Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

The Relationship Between Psychological Conditions And Sleep Quality In The Covid-19 Rooms Widiastuti Widiastuti; Novita Nirmalasari
Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan INTEREST: Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10 Number 1 Year 2021
Publisher : Poltekkes Kemenkes Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37341/interest.v0i0.335

Abstract

Background: The COVID-19 pandemic has the potential to cause severe psychological harm. Psychological conditions such as anxiety, depression, stress, and disturbances are common among health care workers. The factors causing stress in health workers include workload, fear of being infected with COVID-19, the negative stigma of virus carriers, and being away from family. The research purposed to know the relationship between psychological condition and sleep quality. Methods: The research population consists of all nurses who have worked in the covid room. This research used descriptive correlation with a cross-sectional approach. The samples were collected using a simple random sampling technique with 30 respondents as inclusion and exclusion criteria. The questionnaires Depression Anxiety Stress Scale-21 (DASS-21) and Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) were completed by the respondent. Data analysis was used Chi-Square. Results: Most of the respondents were females (66,67%) over the age of 30 (70%). Most of them had a nursing education diploma (60%). They were dominant and had normal levels of depression (96,67%), anxiety (86,67%), and stress (93,33%). Most of them had poor sleep quality (63,33%). According to the findings, the p-values for depression, anxiety, and stress in sleep quality were 0.43, 0.73, and 0.26. It represents that no relationship exists between one variable and another. Meanwhile, some respondents have mild depression, moderate anxiety, and mild stress with poor sleep quality. Conclusion: Poor psychological conditions are still found in nurses, which can interfere with the quality of nursing services. Additional nursing interventions are required to improve nurses' psychological well-being.
IMPLEMENTASI DISKUSI REFLEKSI KASUS (DRK) MENINGKATKAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN SOP MANAJEMEN NYERI Yuni Kurniasih; A Ardani; W Widiastuti
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 11 No. 2, Juli 2020
Publisher : Universitas Kusuma Husada Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.023 KB) | DOI: 10.34035/jk.v11i2.435

Abstract

Keberhasilan pelayanan kesehatan sangat tergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Banyaknya tugas yang hars dilakukan perawat membuat perawat kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Salah satu kegiatan untuk memecahkan masalah yang muncul dalam pelayanan kesehatan salah satunya dengan refleksi kasus yang di Indonesia diperkenalkan melalui kegiatan Diskusi Refleksi Kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Diskusi Refleksi Kasus (DRK) dapat meningkatkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SPO manajemen nyeri di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperiment dengan dilakukan pada responden yang berjumlah 35 responden. Analisa data untuk menguji pre dan post menggunakan Uji PairedT-test atauUji T berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan kepatuhan penerapan sop manajemen nyeri didapatkan t hitung 13.126 dan signifikansi 0,00. The success of health services is highly dependent on the participation of nurses to provide quality nursing care. The number of tasks that must be done by nurses makes nurses less optimal in carrying out their duties as providers of nursing care. One of the activities to solve problems that arise in the health service is one of them by reflecting cases which introduced in Indonesia through the Case Reflection Discussion. This study aims to determine whether the Case Reflection Disscussion (CRD) can increase nurses' compliance in implementing SOP pain management at PKU Muhammadiyah Hospital in Yogyakarta. Data analysis pre and post test used the Paired T-test or Paired T Test. The results of this study indicate that there is a significant effect of compliance with the application of standart operating procedure (SOP) pain management obtained t count 13,126 and a significance of 0.00.
Pemberdayaan peer edukator dalam edukasi manajemen self-care pada mahasiswa keperawatan penderita premenstrual syndrome Dwi Sri Handayani; Widiastuti Widiastuti
BEMAS: Jurnal Bermasyarakat Vol 4 No 1 (2023): BEMAS: Jurnal Bermasyarakat
Publisher : LPPMPK-Sekolah Tinggi Teknologi Muhammadiyah Cileungsi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37373/bemas.v4i1.592

Abstract

Premenstrual Syndrome (PMS) dialami oleh hampir separuh wanita usia reproduktif. Gejala PMS yang dialami oleh remaja sekolah berdampak pada kegiatan sekolah yaitu kurangnya konsentrasi belajar dan menurunnya motivasi belajar. Permasalahan mahasiswa keperawatan mengalami PMS dengan kategori gejala ringan 49,2%, gejala sedang 42,9%, dan gejala berat 7,9%. Salah satu upaya untuk mengurangi gejala PMS adalah dengan mengatur pola hidup sehat melalui edukasi tentang manajemen self-care PMS. Pengabdian ini bertujuan untuk membantu penderita PMS mengelola dirinya sendiri dalam mengendalikan dan mengurangi gejala PMS. Metode pengabdian dilakukan tahap persiapan kuesioner online Pengetahuan Premenstrual Syndrome (KPPM) untuk mengukur pengetahuan sebelum dan sesudah edukasi online tentang manajemen perawatan self-care PMS. Pengabdian diawali dengan pembentukan dan pelatihan peer edukator PMS yang berperan sebagai pendidik dalam kegiatan pendidikan manajemen self-care PMS. Sebelum edukasi, siswa di skrining untuk gejala PMS. Siswa yang terdeteksi memiliki gejala PMS diberikan edukasi manajemen self-care PMS. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa dari 93 siswa, terdapat 83 (89,25%) mengalami gejala PMS dengan tingkat ringan (3,23%), sedang (83,87%), dan berat (2,15%). Gejala PMS mengganggu aktivitas belajar dan efektivitas belajar. Hasil edukasi menunjukkan peningkatan rata-rata pengetahuan PMS dari pretest 72,8 menjadi posttest 78,2. Pengabdian untuk meningkatkan pengetahuan PMS untuk membantu siswa perempuan yang menderita PMS dilaksanakan dengan memanfaatkan peer sebagai edukator. Keberadaan peer sebagai edukator memberikan kesempatan dan kenyamanan bagi peserta sebaya untuk berdiskusi. Hasil dari pengabdian ini dilanjutkan dengan menjadikan peer edukator sebagai kader kesehatan reproduksi. Saran pelaksanaan edukasi dapat menggunakan media sosial yang lebih diminati remaja yaitu instagram atau media sosial lainnya
PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA: THE EFFECT OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION OF PATIENT BLOOD SUGAR LEVELS DIABETES MELITUS TYPE 2 IN PKU HOSPITAL MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Widiastuti; Nur Agustina KL
Jurnal Keperawatan Notokusumo Vol. 11 No. 1 (2023): Juni
Publisher : LPPM STIKES NOTOKUSUMO YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang Penelitian: Penyakit diabetes melitus adalah ketidakmampuan organ pankreas memproduksi hormon insulin atau sel tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara baik. Kadar gula darah yang tidak normal dapat dikendalikan dengan cara mengontrol diet dan manajemen stres. Manajamen stres dapat dikendalikan dengan terapi relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dengan mengalihkan perhatian pasien untuk membedakan perasaan saat otot ditegangkan dan dirilekskan. Tujuan: Mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darahpada pasien diabetes melitus tipe 2 di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metodelogi:Jenis penelitian Quasi Eksperimen dengan Pretest- Postest tes controlgroup, sampel sebayak 73 orang yang terdiri dari 36 orang kelompok intervensi dan 37 orang kelompok kontrol, pengambilan sampel dengan teknik non probabilitysampling. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Ujistatistik yang digunakan Wilcoxon t-test dan Mann-Whitney.Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil Wilcoxon t-test menunjukkan hasil pada kelompok intervensi dengan nilaiAsymp. Sig (2-taileD) =.000 dan pada kelompok kontrol dengan nilai Asymp. Sig (2-taileD) =.530. Dan berdasarkan uji Mann- Whitnney menunjukkan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05(0,00<0,05)maknanya ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi, dan tidak ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol. Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2.
Edukasi Latihan Peregangan Pada Lansia dan Manfaatnya di Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Banguntapan Utara Dyah Rivani; Widiastuti Widiastuti
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 3 No 4 (2023): JPMI - Agustus 2023
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.1386

Abstract

Proses penuaan adalah proses alami yang terjadi secara terus menerus sejak lahir dan dialami oleh semua makhluk hidup. Penuaan mengakibatkan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normal secara perlahan-lahan berkurang. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998, seseorang dianggap lanjut usia jika telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Penuaan fisik menyebabkan penurunan massa otot, fleksibilitas, dan elastisitas otot. Lansia sering mengalami keluhan nyeri sendi. Fleksibilitas merupakan kemampuan sendi dan otot untuk bergerak dengan nyaman. Otot, tendon, ligamen, usia, jenis kelamin, suhu tubuh, dan struktur sendi adalah faktor yang mempengaruhi fleksibilitas. Kurangnya fleksibilitas dapat menyebabkan cedera otot, sendi, dan ligamen. Untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan sendi pada lansia, peregangan dapat dilakukan. Peregangan membantu memperbaiki massa otot, memperbaiki elastisitas otot, dan mengurangi nyeri sendi. Pada pengabdian masyarakat ini, solusi yang akan dilakukan adalah memberikan edukasi dan contoh gerakan peregangan. Tujuannya adalah agar lansia dapat melakukan peregangan secara mandiri di rumah tanpa harus berkumpul dengan lansia lainnya di suatu tempat.
Implementasi Continuity Of Care dalam Pelayanan Kebidanan Andri Nur Sholihah; Widiastuti Widiastuti; Suparmi Suparmi
Midwifery Care Journal Vol 5, No 2 (2024): April 2024
Publisher : Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31983/micajo.v5i2.11221

Abstract

Continuity of Care (COC) is a service that is achieved when there is a continuous relationship between a woman and a midwife. Based on PWS-KIA data, the incidence or cases of pathological obstetrics in pregnancy were 12%, cases of childbirth were 13%, cases during the postpartum period were 7.4%, and cases in newborns were 3.7%. However, the implementation of Continuity of Care (COC) at the  Health Center itself has never been evaluated. This study is to analyze the implementation of continuity of care in pathological pregnancy services at Primary Health Center. This study was a qualitative descriptive study with 5 midwives and 2 pregnant women as the samples. The data were gathered through a Focus Group Discussion. The results of the analysis were in the form of a narrative. The service mechanism for pregnant women with their own pathological problems is carried out according to the SOP in the Puskesmas. Meanwhile, for pathological cases of pregnancy, a referral will be conducted to a general practitioner and will also be referred to a nutritionist if the pregnant woman has malnutrition problems such as anemia. The study reveals that midwives' knowledge of COC ranged from first heard (surface introduction) of COC to COC as continuous care. The support system in the implementation of continuity of care is cadres. The inhibiting factor in the implementation of continuity of care is that the limited number of midwives at Primary Health Center.