Penellitian ini bertujuan untuk menganalisis manajemen komunikasi dan sinergitas penanganan bencana sosial daerah rawan konflik di Sulawesi tenggara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model deskriptif, informan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 85 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumen, Focus Group Discussion (FGD) dan studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan model interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Buton Selatan dan Kota Bau-Bau menghadapi beragam konflik sosial yang kompleks, mulai dari sengketa agraria, perkelahian antar pemuda, konflik pemekaran desa, hingga penolakan pembangunan dan konflik pengelolaan pasar yang bernuansa etnis. Akar permasalahan meliputi ketidaktertiban administrasi tanah, konsumsi minuman keras oleh pemuda, kurangnya pelibatan tokoh adat dalam pemekaran wilayah, dan stigmatisasi antar kelompok etnis. Pendekatan resolusi konflik yang efektif membutuhkan integrasi konsep Fisher dan Nasikun dengan manajemen komunikasi krisis, melibatkan tahapan de-eskalasi, negosiasi, mediasi, dan rekonsiliasi. Sinergitas berbagai pemangku kepentingan pemerintah, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam penanganan konflik, didukung oleh komunikasi dialogis dan partisipatif. Revitalisasi peran institusi adat seperti Parabela dan penguatan sistem peringatan dini berbasis komunitas dapat mencegah eskalasi konflik. Pengembangan ketahanan komunitas melalui penguatan modal sosial dan kapasitas lokal menjadi fondasi bagi perdamaian berkelanjutan di wilayah rawan konflik tersebut.