Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGARUH ORDE BARU TERHADAP NARASI FILM HIBURAN DAN KEPENONTONAN DI INDONESIA SELAMA TAHUN 2016 Banjaransari, Tunggul
LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam Vol 4, No 2 (2017): Struktur Visual
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.006 KB)

Abstract

It has been 18 years The New Order didn’t exist anymore. But they still have a lot of impact on film and the audience. That impact happens on film beraucrat including distribution film and association of film worker, until method of film production including content story and the context. There are many changes on the influences of New Order. The influences isn’t always happen on verbal content like heroism film, collosal film, and political film, but also sneaking into drama film, teenager film, and also comedy film which is that film didn’t tell anything about political content, or the film that considered purely entertainment or commercial film. That’s become point of view of this article, using material content of drama, comedy, and teenager film to find the context of the New Order influences. There is some effort to planting New Order mind into the generation after 1998, while this regime treated and reconstructed some historical data according to their own truth, muffled freedom of expression on art (incuding film), and anti criticized.
Hal-Hal yang Absen dalam Pencatatan Mengenai Film Nasional Tunggul Banjaransari
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 15, No 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v15i2.2046

Abstract

ABSTRAKPenulisan narasi besar mengenai Film Nasional lebih sering dilakukan daripada penulisan narasi kecil mengenai film-film di Indonesia. Seperti halnya dilakukan oleh para penulis buku berjudul Merayakan Film Nasional (yang ditulis oleh Adrian Jonathan Pasaribu, Hikmat Darmawan, dan Totot Indrarto). Tujuan yang dilakukan tentunya tidak lagi melihat Film Nasional sebatas teritorial saja, melainkan mendorong pembaca dan pembuat film untuk melepas beban-beban makna Nasional. Hingga mulai merepresentasikan bentuk-bentuk film Pascanasional melalui aspek fungsional dan relasional-nya. Tetapi, jika hanya bergantung pada narasi besar saja, upaya pemaknaan tersebut justru melanggengkan praktik imaji orientalis Barat pada film-film di Indonesia. Oleh karena itu, penulis hendak melengkapi narasi kecil yang tidak muncul pada buku Merayakan Film Nasional. Penulisan narasi kecil tersebut, dilakukan melalui tiga model analisis: 1) proses re-intepretasi mitos pada masyarakat kontemporer dalam film di Indonesia, 2) model re-intepretasi realitas sebagai sebuah aksi protes dan komikal dalam film di Indonesia, dan 3) unsur-unsur yang mendorong terjadinya hibrida teks pada film terkini, sebagai upaya mengubah wajah film di Indonesia yang lebih beragam. ABSTRACTThe writings on national Film historical in Indonesia has been going more often than the ones discussing those works on the periphery. The book titled Merayakan Film Nasional, written by Adrian Jonathan Pasaribu, Hikmat Darmawan, and Totot Indrarto, remains to focus on the first category. Instead of aim to look at Indonesia National Film based on the territory, the book encourages the readers and Indonesian filmmakers to disengage from the burden of “National”. Additonally, the book also attempts to represent the Post-Colonial Films thorugh its function and relations aspects. Nevertheless, it is problematic when the access for National Film references only open for the big ones since its limits the interpretation and perpetuates the practice of orientalism perspective on Indonesian films.In This case, I will try to complete the periphery side which didn’t exist on Merayakan Film Nasional. There are 3 methods to analyzing National Film into the periphery aspects: 1) Re-intepretation the myth of contemporary society which framed on Indonesia Film. 2) The reality-model as the based to combining between protest and comical form in Indonesian film. 3) The elements that make hybrid-text happen in contemporary film, as the way to changes the image of Indonesian film.
Modified Film Form in Reference to Contextual 3-D Filmmaking: Challenging the Monopoly of Film Form and Dissemination of Knowledge in Indonesia Tunggul Banjaransari
International Journal of Visual and Performing Arts Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : ASSOCIATION FOR SCIENTIFIC COMPUTING ELECTRICAL AND ENGINEERING (ASCEE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31763/viperarts.v1i2.15

Abstract

The variety of films distributed in Indonesia are homogenous, which profoundly impacts the dissemination of knowledge generated by the movie. Since the information exposed to the public derived from one single source, it is highly potential to politicize the distribution of society’s collective knowledge — for instance, the arrangement on film circulation. Indonesian Censorship Institute does not only authorized the quantity of the film circulated in the country but also regulates the quality of the movie itself. Films that contain any ideological deviation, moral standards digression, and disobedience to the State will surely be banned. Inevitably, the flow of capital for filmmaking shall follow the State’s standard of circulation. The flourishment of the Indonesian community-based independent film screenings network simultaneously provides an alternative source of information to society. Such knowledge—regarded by the State as the Other—is vital since the enormous scope of knowledge is inaccessible as a result of the State’s limitation. The film communities dedicate alternative screenings as a space for the audience to explore various kinds of films with different knowledge. The researcher experimented with combining the situation of the society constrained by the State with the adaptation of 3-D filmmaking. The adjustment is manifested in the utilization of layered-narrative as an effort to illustrate the role of information obtained from various sources. The experiment is expected to encourage the audience to gain knowledge as if they were putting the pieces of the film scenes into a puzzle.
Strategi Budaya melalui Mobilisasi Masyarakat untuk Membuat, Mengedarkan, dan Menonton Film Di Purbalingga Tunggul Banjaransari; Arie Surastio
Jurnal Kajian Seni Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Kajian Seni Vol 4 No 2 April 2018
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1710.177 KB) | DOI: 10.22146/jksks.37582

Abstract

Selain itu, kehadiran lm di Indonesia memanglah tidak begitu lentur fungsinya kepada masyarakat. Jika masyarakat masih menempatkan lm sebagai hiburan, padahal lm memiliki fungsi yang beragam, maka terjadi persoalan pada tata peredarannya. Terdapat agenda politik ekonomi tertentu yang menggiring lm memiliki fungsi atas kepentingan tertentu. Padahal lm mampu memiliki fungsi sebagai media alternatif untuk mendapatkan pengetahuan yang luas, di saat konsumsi terhadap pengetahuan di Indonesia masih saja dibatasi. Celakanya pembatasan tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga kelompok-kelompok baik berbasis massa maupun berbasis modal. Persoalan tersebut sebenarnya sudah disiasati oleh kelompok CLC Purbalingga. Kelompok ini tidak lantas bergantung pada regulasi tata edar per lman di Indonesia dan budaya menempatkan lm sebagai strategi hiburan. Mereka berinisiasi mengelola ruang tontonan dan turut memberikan fasilitas berupa pengetahuan kepada siswa- siswa SMA dan SMK di Purbalingga dalam membuat lm. Hasilnya tidak hanya berbicara mengenai kuantitas jumlah lm saja, melainkan tontonan lm mampu menjadi bagian dari budaya masyarakat Purbalingga. Sedangkan produk lmnya, secara konsisten selalu mendapat apresiasi dan penghargaan dalam skala nasional maupun internasional dari tahun 2004 hingga 2018. Upaya yang dilakukan CLC Purbalingga terhadap lm dapat mengubah posisi lm tidak sebatas menjadi media hiburan saja, melainkan menjadi literasi bahkan menjadi bagian dari budaya.
Implementing intellectual curatorial strategy on Cinema Paradesa film screening program Tunggul Banjaransari; Ahmad Syihan Herlambang
ProTVF Vol 7, No 1 (2023): March 2023
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v7i1.37790

Abstract

Background: This article results from a film screening program creation activity held in Kupang village, Semarang Regency. Many efforts have already been made through film screening, has yet to have a comprehensive approach to screening. Thus, that activity is not correct on target. Purpose: To explain that a film is entertaining and can improve intimate communication between parents and children. Methods: Intellectual curatorial strategy was applied. This method uses 6 Key Performance Indicators (KPI). These six indicators are audience diversity, film diversity, social engagement, uniqueness, popularity, and excellence. It becomes a reference for the writers to design a measured and definitive program to reach goals. Results: Two aspects become the results of this screening program. The first aspect film has successfully triggered the audience to express their personal life actively. The second aspect, the film screening program with the KPI’s intellectual curatorial strategy, proves that films are not only focused on entertaining, seeking audiences to be box office and profit-oriented. Implications: This screening program is intended to foster audience interaction. The outcome exceeds this achievement, not only in terms of communication but also in terms of the audience’s feelings, which can be expressed to form a warm interaction.
Ketahanan Diri Pencipta Film Goyang Kubur di antara Film yang Lengah terhadap Goyangan Modal Banjaransari, Tunggul
ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia Vol. 8 No. 03 (2022): September 2022
Publisher : Dian Nuswantoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33633/andharupa.v8i3.5705

Abstract

AbstrakGoyang kubur merupakan penggalan dari judul film pendek Goyang Kubur Mandi Darah yang disutradarai oleh Azzam Fi Rullah (2018). Film ini muncul diantara pemandangan umum film-film di Indonesia yang makin mendekati kesempurnaan dalam aspek nilai produksinya. Sebuah anomali, Azam menggunakan pendekatan B-rated, diantara film-film yang mengejar kualitas tertentu. Pada kasus perjalanan karir Edwin, ia berbelok pada arena film komersial, optimalisasi produk telah mengabaikan gagasan pada karya-karya berikutnya. Padahal beberapa film pendek-nya, memiliki gagasan yang mampu menghasilkan diskursus baru. Film pendek seringkali lekat dengan cerminan semangat kolektivitas dan komunal, bergeser pada kelompok pembuat film yang mendapatkan dana bantuan dari pemerintah. Peta pembuatan film pendek berubah, hanya sebatas menjadi ajang latihan kemampuan mengoptimalkan nilai produksi bagi pembuat film untuk membuat film yang ‘serius’ (film panjang). Untuk mengurai permasalahan ini, penulis menggunakan eksistensialisme dan intepretasi sebagai pisau bedahnya. Konsentrasi analisisnya terletak pada karakter utama dalam film-film karya Edwin, beberapa sampel film yang dihasilkan dari program Danais Yogyakarta, dan film Goyang Kubur Mandi Darah. Karakter utama menjadi pintu masuk bagi penulis, untuk mengurai upaya pembuat film dalam mengemukakan pendapatnya tentang peristiwa yang terjadi pada dunia cerita dan dunia nyata. Kata Kunci: Anomali Film, Pergeseran Budaya Penciptaan Film, Nilai Produksi Film AbstractGoyang kubur (dancing on grave) is a fragment of I Dance on Your Grave, a short film directed by Azzam Fi Rullah (2018). The film stands out among the others that nearly perfected its production value. In between films that pursue particular qualities, as an anomaly, Azzam makes use of the B-rated approach to his film. In the course of Edwin’s career, he turned to the arena of commercial film, in which the product optimization has taken his ideas for granted. His works of short films generated new perspectives and discourse. Short films are often attached to the spirit of collectivity and communality, which shifted to a group of filmmakers who gained funding from the government. The map of short filmmaking changes to a sort of practicing field to optimize the production value for filmmakers aiming the ‘serious’ films (feature film). To unravel this problem, the writers utilized the existentialist approach to interpret such a phenomenon. The analysis focused on the main characters in Edwin’s works, a few samples from the film funded by Danais Yogyakarta, and I Dance on Your Grave. The main characters function as the entry to examine the filmmakers’ effort to put their ideas on real and fictional events. Keywords: Film Anomaly, The Impact of Filmmaking Production Culture, Film Production Value
Distribusi Kreativitas Musikal Wayang Potehi Semarang Pada Mahasiswa Film & Televisi Banjaransari, Tunggul; Patriantoro, Teguh Hartono; Wisnu, Candra Mohammad
ABDIMASKU : JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT Vol 8, No 3 (2025): Vol 8, No 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : LPPM UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62411/ja.v8i3.3026

Abstract

Pada kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini, Prodi Film dan Televisi bermitra dengan Yayasan Tay Kak Sie. Kegiatan kemitraan ini terjalin atas adanya persoalan menurunnya kekhidmatan selama pertunjukkan wayang Potehi berlangsung. Pertunjukkan Wayang Potehi Semarang ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan saja, melainkan menjadi bagian atau penunjang proses ibadah umat Konghucu di Klentheng Tay Kak Sie. Turunnya kadar kekhidmatan ini terjadi dalam bentuk situasi yang berisik, seperti ada percakapan antar umat ketika proses ritual sedang berjalan, dan atau sebagian diantaranya mengalami pecah konsentrasi dengan gawai masing-masing. Menariknya, hal tersebut dilakukan oleh umat Konghucu yang berada pada kelompok usia Gen Z. Himbauan telah dilakukan dalam bentuk verbal; dilakukan secara langsung dan pembuatan papan himbauan yang disebarkan di sudut Klentheng. Namun, upaya yang dilakukan oleh mitra tersebut tidak memberikan perubahan yang besar. Terdapat distribusi informasi yang gagal diterima oleh penerima pesan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian artistik melalui metode partisipasi subjek. Pendekatan ini menitikberatkan pada refleksi untuk menemukan pengalaman spiritual pada data yang ditemukan. Terdapat beberapa indikator kerja pada metode ini, antara lain; 1) refleksi data, 2) eksperimen subjek, 3) pembuatan produk atau kegiatan lokakarya untuk membuat produk distribusi informasi pada sosial media. Tujuan dari kegiatan ini adalah melibatkan generasi Z bersama mitra untuk mendisitribusikan infomrasi secara relevan dan kontekstual terkait nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh Wayang Potehi Semarang.