PENGADILAN YANG BELUM INKRACHT SEBAGAI NOVUM DALAM PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI Yoefanca Halim; Hardy Salim
Jurnal ADIL Vol 10, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/ajl.v10i2.1226

Abstract

Suatu lembaga peradilan disebut baik, bukan saja jika prosesnya berlangsung jujur, bersih, dan tidak memihak. Namun di samping itu ada lagi kriteria yang harus dipenuhi, yakni prinsip-prinsip yang sifatnya terbuka, korektif, dan rekorektif. Dalam kriteria ini, salah satu sisi yang patut menjadi perhatian manajemen peradilan adalah adanya sistem upaya hukum yang baik sebagai bagian dari prinsip fairness dan trial independency yang menjadi prinsip-prinsip diakui secara universal. Kesempatan seluas-luasnya untuk mengajukan koreksi dan rekoreksi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang dipandang tidak adil oleh pencari keadilan dapat dilakukan melalui Peninjauan Kembali. Namun demikian Peninjauan Kembali sangatlah limitative, salah satunya dengan syarat adanya novum. Namun pengaturan mengenai syarat-syarat dapat dikatakan suatu keadaan sebagai novum tidak diatur secara tegas. Dengan melihat hal tersebut memunculkan suatu permasalahan tentang, “Bagaimana keabsahan putusan pengadilan yang belum inkracht sebagai novum dalam pengajuan peninjauan kembali?”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif atau yuridis.
ANALISIS KEABSAHAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TANPA IZIN PENGADILAN Hardy Salim; Monika Kurnia; Nada Dwi Azhari
Jurnal ADIL Vol 9, No 2 (2018): DESEMBER 2018
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.408 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v9i2.830

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu extraordinary crime yangpemberantasannya dilakukan secara besar-besaran. Sebagai salah satu upayapengungkapan dan pencarian alat bukti, penyadapan merupakan salah satu upayayang efektif dilakukan. Peneliti dalam hal ini bertujuan untuk mengungkapkeabsahan daripada penyadapan yang dilakukan oleh KPK tanpa izin pengadilan.Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F dan Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945yang menyatakan bahwa seseorang berhak memperoleh, menyimpan, danmengolah dan menyampaikan informasi dengan segala cara yang ada, serta berhakatas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancamanketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasimanusia, sehingga penyadapan dianggap sebagai salah satu bentuk pembatasanhak asasi manusia. Penyadapan dalam kerangka hukum pidana haruslah dilakukandengan lawful interception, yang didasarkan pada peraturan yang mengatur secarateknis yang memadai. Apabila aparat penegak hukum melakukan suatupenyadapan tanpa prosedur yang jelas maka akan terjadi penyadapan yang tidaksah atau unlawful interception. Penyadapan yang tidak sah jelas melanggar hakasasi manusia yang mencemari keutuhan kehidupan pribadinya, baik jasmanimaupun rohani, yang mana sejatinya tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpapersetujuan darinya.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGADILI PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH (SUATU KAJIAN TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XI/2013 JO. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 072-073/PUU-II/2004) Hardy Salim; Cut Memi
Jurnal Hukum Adigama Vol 1, No 2 (2018): Jurnal Hukum Adigama
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.943 KB) | DOI: 10.24912/adigama.v1i2.2847

Abstract

Acccording to the Arrticle 24C paragaaph (1) the Constttution of thr Republic of Indonesia of 1945, the Constitutional Court of thr Republic of Indonesia have thr power to decide upon disputes over the results of general election. The general election referred to here is elections to elect members of the legislature, regional representative councils, regional legislatures, president amd vice president. Both of thr provisions have been limitative, so there will no be any other elections that included. However, in its development, the Constittutional Court of the Republc of Indonesia is given the power to decide upon disputes ovrr the results of regional hed elections with a legal basis of the Constittutional Court Ruling Number 072-073/PUU-II/2004. However, a litle later the Constttution Court of the Republic of Indonesia issued a Consttttuional Court Ruling Number 97/PUU-XI/2013 which said tht the Constitusional Court of the Republic of Indonesia can’t have the power to decide upon disputes over the resuls of regional hed elections. This reaises problems regarding whether regional head elections are included in thr general election regime? And whether the Constitutional Court of the Republic Indonesia has thr authorty to decide upon disputes over the results of regional hed elections? Thr Author examined the issue by normative method. The results of thr resrarch show tht thr regional hesd elections is not a part of the general electiins regime and the Constututional Corrt of the Republic Indonesia can’t have thr power to decide upon disputes ovrr thr resulls of the regional hesd elections.