This Author published in this journals
All Journal agriTECH
Sutardi Sutardi
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Aktivitas Fitase Pada Tahap-Tahap Pembuatan Tempe dari Kara Benguk, Gude, dan Kara Putih Menggunakan Usar Tranggono Tranggono; Sutardi Sutardi; Meta Mahendradatta
agriTECH Vol 11, No 4 (1991)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2236.645 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19226

Abstract

Penelitian dilakukan untuk mengkaji perubahan aktivitas fitase selama proses pembuatan tempe kara benguk, gude dan kara putih dengan menggunakan usar. Ekstrak kasar fitase dipersiapkan metalui beberapa tahap isolasi dan pemurnian, sedangkan aktivitas Masa diukur berdasarkan jumlah fosfat anorganik yang dibebaskan dari substrat natrium fitat pada kondisi pengujian yang ditetapkan. Suhu dan pH optimum untuk fitase kara benguk dan kara putih berturut-turut 60°C clan 4,8 sedangkan untuk gude berturuHurut 50°C dan 5.0. Hasil yang diperoleh menunjukkan penurunan aktivrtas fitase selama perlakuan perendaman pada kara benguk dan kara putih, berturul-turul dan 129.56- 48.73 μ mol dan 169,30-77.92 μ mol. Pada gude tidak ditakukan pengujian aktivitas fitase selama perlakuan perendaman, Pada tahap fermentasi 0 - 24 jam. terjadi kenaikan aktivitas fitase berturut-turut dari 0 - 193,23 μ mol, 0 - 96.24 μ mol dan 5,56-46,33 μ mol untuk kara benguk, gude dan kara putih. Setelah 24 jam ferrnentasi, aktivrtas fitase turun menjadi berturut-turut sebesar 60,72 μ mol. 59.56 μ mol dan 7.68 μ mol. Selama fermentasi 36 - 48 jam, aktivitas fitase naik lagi berturut-turut sebesar 164,76 μ mol, 118,59 μ mol dan 9,27 μ mol untuk kara benguk. gude dan kara putih. Selama proses pembuatan tempe kandungan asam fitat turun berturut-turut dari 0,37 - 0,14%, 0,42 - 0,10% dan 2,26 - 0.16% masing-masing dalam berat kering untuk kara benguk, gude dan kara putih,
Perubahan Kandungan Asam Fitat dan Aktivitas Fitase Pada Pembuatan, Penyimpanan, dan Pemasakan Tempe Sutardi Sutardi
agriTECH Vol 12, No 1 (1992)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2348.057 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19230

Abstract

Tempe dengan bahan baku kedelai varilas Forrest dibuat dengan modifikasi cara iradisional yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kedelai yang dipersiapkan diinokulasi dengan biakan murni Rhizopus oligosporus strain CT11K2 atau usar. Kedua jenis inokulum tersebut menghasilkan tempe dengan mutu baik. Fdase yang dihasilkan oleh tamur inokulum terbukti dapat menurunkan kandungan asam idat sebesar 40% selama berlangsungnya fermentasi tempe. Penyimpanan tempe selama 3 minggu pada suhu 5°C dan atau selama 3 han pada suhu 30°C menyebabkan penurunan lanjut kandungan asam fitat berturut-turut sebesar ± 70 dan 60%. Adapun penyebab penurunan kandungan asam heat selama penyimpanan tempe adalah aktivitas fitase inokulum. Tempe segar dan tempe yang telah disimpan pada kondisi penyimpanan seperti tersebut diatas mengalami penurunan kandungan asam fitat sebesar 39 - 72% seieiah digoreng dengan minyak kedelai selama 2 - 3 menit pada suhu 180°C, sedangkan perebusan selama 10 menit menyebabkan penurunan kandungan asam fitat sebesar 45 - 75%.
Pembentukan Flavor Bubuk Cokelat, Kajian Peranan Waktu Fermentasi Biji Kakao G.P. Ganda Putra; Sutardi Sutardi; Bambang Kartika
agriTECH Vol 12, No 3 (1992)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1327.804 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19241

Abstract

This research Investigated the role of cocoa bean fermentation to the formation of specific flavor of cocoa powder. Periode of fermentation varies from 0 hour (without fermentation) up to 192 hours. The degree of fermentation index increased from 0.38 at the,beginning of fermentation to 1.26 at 168 hours fermentation. The flavor formation of cocoa powder was characterized by decreasing of pH, total polyphenol and theobromine content during fermentation of cocoa beans. The chromatogram profile of components constituiting the odor of cocoa powder obtained from different fermentation penode were similar. However, each cocoa powder having different components for formation of odor gave different response on peaks; particularly on peaks number 3 and 5 which achieved maximum area during 72 and 144 hours fermentation, respectlvery. While, the other components (peak number 1, 2 and 4) were slightly change.
Aktivitas Tripsin Inhibitor Selama Pembuatan Tempe Kara Benguk (Mucuna pruriens), Kacang Tolo (Vigna unguigulata), dan Gude (Cajanus cajan) Tranggono Tranggono; Sutardi Sutardi; Bambang Kuswijayanto
agriTECH Vol 12, No 4 (1992)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1158.352 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19248

Abstract

Penelitian aktivitas tripsin inhibitor yang diukur dengan metoda agar dilakukan pada tahapan proses pembuatan tempe kara benguk, tempe kacang tolo dan tempe gude dengan menggunakan inokulum Rhiropus oligosporus NRRL 2710 dan inokulum usar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas tripsin inhibitor pada masing-masing kacang-kacangan tersebut mempunyai kecenderungan pola yang sama. Penurunan aktivitas tripsin inhibitor sebanyak 91 - 97% terjadi selama tahapan proses perendaman, pengupasan kulit dan pengukusan, sedangkan selama fermentasi terjadi peningkatan sebesar 45 - 72% terhadap aktivitas semula. Aktivitas tripsin inhibitor tempe yang dibuat dengan inokulum mumi Rhizopus oligosporus NRRL 2710 berkisar 1,3 - 3 kali lebih besar dan pada tempe dengan inokulum usar.
Aktivitas Fitase Pada Tahap-Tahap Pembuatan Tempe Kara Benguk, Kara Putih, dan Gude Menggunakan Inokulum Rhyzopus oligosporus NRRL 2710 Sutardi Sutardi; Tranggono Tranggono; Hartuti Hartuti
agriTECH Vol 13, No 3 (1993)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1922.401 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19263

Abstract

Pada penelitian ini telah dikaji aktivitas fitase pada tahapwhap pembuatan lempe kara benguk, kara putih dan gude menggunakan inokulum Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Aktivitas optimum fitase kara benguk dan kara putih pada pH 4,8 dan suhu 60°C, sedangkan aktivitas optimum fitase gude pada pH 5,0 dan suhu 50°C. Aktivitas fitase kara benguk turun setelah perendaman 24 jam, dan mulai awal fermentasi hingga fermentasi 48 jam aktivitasnya naik dari 1,45 menjadi 135,64p mol Pa/mend/m1 enzim atau terdapat kenaikan sebesar 94 kali. Kadar asam fitalnya turun sebesar 54% atau turun dari 0,37 menjadi 0,17% (bk). Aktivitas fitase kara putih turun setelah perendaman 24 jam dan pada awal fermentasi hingga fermenlasi 24 jam aktivitasnya naik, kemudian turun kembali setelah fermenlasi 36 jam. Kadar asam fitatnya turun sebesar 87% atau turun dari 2,59 menjadi 0,34% (bk). Fitase gude selama perendaman 24 jam tidak aktif karena perendaman gude dilakukan setelah perebusan. Namun demikian aktivitas fitase gude naik selama berlangsungnya fermentasi yaitu dari 0 menjadi 223,52 u mol Pa/mend/ml enzim dan kadar asam filat selama pembuatan tempe gude Wan dari 0,45 menjadi 0,17% (bk) Mau turun sebesar 63%.
Peranan Perubahan Komponen Prekursor Aroma dan Cita Rasa Biji Kakao Selama Fermentasi Terhadap Cita Rasa Bubuk Kakao yang Dihasilkan G.P. Ganda Putra; Sutardi Sutardi; Bambang Kartika
agriTECH Vol 13, No 4 (1993)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1053.48 KB) | DOI: 10.22146/agritech.19275

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang peranan perubahan komponen prekursor aroma dan cita rasa biji kakao lindak selama fermentasi terhadap cita rasa bubuk kakao yang dihasilkan. Penelitian dilaksanakan dengan variasi waktu fermentasi dari 0 hari (tanpa fermentasi) sampai 8 hari. Biji kakao hasil fermentasi dikeringkan dengan pengering buatan. Biji kakao kering dibuat bubuk kakao dengan metode "liquor" process" . Bubuk kakao secara indrawi diuji tingkat kesukaan oleh sejumlah panelis terpilih. Juga dilakukan analisis komponen prekursor aroma dan cita rasa seperti total asam amino, gula reduksi, total polifenol, teobromin dan keasaman (pHl). Hasil analisis menunjukkan bahwa selama fermentasi terjadi peningkatan kandungan total asam amino dan gula reduksi, dan nilai tertinggi dicapai berturut-turut sebesar 0,60 dan 0,65% pada fermentasi 6 hari. Kandungan total polifenol dan teobromin berturut-turut turun mencapai 5,68 dan 1,42% dengan lama fermentasi yang sama. Baik total asam amino, gula reduksi, total polifeno. maupun teohromin terbukti semuanya memiliki peranan yang besar pada aroma dan cita rasa bubuk kakao yang dihasilkan.
Aktivitas Antioksidatif Pasta Kacang Tanah Sangrai Nordiansyah Firahmi; Sutardi Sutardi; Haryadi Haryadi
agriTECH Vol 18, No 3 (1998)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3315.018 KB) | DOI: 10.22146/agritech.22498

Abstract

Antioxidative activity of peanut butter made from peanut roasted at various temperatures and times and at different level of peeling were studied. Dry fresh peanut of different level of peeling, Lei) whole, shelled d hulled samples were roasted at 150 , 160 , 170 , and 180 C for 30, 45, .60, and 75 min. The roasted samples were freed from the shell and hull and then ground to pass a 0.2 mm screen. The resulted peanut butters were characterized for their oxidative ittibition by incorporating them into oleic acid and kept at 60 C for 24, 48, and 72 hr, and then the peroxide values were followed. Lower peroxide value reflected higher antioxidative activity. The antioxidative activity was expressed as the ability of the butter to inhibit oxidation of oleic acid. Peroxide value of the kept oleic acid increased tremendously, while those of the mixtures of oleic and the butters made from peanut of various treatment after keeping for 24 hr showed no difference from each other. After kept for 48 hr the difference in peroxide value of the mixtures was again not found. Keeping for 72 hr resulted in significantly difference in the values. The butter made from roasted; shelled peanut showed higher antioxidative activity (62,62%) than that obtained from roasting of unshelled peanut did (62,22%). Excluding peanut hull in grinding roasted peanut to produce butter gave lower activity (62,27%) than grinding of roasted peanut along with the hull did (64,56%). Increase in temperature and roasting time resulted in increase in the activity. From the various temperature the highest antioxidative activity was shown by the butter made from peanut roasted at 180 C (64,90%) and the lowest value was resulted from the roasting at 150 C (61,46%). While from the various roasting times, the lowest activity was given by roasting of peanut for 75 min (67,03%) and the lowest value resulted from roasting for 30 min (58,43%)